PART 25

26.6K 1.9K 167
                                    


Warning, mature content 🔥🔥🔥

Hanya boleh dilakukan oleh pasangan halal ya. 😊

Apartemen Emerald

Hampir saja Ghafi dan Rara terlambat shalat Ashar karena asyik berduaan di balik selimut. Sadar sudah hampir jam empat sore, keduanya lalu turun dari tempat tidur. Berkejaran ke kamar mandi, berebut air kran untuk berwudhu.

Sesekali candaan suami istri terlontar di antara keduanya.

"Sayang, kasihan tuh bath tub bertahun-tahun nganggur."

Ghafi menunjuk ke arah bath tub yang ditaburi bunga mawar.

"Memangnya Mas nggak pernah mandi disana?" Rara memandang ke arah bath tub.

"Kebiasaan mandi di shower biar praktis, Ra. Kelamaan berendam di bath tub bikin masuk angin. Tapi kalau sama istri, kayaknya nggak bakal masuk angin sih."

Ghafi mengerling nakal.

"Mas lagi ngode Rara ya? Mau mandi bareng?"

Wajah polos Rara, membuat Ghafi selalu ingin mencium pipi istrinya.

"Ya habis, yang dikode nggak peka-peka."

"Memangnya kalau mandi bareng itu ngapain aja Mas, aktivitasnya?"

"Main sabun, Ra." Jawaban Ghafi mengandung sedikit kekesalan.

Cup.

"Gantian wudhunya. Rara duluan ya, daripada Mas batal lagi."

Ghafi mencium Rara dan akhirnya Rara harus wudhu dua kali.

Cuti menikah satu minggu terasa kurang bagi Ghafi. Rasanya ingin berduaan terus dengan Rara yang 'agak lambat' untuk urusan keintiman suami istri.

Wajar sih, Raranya tidak pernah mengenal dunia laki-laki. Sekalinya jatuh cinta selama bertahun-tahun dengan lelaki lain, pada akhirnya Rara memilih Ghafi.

Ghafi bersyukur, ia tidak pernah menyerah untuk berjuang. Ia tidak pernah memaksakan, kalau pada akhirnya hati Rara tidak terarah padanya. Semua sudah lama ia ikhlaskan kemana hati Rara akan tertuju.

Mungkin di titik keikhlasan itulah, Allah menggerakkan hati Rara untuk menerima lamaran Ghafi. Ia telah menjadi saksi di saat titik terlemah gadis itu. Ia hadir dan ada untuk menjaga Rara, supaya tidak larut dalam kesedihan.

Setelah shalat Ashar, keduanya berdo'a bersama. Menjadi imam shalat untuk istrinya, menimbulkan gemuruh di dada Ghafi. Dulu ia tidak pernah membayangkan, begini bahagianya shalat bersama istri.

Shalatnya yang dulu berantakan, meski selalu lima waktu. Kini tidak terlambat seperti dulu. Kecuali yang tadi itu. Hampir saja ia kebablasan kalau sudah berduaan dengan Rara. Di kala sedang asyik bermesraan, Rara mengingatkan kalau mereka belum shalat Ashar.

Bahkan hal sekecil apa pun, bisa jadi aktivitas menyenangkan bersama Rara. Selesai berdo'a, Rara mencium takzim punggung tangan suaminya. Ghafi pun menangkup wajah Rara dan mengecup kening istrinya.

Tiba-tiba terdengar suara perut Rara berbunyi. Ghafi tersenyum simpul.

"Istri Mas lapar ya?"

"Hehe... iya, maaf ya Mas. Rara makannya banyak. Kalau lapar, perutnya suka bunyi."

Ghafi mengacak surai indah milik Rara, setelah istrinya melepaskan mukena.

"Rara sudah rapi belum Mas, ngelipat mukenanya?"

Ghafi tertawa karena ia seperti seorang guru yang harus menilai kerapihan muridnya.

"Mas tuh nggak freak kerapihan, Ra. Sudah kebiasaan semua anak Mama dan Papa mandiri dari kecil. Jadi kalau kami taruh barang nggak pada tempatnya, kami juga yang susah cari pas lagi dibutuhkan."

MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang