PART 55

12.8K 1.1K 214
                                        

Assalaamu'alaikum,

Terima kasih untuk antusiasme teman-teman membaca cerita ini. (Ummi ge-er ya), merasa banyak yang baca. 🤣🤣

Izinkan Ummi mengingatkan lagi, cerita ini hanya "FIKSI" semata dengan genre religi-romance.

Kalau ada adegan atau alur cerita yang "tidak masuk akal", anggap saja itu bagian dari imajinasi penulis. 😊

Silahkan memberi komentar dengan bahasa yang santun. ❤

Jangan serius-serius bacanya, biar nggak tegang. 😄😄

***




Jam 06.45

Daffin, Ghafi dan Alvan sudah turun dari mobil. Di seberang mereka, terlihat bangunan megah tujuh lantai seperti layaknya proyek yang terbengkalai. Pagar tinggi dari bahan seng, tampak menutupi bagian depan gedung.

Daffin melepas kacamata anti matahari yang ia kenakan. Menutupi sebagian wajah campuran Mediterania dari jalur Kakek Daffin dan juga Ghafi.

"Daf, Lo ngapain pakai kacamata? Masih pagi juga, belum ada sinar matahari." Alvan nyengir sambil mengomentari penampilan Daffin.

"Itu yang gue suka dari Daffin. Meskipun dia melakukan hal yang nggak biasa, tapi tetap percaya diri."

Igo menyusul turun dari mobil, memuji Daffin. Komentar calon ipar memang beda.

Sebelum Daffin berangkat menyusul Ghafi, sempat terjadi drama di rumah Igo.

Apalagi kalau bukan Qonita, adik bungsu Igo yang menangis, ketika Daffin datang menjemput abangnya.

"Go, gue kasihan sama Qoni. Udah nggak apa-apa, gue berangkat sendiri. Lo bisa mantau dari rumah. Gue malah kepikiran kalau Qoni sendirian di rumah." Daffin berbisik ketika Igo meminta adiknya bangun hanya untuk membuatkan minuman.

"Cie, bisa peduli juga Lo sama adik gue."

Igo terus saja menggoda Daffin yang bertamu jam 05.30 pagi.

Ketika Qonita datang membawa teh hangat, wajah gadis itu tidak tersenyum sama sekali. Berbeda 180 derajat dengan foto yang pernah dikirim Igo dan kini tersimpan di folder khusus galeri ponsel milik Daffin.

Daffin hampir tidak berkedip memandang wajah Qonita. Kenapa dia baru sadar Qoni jauh lebih manis dari yang ia duga. Nggak senyum saja sudah mengandung gula-gula.

Kemana saja ia selama ini?

Apakah mungkin rasa cintanya pada Alana, telah menutup mata hatinya dari wanita lain?

Igo sedang berganti pakaian di kamar dan menyiapkan peralatan IT yang akan ia bawa.

Sementara, suasana ruang tamu menjadi sedikit panas antara Daffin dan Qonita.

"Bisa nggak, Mas Daffin nggak usah ajak Bang Igo pergi? Saya nggak mau abang saya kenapa-napa."

Kedua mata Qonita mulai berkabut.

Sungguh Daffin tidak tega melihat gadis itu mulai berkaca-kaca.

"Kalau saya yang kenapa-napa, kamu memangnya nggak apa-apa?"

Daffin memancing rasa ingin tahu, seberapa besar perasaan Qonita untuknya.

"Memangnya Mas Daffin siapanya saya? Saya nggak merasa kita ada hubungan lebih dari teman."

MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang