Alhamdulillah, kita sebentar lagi sampai di penghujung cerita.
Semoga ada nilai kebaikan dari cerita ini untuk semua pembaca. 😊
Happy reading.
***
Rumah Reygo
Mobil yang dikendarai Daffin sudah merapat di depan rumah Igo. Begitu pintu mobil terbuka, Daffin mendapati tiga orang sekuriti komplek sudah tersungkur dalam kondisi babak belur.
Ya Rabb, sungguh hati Daffin seketika marah dan dari pekarangan rumah tampak dua orang pria berotot berjalan mendekat. Daffin mengenali mereka sebagai tangan kanan Alka. Siapa lagi kalau bukan Marlo dan Jo.
"Daf, Lo nggak berpikir kita berdua akan melawan mereka dengan tangan kosong, 'kan?"
Wajah Igo berubah pucat karena tanpa harus bertanya, ia sudah mengenal Daffin. Teman akrabnya ini tidak pernah mengenal bela diri, bahkan pencak silat sekalipun.
Mereka berdua pernah satu kampus, namun berbeda jurusan. Selama berteman itu pula, Igo sudah hafal Daffin tidak pernah sekalipun terlibat baku hantam. Itu mungkin menjadi salah satu alasan mengapa Ghafi melarang Daffin ikut pertarungan.
Dari kejauhan, tampak minidrone milik Ghafi terbang mendekat ke arah mobil.
"Igo, itu storm." Daffin menunjuk ke arah udara, tepat di atas mobil miliknya.
"Alhamdulillah, berarti Ghafi selamat. Kamu tahu cara kerja storm, Daf? Ghafi pernah memberitahu caranya?"
Daffin menggeleng, sementara Marlo dan Jo sudah siap mendekati mereka berdua sambil membawa senjata. Salah satu membawa membawa senjata tajam dan satu lagi sepertinya membawa senjata api.
"Storm dirancang untuk brain war. Sekarang juga kamu pikirkan apapun yang dapat menghancurkan mereka, Daf. Cepat, waktu kita tidak banyak."
Marlo dan Jo sudah mulai berlari ke arah mereka.
Daffin mendorong Igo masuk ke dalam mobil. Sementara ia dengan gagah berani memilih berdiri di depan mobil. Memghadapi musuh dan menyerahkan semua kepada Allah SWT. Bagaimana pun, ia telah menepati janji pada Qonita untuk membawa abangnya selamat sampai di rumah.
"Daf, nggak gitu konsepnya. Use your brain. Ghafi memakai pemikiranmu untuk mengaktifkan storm."
Reygo membuka kaca jendela dan berteriak dari dalam mobil.
Dalam hitungan detik, Marlo dan Jo hampir berhasil memukul Daffin tanpa ampun. Bahkan Jo sudah mengambil senjata laras panjang dari balik bajunya.
Daffin melafadzkan do'a apa saja yang ia ingat. Saat ini ia seperti tengah terbangun dari mimpi buruk yang panjang. Berulang kali ia membaca ta'awudz.
"A'udzubillahi minas syaithoonirrajiim.
Yang Daffin ingat saat ini adalah tausiah dari Ustadz Salman pagi tadi, sebelum mereka berangkat dari pondok.
"Paradoks dalam Islam adalah berapa banyak peristiwa dimana Allah memenangkan segolongan yang lemah tatkala menghadapi segolongan yang kuat. Lihatlah pelajaran tatkala pasukan bergajah Abrahah dikalahkan oleh serombongan burung Ababil yang kecil. Mereka kalah oleh sijjil batu panas dari api neraka yang menghancurkan seperti ulat memakan daun. Sungguh amat mudah bagi Allah untuk mengerahkan bala bantuan bagi hamba-hambaNya yang shalih."
Daffin berdo'a dalam hati, "Ya Rabb, mungkin amalan kebaikanku saat ini belum cukup untuk memperoleh bantuanmu. Namun dengan rendah hati aku memohon. Ampunilah dosa-dosaku, berilah aku pertolongan dari sisi-Mu dengan semua kebaikan yang pernah aku miliki."
KAMU SEDANG MEMBACA
MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST
RomanceKetika semesta mempertemukan dua insan yang berbeda suhu. Ghafi Altamis dan Sabira. Akankah suhu dingin Mount Everest mencair ketika bertemu suhu yang hangat. Ini bukan hanya cerita mengenai dua orang yang saling mencintai namun harus menghadapi ba...