***
Ini terlalu silau, cahayanya terlalu terang hingga membuat tidur nyenyakku sedikit terganggu. Aku menggeliat kemudian membuka mata perlahan. Menatap pemandangan luar yang tersaji lewat dinding kaca yang ada di hadapanku. Langit yang semalam terlihat begitu gelap dengan awan hitam menghiasi langit kini nampak begitu cerah dengan sekumpulan awan putih berarak di atas sana, begitu cantik jika di lihat dari tempatku berada.
"Penawaran dari mereka berapa?"
Aku membalikkan badanku begitu menyadari jika bukan hanya diriku sendiri yang berada di ruangan ini. Ada sosok lain yang sedang berdiri menatap pemandangan kota dari sisi berbeda dengan ponsel yang menempel di telinga. Nada suaranya terdengar begitu serius, aku tidak tau apa yang sedang dia bicarakan namun nampaknya apapun itu benar – benar sesuatu yang penting. Beberapa kali dia menghela napas panjang sambil memijat pangkal hidungnya.
"Seriously, apa mereka bercanda? Aku tidak akan ambil alih lahan itu jika penawaran mereka tidak masuk akal... Aku tidak peduli, persiapkan altenatif lain jika mereka tidak mau melepasnya... Tidak, tiga bulan yang lalu harganya tidak setinggi itu, sekarang mereka minta tiga kali lipat, mereka mau merampok?" geramnya di telepon.
Aku menggelengkan kepalaku sambil menatap punggung polosnya yang terlihat lebih tegang dari sebelumnya. Pria itu tidak banyak berubah. Dia mudah lepas kontrol jika sesuatu berjalan tidak sesuai dengan keinginanya.
"Penawaran dari kita sudah sangat manusiawi, harga yang ku ajukan bahkan lebih tinggi dari tempat lain, dan sekarang mereka minta tiga kali lipat. Yang benar saja!!" bentaknya di akhir kalimat. Sekali lagi Jackob menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Mencoba menahan emosi. "Harga dari kita tidak berubah, kalau mereka tidak mau melepasnya kau desain ulang. Besok pagi sudah harus ada di mejaku," ujarnya sebelum mengakhiri teleponnya.
Ketika pria itu membalikkan badannya dan mendapati diriku sedang asyik menatapnya, ekspresi wajahnya nampak terkejut namun sedetik kemudian senyum hangat terbit di bibirnya.
"Apakah aku menganggu tidurmu?" tanyanya, berjalan ke arahku.
Aku menggeleng pelan. "Di luar terlalu silau," bisikku dengan suara serak, khas bangun tidur.
Dia tersenyum kemudian menundukkan kepalanya untuk mencium bibirku beberapa kali. "Mau melanjutkan tidur? Aku akan tutup gordennya."
Sekali lagi aku menggeleng sambil menaikkan selimut hingga batas leher. Aku masih sangat mengantuk sebenarnya namun sayangnya aku tidak bisa melanjutkan tidurku. Ada jadwal meeting bulanan di kantorku pukul 10 nanti.
"Jam berapa sekarang?"
Pria itu tidak langsung menjawab, dia justru melihat layar ponselnya kemudian kembali menatapku. "Setengah sembilan pagi."
"Rachael sudah di antar ke sekolah?"
Jackob mengangguk pelan kemudian bergabung dengan diriku di atas ranjang.
"Sekali lagi ya?" bisiknya di telingaku.
Aku memutar bola mataku bosan. "Lima kali masih belum puas?"
Dia terkekeh, mencium bibirku dengan gemas. "Tidak ada kata puas jika itu denganmu sayang."
"Aku harus ke kantor. Ada meeting jam 10," gumamku, mati – matian menahan desahan agar tidak keluar dari mulutku ketika tangan kanannya membelai punggung polosku dengan gerakan menggoda. Ah aku membencinya.
"Kau bisa menganti waktunya, after lunch mungkin."
Aku menggeleng keras, mencoba untuk menolak godaannya. Ini tidak bisa di biarkan, kalau aku menuruti permintaannya lagi bisa – bisa seharian kami akan bergumal di dalam kamar. Entah berapa permainan lagi yang bisa dia lakukan, tenaganya seperti tidak ada habisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN SCANDAL
RomanceSebagian bab di Private secara acak **** Satu hal yang aku tau, jika satu - satunya sumber kebahagiaanku adalah hidup bersama Azka. Pria yang berhasil menjungkir balikkan duniaku hanya karena sentuhannya yang memabukkan. Sentuhan yang selalu me...