Kenalkan namaku Davina Camelia Sanders atau sering di sebut Davina Sanders ( tapi kalian bisa memanggilku Davin ). Tahun ini aku memasuki usia 25 tahun, usia yang kata orang matang untuk membina rumah tangga. Tapi secara pribadi aku tidak begitu setuju dengan gagasan itu, karena bagiku menikah tidak bisa di sangkut pautkan dengan usia. Menikah itu mengenai kesiapan, kesiapan untuk berbagi privasi dan kesiapan untuk menyerahkan seluruh hidup kita kepada orang lain. Apalagi di zaman modern seperti ini, menikah di usia muda bukanlah sebuah keharusan. Tidak seperti di era 90an, dimana wanita lajang yang sudah memasuki usia 22 tahun akan di anggap sebagai perawan tua. Sementara untuk sekarang, di zaman yang kata orang emansipasi perempuan seorang wanita bisa menikah bahkan saat usianya sudah memasuki angka 30an. Mengejutkan bukan? Tapi memang begitulah adanya, karena kebanyakan dari mereka lebih ingin mengejar karir dari pada harus bergelut dengan kehidupan rumah tangga dan mengurus anak. Sementara aku sendiri tidak menutup kemungkinan untuk menikah akhir tahun ini ataupun awal tahun depan, tergantung dari kesiapan kami berdua, kesiapan ku dan Azka.
Ah Azka, menyebut namanya saja sudah membuat pangkal pahaku berdenyut mendambakan sentuhannya. Apalagi jika saat ini pria itu berdiri di hadapanku tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuh kokohnya, aku bersumpah akan membuat dirinya mangkir dari beberapa metting penting yang sudah di jadwalkan oleh Julia ( Asisten Pribadinya ) hingga malam nanti dan membuat perempuan cantik itu menekuk wajahnya hingga lusa. Membayangkannya saja sudah membuat hatiku senang bukan kepalang apa lagi jika itu benar – benar terjadi, maka aku tidak akan sabar untuk melihat wajah konyolnya itu.
" Membayangkan sesuatu yang menyengangkan Nona Sanders."
Ah dia ada disini rupanya, bersandar pada daun pintu dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Nampak santai dan selalu terkontrol, seperti biasanya. Namun satu hal yang tidak bisa dia tutupi, gairah yang terlihat jelas dari sorot matanya. Kena kau Azka...
" Hmmm..." Gumamku menatapnya dengan tatapan mengoda. " Aku sedang membayangkan kalau lidah panasmu sedang bergerak liar diatas pangkal pahaku sayang." Lanjutku dengan membuka lebar kedua pahaku, memberikan akses agar matanya bisa menatap sesuatu yang mulai lembab dari balik G- Sring favoritku.
Selesai melipat lengan kemejanya hingga siku, dia melangkah dengan tatapan yang luar biasa mengoda ke arahku, membuat sesuatu di bawah sana semakin berkedut dan menginginkan sesuatu yang lebih.
" Sayangnya aku sedang tidak ingin terburu – buru sayang." Bisiknya di antara kedua pahaku. Menggelamkan kepalanya di pusat kewanitaanku.
Memejamkan mataku, aku menikmati setiap hembusan napasnya yang mampu mengirimkan gelenjar kenikmatan di tubuhku.
" Ahh sayang." Tanpa rasa malu aku mendesah keras ketika pangkal hidungnya membelai kulit pahaku bagian dalam. Gerakan seduktif yang membuat mulutku tidak bisa berhenti untuk mendesah. Ini benar – benar luar bisa, bagaimana mungkin setiap jengkal tubuhnya mampu membuatku begitu mendambakan sentuhannya.
Tanpa menghentikan gerakannya, dia sedikit mendongakan kepalanya untuk menatapku yang sudah berselimut gairah. " Kenapa sayang? Kau menginginkan sesuatu?"
Seperti melihat seringaian licik dari nada bicaranya¸ aku melingkarkan kedua kakiku di bahunya lalu mengangkat pinggulku dan mengesekkan di wajahnya dengan gerakan kasar. Damn aku menginginkan lidahnya, sekarang! Di pusat kewanitaanku!
" Kau paling tahu apa yang aku inginkan sekarang tuan Kulkov." Desahku parau. Aku memejamkan mataku sejenak lalu membukanya kembali dan itu kulakukan secara berulang seiring kenikmatan yang ku dapatkan ketika dia meniup daerah sensitifku dengan sengaja.
" Tidak bisa secepat itu nona, setidaknya kau harus bertanggung jawab karena sudah membuatku seperti pria bodoh di tengah meeting tadi." Katanya sembari mengerakkan jemarinya dengan liar dari balik G-stringku.
Ah aku ingat sekarang, sekitar satu jam yang lalu aku sempat mengirimi dia fotoku yang hanya mengenakan Lingerie Merah yang sangat transparan dan mengirimi dia kata – kata nakal, sarat akan ajakan bercinta, dan sekarang dia disini untuk balas dendam padaku.
" Bagaimana dengan ini?" Tanyaku sembari melepas ikatan jubah mandi yang ku gunakan, membuat tubuh setengah telanjangku terpampang di hadapannya.
Untuk sesaat dia nampak tertegun begitu menatapku namun beberapa detik kemudian dia sudah bisa mengontrol dirinya kembali, bersikap santai seolah – olah tidak terpengaruh dengan apa yang tengah aku lakukan.
" Pendirianku masih sama Nona, sudah lama kita tidak bermain – main seperti ini."
Tubuhku langsung mengejang hebat saat kurasakan jemarinya yang panas menelusup masuk ke dalam Gstringku dan berhenti di pusat kewanitaanku. " Aku akan membuat kau memohon untuk ku tiduri sayang." Lanjutnya sembari jemarinya bermain di daerah paling sensitif yang ada di tubuhku.
Dia begitu ahli untuk membuat mulutku tidak bisa berhenti mendesah saat menikmati sentuhannya. Dia mengerakkan jemarinya memutar dengan sedikit menekan pada klitorisku, sementara tangannya yang kosong dia gunakan untuk menangkup payudaraku, meremasnya dengan lembut.
" Tidak semudah itu untuk membuatku memohon sayang." Kataku, masih berusaha menyombongkan diri walaupun pada kenyataannya tubuhku mulai bergetar seiring iramanya yang semakin liar.
Dia membenamkan wajahnya di kewanitaanku lalu dengan sengaja lidahnya menelusup masuk dan membuat gerakan memutar disana membuat tubuhku semakin menegang.
Aku mendongakkan kepalaku saat kurasakan puncak kenikmatan itu akan segera ku kecap. " Aku menyerah."kataku dengan nafas terengah.
Dia mendongakkan kepalanya, menatapku sembari tersenyum licik. " Aku tidak dengar Sayang, katakan dengan jelas."
Dia menangkup payudaraku dengan mulutnya, memainkan lidah panasnya di pucuk payudaraku.
" Tiduri aku dengan keras sayang." Aku mengapai rambutnya dan meremasnya pelan, mencoba melampiaskan hastratku yang kian menggebu. " Kumohon."
Dia tersenyum penuh kemenangan. " Dengan senang hati nona Sanders."
Ada perasaan tidak rela saat tubuhnya beranjak dari tubuhku namun sedetik kemudian perasaan itu di gantikan oleh euforia saat aku menatapnya tengah melepaskan satu persatu kancing kemejanya hingga beberapa menit kemudian aku bisa menikmati pemandangan indah berupa pahatan tubuh kokohnya yang sempurna.
" Tergoda untuk menyentuhnya?" Godanya saat mendapati mataku menatap lapar pada dada bidang berototnya. Yeah kau benar, aku tergoda untuk meninggalkan tanda percintaan kita kali ini disana.
" Aku begitu tergoda untuk merasakan dirimu di dalamku sayang." Kataku tanpa malu.
Dia menyeringai sembari melepaskan celananya dan terpampanglah miliknya yang telah mengeras sekeras batu. " Kau begitu tidak sabaran." Ejeknya, dengan sengaja dia mengesekkan kejantannannya pada bibir kewanitaanku dengan gerakan yang sangat mengoda, membuat tubuhku mengeliat menginginkan dirinya di dalam diriku seutuhnya.
" Please tiduri aku, SEKARANG."
Dan detik itu juga miliknya menerobos masuk kedalam tubuhku dalam satu kali hentakan, tak urung membuat mulutku setengah memekik karena terkejut.
Dia mulai menggerakkan pinggulnya secara perlahan, membuatku bisa merasakan miliknya yang terasa penuh di dalam tubuhku.
" Milikmu begitu mengagumkan." Selesai mengucapkan kata itu, aku di kejutkan oleh hentakan pinggulnya yang begitu keras menghujam tubuhku dan aku menikmati itu.
* * *
Aku terbangun ketika kurasakan ponselku berdering di atas nakas, lalu dengan malas aku meraih benda berbentuk persegi panjang itu dan melihat ada sebuah pesan masuk dari salah satu rekanku di Rumah Singgah yang memberitahu bahwa kami para relawan di tempat tersebut mendapat undangan makan malam oleh salah satu Donatur terbesar di mana tempat aku bekerja selama ini.
Setelah membalas pesan itu seperlunya, aku meletakkan benda pintar itu ke tempat semula lalu membalikkan tubuhku untuk menatap seseorang yang tengah terlelap di sampingku namun ketika aku tidak mendapati seorangpun tidur di sampingku, sebuah pertanyaan muncul di dalam kepalaku. Kemana perginya pria itu setelah menghabiskan 10 Sesi percintaan panas hingga membuat tubuhku remuk redam seperti ini.
Dengan cepat aku mengenakan kemeja putih miliknya yang masih teronggok di lantai.
" Azka..." Seruku memanggil namanya, beberapa kali aku memanggil namanya namun tetap tidak membuahkan hasil, hingga akhirnya aku memutuskan untuk mencarinya ke luar kamar. Barang kali dia tengah menonton televisi.
Namun begitu aku berada di ruang tamu ( yang kebetulan menjadi satu dengan ruang nonton tivi ) aku mendapatinya tengah mengancingkan kemeja semi formalnya sembari sibuk dengan seseorang yang ada di telepon.
" Iya sebentar lagi aku berangkat... hmm sampai bertemu di sana." Ujarnya mengakhiri saluran telepon dengan seseorang diseberang sana.
" Kau mau pergi Azka?"
Aku berdiri beberapa meter darinya, sengaja membuat jarak karena kondisiku yang belum mandi semenjak sesi percintaan kami selesai 2 jam yang lalu.
Dia menoleh, dan sedikit terkejut begitu melihatku berdiri beberapa meter darinya. Namun beberapa detik kemudian dia sudah bisa menormalkan kembali ekspresinya.
" Aku ada pertemuan dengan Client." Ujarnya singkat.
Aku mengangguk mengerti. " Malam ini kau tidak menginap lagi?"
" Ada pekerjaan yang harus segera ku selesaikan."
Kekecewaan langsung menyelinap masuk kedalam hatiku begitu menyadari kenyataan bahwa malam ini aku akan kembali melewati malam yang dingin seorang diri, tanpa dirinya yang berada di sisiku, memeluk tubuhku dengan sangat posesif. Terkadang ada sebagian diriku yang egois menginginkan dirinya untuk tetap tinggal, menghabiskan malam yang panjang tanpa seks. Namun bagaimanapun juga aku tidak bisa menuntutnya untuk selalu bersamaku, karena aku sadar dirinya bukan hanya milikku saja.
" Ya sudah kalo begitu." Kataku datar, mencoba menutupi kekecewaanku. Beranjak ke dapur, aku membuka kulkas dan menuangkan air dingin kedalam gelasku.
" Kau yang memesan ini?" Tanyaku begitu menyadari ada beberapa makanan di atas meja makan.
Dia mengangguk sembari menyusulku, menyandarkan tubuh kokohnya di meja makan.
" Aku baru sadar kau sedikit kurusan sekarang."
Kali ini giliranku yang mengangguk. " Maagku sempat kambuh kemarin."
" Lain kali perhatikan makanmu." Itu bukan permintaan tapi sebuah kalimat perintah yang harus di patuhi.
" Baiklah."
" Ya sudah aku berangkat dulu, sudah di tunggu Client." Katanya sembari meraih kunci mobilnya. " Oh ya ada kiriman paket, ada di kamar." Katanya sebelum benar – benar melenggang keluar tanpa melakukan sesuatu, mengucapkan salam perpisahan saja tidak.
Aku meghela napas panjang dan bergegas ke kamar, melihat paket yang di kirimkan oleh Nara, Salah satu sahabat terbaikku.
Heran melihat hubungan kami? Ya beginilah hubungan kami berdua, hubungan romantis kami hanya ada jika sedang berada di atas ranjang, tapi di luar urusan ranjang kami hanyalah seperti dua orang yang saling mengenal tanpa memiliki hubungan yang special. Bahkan pembicaraan yang kami lakukan beberpa menit yang lalu adalah pembicaraan terpanjang selama kami bersama, catat TERPANJANG di luar pembicaraan soal Sexs. Ironi memang, tapi memang inilah jalan yang sudah aku pilih. Jalan untuk tetap berada di samping Azka, pria yang sangat aku cintai.*****
Bersambung....Hallo semua...
Terima Kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca Cerita ini
perkenalken saya DHEVANDIERA, penulis baru di Watty..
ini cerita kedua saya yang saya coba untuk selesaikan..
mungkin udah ada yang familiar dengan saya atau tulisan ini, ya ini adalah versi Remake dari Fanfiction saya yang pernah saya publish di blog pribadi saya " Andante Story " dengan Judul TOUCH
Demikian di sampaikan, terima kasihSalam Hangat,
Dhe Vandiera
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN SCANDAL
RomanceSebagian bab di Private secara acak **** Satu hal yang aku tau, jika satu - satunya sumber kebahagiaanku adalah hidup bersama Azka. Pria yang berhasil menjungkir balikkan duniaku hanya karena sentuhannya yang memabukkan. Sentuhan yang selalu me...