BAB 4 A

28.9K 1.4K 43
                                    

Semburat warna orange di langit kota bandung langsung menyambut kami begitu mobil yang di kendarai Azka mulai meninggalkan area gedung wijaya kontruksi. Aku melirik jam yang melingkar di tangan kiriku, pukul setengah lima sore. Pantas saja badanku terasa remuk redam seperti ini, ternyata meeting hari ini berjalan lebih dari enam jam. Tentu bisa di bayangkan seperti apa jalannya meeting yang melelahkan itu. Tapi walaupun begitu, aku cukup lega. Meeting berjalan lancar dengan menghasilkan beberapa ide tambahan untuk menyempurnakan desain rancangan Azka. Semuanya seolah berlomba - lomba untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka di depan Sang CEO. Terlepas dari insiden di awal meeting, Azka adalah sosok pemimpin yang sangat menghargai setiap masukan yang di berikan oleh bawahannya, setiap ide yang di berikan bawahan dia terima dengan positif namun bukan berarti dia lembek. Dia sangat tegas, disiplin, perfectionis, berwibawa dan sangat di segani oleh Claint – claintanya.

" Kamu boleh menjadi macan di hadapan kompetitormu, tapi jadilah kucing manis di hadapan karyawanmu. Ciptakan suasana nyaman di kantor, karena ide seringkali muncul di tengah – tengah suasana nyaman yang kita ciptakan. Jangan anggap karyawanmu bawahan, tapi anggaplah mereka sebagai rekan kerja. Karena merekalah ujung tombak kita, perusahaan tidak akan bisa sebesar ini jika kita tidak memiliki karyawan yang berloyalitas tinggi terhadap perusahaan. Dan pada intinya kita harus tau, kapan kita harus bersikap tegas dan kapan kita bersifat sedikit mlunak. Pintar – pintar menempatkan diri."

Itu kata Azka beberapa bulan yang lalu, ketika kami tengah menikmati suasana malam dengan di temani coklat panas di beranda apartemenku. Aku mengangguk setuju kala itu, suasana kantorlah yang menentukan maju atau tidaknya perusahaan itu sendiri. Namun di satu sisi terkadang aku masih tidak percaya, jika sosok yang aku kenal dingin dan kaku ini bisa bersikap ' bersahabat ' ke karyawannya. Ya Azka seperti dua mata koin yang saling bertolak belakang tapi mereka satu.

" Davina." Suara berat Azka membuatku tergugu ( kaget lebih tepatnya ), aku menoleh dan mendapati dirinya tengah menatapku dengan intens.

" Ia, kenapa Ka?" Tanyaku dengan mengerutkan kening, bingung dengan interupsi dadakannya.

Dia mendekat dan sedetik kemudian aku merasakan bibirnya di bibirku, mengecup singkat, " Dari tadi melamun terus." Katanya di bibirku. " Apa yang kau pikirkan?" Lanjutnya setelah menjauhkan tubuhnya dariku, kembali ke posisi semula, duduk tegak di atas bangku kemudi.

Aku tersenyum masam. " Banyak." Aku ku tanpa berniat untuk menutupi apa yang sejak tadi menganggu pikiranku.

" Katakan apa yang menganggu pikiranmu." Kata Azka, suaranya tenang tetap terkontrol.

Aku menghela napas panjang sembari meremas jemariku yang saling terkait. " Kamu dan semua sikapmu akhir – akhir ini." Pandanganku menerawang ke depan. Menatap jalanan yang mulai padat oleh kendraan dengan pandangan kosong.

" Katakan dengan jelas Davina, jangan bertele - tele." Tegurnya.

" Sikapmu banyak berubah akhir – akhir ini dan itu cukup membuatku bingung. Bingung untuk menentukan mana sifatmu yang sebenarnya. Kamu yang dua hari ini bersama ku atau kamu yang selama dua tahun ini bersamaku." Hati kecilku bersorak penuh kegembiraan ketika kalimat itu akhirnya keluar dari mulutku. Seolah tidak mempedulikan betapa jantung ini akan meloncat dari tempatnya.

Aku manarik napas panjang, duduk gelisah dengan jantung berdebar sembari menatapnya melalui ekor mataku. Namun dia hanya diam, tidak menunjukkan reaksi apapun.

" Kau tidak suka?" Tanyanya setelah sepuluh menit berlalu dalam keheningan.

Aku menggeleng cepat sebagai jawaban. " Tentu aku suka. Semua yang kamu lakukan dua hari ini benar – benar membuatku bahagia ( kecuali kejadian setelah dari butik ). Namun di satu sisi aku mulai sadar, kau sudah tahu banyak tentang aku bahkan kamu tau latar belakang pendidikan ku, sebuah fakta yang sengaja aku tutup rapat. Sementara aku? Aku hanya tau 4 hal tentang kamu, Azka Abraham Kulkov, Kulkov Grup, Darmawangsa Apartemen dan seorang pria yang hebat di atas ranjang. Selain itu? Aku buta, aku sama sekali tidak tau apa – apa tentang kamu seolah – olah aku berjalan di tengah kegelapan." Aku menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Pandanganku masih menerawang ke depan, mengumpulkan setiap kenangan tentang kebersamaan kami selama dua tahun ini yang masih tersimpan rapi di dalam memoriku.

FORBIDDEN SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang