***
"Mbak Davin yakin tidak mau ke dokter?" tanya Debby entah sudah keberapa kalinya sejak sepuluh menit yang lalu.
Aku menggeleng sebagai jawaban. Bukan dokter yang ku butuhkan saat ini, ini bukan luka parah dan aku masih bisa pergi nanti setelah semuanya selesai. Karena satu – satunya yang ku butuhkan saat ini adalah ketenangan untuk berpikir. Oh sial, aku benar – benar kalut sekarang. Pikiranku mendadak penuh, kebingungan dan ketakutan seolah sedang berkonspirasi untuk mencekikku. Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan? Bagaimana ini, Azka sudah mengetahui semuanya. Apa yang akan di lakukan pria itu setelah ini aku benar – benar tidak bisa menduganya. Apakah dia akan murka atas ketidak jujuranku? Oh tidak, itu harapan yang terlalu tinggi. Pria itu tidak pernah ingin aku mengandung benih darinya. Pria itu selalu mengingatkanku untuk tidak lupa meminum pillku.
'Tapi terakhir kali kalian bersama pria itu ingin kau hamil Davina, itu artinya dia ingin kau mengandung benihnya, jangan menutup matamu,' hati kecilku mengingatkan dengan marah tapi aku menggeleng dengan keras kepala. Itu pasti hanya akal – akalannya saja, ya itu pasti.
"Tapi darahnya tidak mau berhenti mbak," lagi suara Debby kembali terdengar dengan begitu lirih.
Aku menghela napas panjang sambil menatap telapak tangan kiriku yang sudah di perban dengan peralatan seadaanya oleh Debby, dan berita buruknya darah itu benar – benar tidak mau berhenti mengalir. Membuat kain kasa yang semula berwarna putih berubah menjadi merah.
"Kita ke rumah sakit sekarang," desis Jackob dengan ekpresi paling datar yang belum pernah ku liat sebelumnya. Langkah kakinya lebar – lebar, membuatku kesulitan untuk mengimbangi jalannya. Beberapa kali hidungku bahkan harus beradu dengan punggungnya saat keadaan di luar cukup padat oleh lalu lalang manusia karena bertepatan dengan jam makan siang.
"Jack," lirih aku memanggil namanya. Kepalaku mengedar ke segala arah, mencari sosok pria yang sedari tadi mengisi benakku. Tapi dia tidak ada disini, aku tidak menemukan keberadaannya. Tanpa sadar hati kecilku mendesah kecewa, 'Apa yang kau harapkan bodoh,' rutukku dalam hati.
"Azka sudah ku suruh pergi, kalian harus menenangkan pikiran kalian terlebih dahulu baru setelah itu bicara," ujar Jackob seolah bisa membaca pikiranku.
***
"Davina," panggil Jackob dengan suara tertahan. "Ini sudah lebih dari sepuluh menit dan kau masih belum ingin berbicara, haruskah kita kembali ke tempat dokter Sarah?"
Aku menggeleng, menolah usulannya. "Jangan bawa aku kesana, tempat itu mengerikan."
Aku tidak bohong, tempat itu begitu mengerikan setidaknya untukku. Disana aku seperti di telanjangi bulat – bulat. Entah bagaimana caranya wanita satu itu mampu memancing informasi yang selama ini aku simpan. Dan aku tidak suka pada fakta itu, aku tidak suka ketika ada orang asing yang mencoba mendekati diriku. Mengetahui terlalu banyak rahasia yang ku miliki.
"Baiklah kalau begitu ceritakan semuanya padaku tanpa ada yang kau tutup – tutupi lagi," pintanya sekali lagi.
Aku menghembuskan napas panjang kemudian menatap keluar jendela. Menatap sekerumunan anak kecil yang sedang bermain di taman kota.
"Oke aku rasa kau lebih membutuhkan dokter Sarah dari pada aku."
Aku menggeleng, menahan tangannya yang akan menyalakan mesin mobil. "Jangan Jack, aku mohon jangan."
Setelah diam beberapa saat aku memberanikan diri untuk menatap dirinya yang sedang duduk di kursi kemudi. "Apakah setelah aku menceritakan semuanya kau akan tetap menikahiku?"
Dia mengangguk mantap. "Tentu saja, aku tidak ada alasan untuk mundur."
Aku menghembuskan napas panjang kemudian mengeluarkan ponsel yang tersimpan dalam tasku. "Baiklah kau bisa keluar sekarang, aku akan mengirim voice note setelah ini."
"Kau tidak akan kabur kan?"
Aku menggeleng. "Kau tunggu di luar."
Jackob mengangguk paham kemudian membuka pintu yang ada di sampingnya. Ketika pria itu sudah duduk manis di depan penjual siomay dengan piring berisi makanan di tangannya aku segera membuka kunci yang ada di ponselku dan memulai semuanya.
"Lima tahun yang lalu ketika aku membuka mata satu – satunya orang yang ku kenal hanyalah Bastian O'Pry. Aku tidak tau apa yang terjadi pada diriku, aku tidak mengingat apapun. aku tidak mengenal siapa diriku. Ku pikir saat itu aku mengalami kecelakaan dan amnesia. Sebagai satu – satunya orang yang ku kenal, Bastian segalanya bagiku. Aku benar – benar bergantung pada dirinya, selama tiga tahun kami hidup bersama, melewati banyak hal bersama. Dia pria yang sangat baik, pria yang sangat bisa aku andalkan. Dia selalu ada setiap kali teror itu menghantuiku. Mimpi paling menjijikan yang pernah ku alami. Dia selalu ada untuk membantuku menghapus jejak pria bernama Jack yang hadir dalam mimpiku. Dia juga yang menanggung kebutuhan hidupku selama kami bersama hingga akhirnya badai itu datang dan memporak – porandakan semuanya. Ibunya datang padaku, memintaku untuk berhenti menjadi benalu dalam kehidupan anaknya. Kata – katanya begitu menyakitkan untukku hingga akhirnya aku memilih mengakhiri semuanya dan pergi."
Aku menjeda ucapanku, menghapus bulir air mata yang entah sejak kapan membasahi pipiku.
"Aku pergi ke Singapure, melakukan pekerjaan apapun untuk menyambung hidup. Tiga bulan kemudian aku bertemu dengan Azka di acara after party temanku. Jatuh cinta pada pandangan pertama, begitulah yang ku alami pada pria itu. Setelah basa – basi tidak penting, pria itu berhasil membawaku ke kamar hotel di salah satu hotel ternama di Singapura. Kami bercinta dengan begitu hebat, baru kali ini aku menemukan apa yang selama ini aku cari. Aku merasa cocok dengan Azka, kemudian aku menawarkan hubungan padanya. Hubungan saling menguntungkan antara pria dan wanita dewasa. Aku tau aku tolol karena sudah bertingkah dengan begitu murahan tapi aku tidak peduli. Asal aku bisa bersama Azka itu sudah cukup. Hari demi hari minggu demi minggu bulan demi bulan hubungan kami berjalan dengan begitu baik. Aku tidak bodoh, aku tau jika Azka masih bertemu dengan wanita lain di luar sana. Setidaknya sampai enam bulan pertama kebersamaan kami. selama enam bulan pertama itu aku tidak pernah mempermasalahkannya. Aku mencoba untuk mentolelir semua tingkah laku Azka di belakangku, selama setiap weekend dia datang ke tempatku aku anggap semuanya baik – baik saja. Bulan ketujuh aku menyadari perlahan sikap Azka berubah, dia tidak lagi bertemu dengan wanita lain tapi sikapnya juga ikut berubah. Dia semakin dingin padaku, tidak pernah sekalipun mengirimi aku pesan ataupun telepon terlebih dahulu untuk menanyakan kabarku. Rasanya begitu sakit, apalagi ketika mendapati dirinya langsung pergi setelah percintaan panas kami. Aku benar – benar merasa seperti pemuas nafsunya saja. Tapi aku menahan semuanya, sekali lagi degan pemikiran asal Azka masih bersamaku aku akan menahan semuanya. Aku benar – benar di butakan oleh cinta saat itu. Tidak terasa hubungan kami sudah hampir dua tahun, dan hubungan kami masih jalan di tempat. Tidak ada kemajuan berarti dan aku mulai merasakan ada yang berbeda. Aku merasa ada yang salah, dan ketika aku meminta perpisahan karena aku sudah terlalu lelah, pria itu menolak. Dia menggunakan Rachael untuk menahanku. Kenyataan bahwa dia sudah menemukan keberadaan Rachael membuatku tidak berdaya, aku kembali mengikuti permainannya. Aku pasrah asal aku bisa bertemu dengan anak yang baru ku ketahui keberadaannya. Rachael, buah cinta kita. Aku bisa bertemu lagi dengan anak kita juga berkat Azka. Aku tau itu dan aku tidak lupa. Aku kembali pada Azka dan aku kembali di mabuk cinta karena perlakuan pria itu padaku berubah 180 derajat. Aku merasa begitu di cintai, dia memperlakukanku dengan begitu baik. Aku tidak berpikir dua kali untuk menerimanya ketika pria itu memintaku untuk menikah dengannya. Aku begitu bahagia saat itu, aku bisa berkumpul dengan anakku kembali dan penantian dan semua pengorbananku selama dua tahun ini akhirnya terbayar. Tapi ternyata kebahagiaan yang rasakan tidak bertahan lama, Tuhan mengambil kembali apa yang sempat di titipkannya padaku. jujur saja saat itu aku antara senang dan sedih. aku sedih karena aku harus kehilangan buah cintaku dengan Azka tapi aku juga senang karena setidaknya anak itu tidak akan mengalami penolakan oleh ayah kandunganya sendiri. Pria itu tidak pernah ingin aku mengandung benih darinya. Pria itu selalu mengingatkanku untuk tidak lupa meminum pillku. kau bisa bayangkan Jack, betapa sakitnya mendapat penolakan dari orang yang paling kita sayangi? sakitnya luar biasa. belum sembuh dengan luka akibat kepergian janinku badai lain menerjang,bom waktu itu meledak dan meluluh lantahkan semuanya Jack. Dan kau tau pasti itu mengenai apa."
Menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, aku menekan tombol send voice noteku ke nomor whatsapp nya.
***
yey 2 bab menjelang ending.....
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN SCANDAL
RomanceSebagian bab di Private secara acak **** Satu hal yang aku tau, jika satu - satunya sumber kebahagiaanku adalah hidup bersama Azka. Pria yang berhasil menjungkir balikkan duniaku hanya karena sentuhannya yang memabukkan. Sentuhan yang selalu me...