RS Keluarga Medika
Jam 14.00
Jemari lembut milik wanita paruh baya, mengusap jemari pria bernama Afif Akhtar.
Pun begitu pula ayah dari pria itu. Mereka bertiga menunggu panggilan masuk ke poliklinik eksekutif.
Inilah kenyataan yang sebenarnya. Sesak napas karena pembengkakan jantung yang dialami Afif, mulai kambuh tiga bulan lalu.
Kesibukan mengurus pasien di puskesmas dan kunjungan ke rumah-rumah warga, seringkali membuat Afif lupa minum obat rutin.
"Semuanya akan baik-baik saja, Nak."
Mama berusaha menenangkan.
Hanya tinggal mereka bertiga di dalam ruang tunggu pasien, karena dokter Abyaz praktek sesuai perjanjian.
"Pa, Ma. Kalau terapi kali ini berhasil dan Afif sembuh. Seperti yang semalam kita bicarakan di rumah, Afif ingin melamar Sabira."
Mama dan Papa terdiam sejenak.
"Insya Allah kamu akan sembuh. Jujur Mama belum tahu siapa itu Sabira. Beri Mama waktu untuk mengenal dia. Mama ingin kamu mendapat pendamping perempuan yang baik. Bukan hanya perempuan yang kamu sukai. Kita sudah membicarakan hal ini panjang lebar 'kan, semalam?"
Ingatan Afif melayang ke pertemuan keluarga semalam. Ia memberanikan diri mengutarakan keinginannya untuk menikah.
Sejak bertemu kembali dengan Sabira, Afif merasa itu bukanlah suatu kebetulan.
Diani, adiknya benar-benar menyadarkan dirinya. Bahwa ia memang harus memperjuangkan Sabira.
Ia sengaja pergi menjauh dari gadis itu selama hampir dua tahun. Agar ia bisa menenangkan pikiran dan bisa menjaga hati.
Selama merantau menjadi dokter di pedalaman, ia mengumpulkan uang. Tidak hanya untuk biaya sekolah, tapi juga untuk persiapan menikah.
Entah kenapa sampai saat ini hatinya masih saja terpaut pada Sabira. Gadis baik hati yang kini telah berhijrah. Afif terkejut ketika kemarin ia bertemu kembali dengan Sabira.
Gadis itu mengenakan hijab berwarna abu-abu dan baju gamis. Afif tidak pernah merasakan hal ini setelah bertahun-tahun.
Di matanya, Sabira tetap sama seperti dulu. Bedanya kini Sabira lebih dewasa, bertambah cantik, menarik dan ceria. Sudah lama mereka tidak bertemu, tapi ternyata rasa itu tidak pernah padam.
Selama bertugas di daerah, Afif pernah dikenalkan dengan putri Kepala Desa yang juga seorang dokter. Sang petinggi berharap Afif dapat menetap disana membangun desa.
Tapi separuh hati Afif telah tertinggal di Jakarta. Sekuat apa pun ia berusaha melupakan Sabira, karena khawatir tidak mampu menjaga hati. Tapi selalu saja hatinya tertuju pada gadis itu.
Bila ia sedang lelah bekerja, diam-diam ia akan membuka foto saat gadis itu menjadi panitia acara bazaar Ramadhan.
Itu adalah satu-satunya foto yang Afif punya. Selembar foto lusuh yang ia simpan di galeri ponsel miliknya. Itu adalah saat pertama kali Sabira berhijab.
Tidak dapat dibayangkan betapa bahagianya Afif ketika melihat Sabira akhirnya memakai pakaian takwa. Gadis itu semakin tampak istimewa di matanya.
Hingga ia menyadari, rasa kagum di hati kemudian berubah menjadi rasa suka. Rasa suka berkembang menjadi cinta. Bahkan setelah ia lulus SMA, Sabira juga mengikuti jejaknya kuliah di kampus dan jurusan yang sama.
Afif kembali berjuang mengalahkan perasaannya. Setiap kali bertemu Sabira di kampus, ia berusaha menghindar. Ia hanya membutuhkan waktu yang tepat, untuk mengungkapkan isi hatinya pada Sabira.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST
RomanceKetika semesta mempertemukan dua insan yang berbeda suhu. Ghafi Altamis dan Sabira. Akankah suhu dingin Mount Everest mencair ketika bertemu suhu yang hangat. Ini bukan hanya cerita mengenai dua orang yang saling mencintai namun harus menghadapi ba...