BAB 27

10.5K 972 117
                                    

***

Aku sadar betul hampir dua puluh enam tahun aku hidup di dunia ini, aku hanya pernah beberapa kali berdoa kepada tuhan. Bahkan bisa di bilang tidak benar – benar berdoa karena aku hanya mengikuti mommy saat ibadah di hari – hari tertentu ketika aku masih kecil. Lalu sekarang masih bolehkah aku berdoa kepadamu setelah apa yang kulakukan selama ini, tuhan? Aku tau aku bukanlah hambamu yang taat. Aku tau aku bukan orang suci, aku hanyalah salah satu hambamu yang berlumur dosa. Aku bahkan lupa bagaimana caranya untuk beribadah kepadamu. Tapi akupun tau engkau lah zat yang maha pengasih dan maha penyayang. Tuhan, tolong izinkan aku memohon satuhal kepadamu. Janganlah engkau ambil Rachael dari sisiku. Izinkan aku untuk terus merawatnya, menjaganya, memeliharanya dengan kasih dan cinta yang besar hanya kepadanya. Izinkan aku untuk mengganti waktu – waktu yang telah hilang selama lima tahun ini. Aku mohon selamatkan Rachael Tuhan, janganlah engkau limpahkan kepadanya atas dosa – dosa kami kedua orang tuanya. Tolong dengarkan doa hambamu sekali ini saja. Izinkan Rachael untuk tetap bersamaku.

"Keluarga Rachael Amanda Adams." Aku menyudahi kegiatan apapun yang sedang kulakukan saat suara suster terdengar secara samar memanggilku. Beranjak dari duduk, aku menghampiri seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang ICU bersama dengan dua suster yang mendampinginya.

"Bagaimana anak saya dok?" tanyaku begitu berdiri di hadapannya. Jantungku berdebar tak karuan. Pepaduan antara rasa cemas, khawatir dan juga takut membuatku secara tidar sadar melafalkan doa dalam hati semoga bukan berita buruk yang akan ku dengar kali ini.

Wajah tuanya menampakkan seulas senyum tipis yang menenangkan.

"Syukurlah putri ibu sudah melewati masa kritisnya. Jika sampai tengah malam nanti kondisinya tidak mengalami penurunan lagi, kemungkinan besok pagi Rachael sudah bisa di pindahkan ke ruang rawat. Kita tunggu saja perkembangannya seperti apa."

Aku mengangguk, menghela napas lega.

"Tolong lakukan yang terbaik untuk putri saya dok."

Sekali lagi dokter Ibrahim ( nama dokter itu ) tersenyum kecil. "Itu sudah menjadi tugas saya," katanya sambil menyimpan stetoskop di saku jas kedokterannya. "Baiklah kalau begitu saya permisi dulu, mari ibu Davina pak Azka."

Azka mengangguk sambil membalas jabatan tangan dokter pribadinya. "Terima kasih dok. Maaf sudah menganggu waktu istirahat anda," ujarnya pelan. Sekali lagi aku merasa begitu bersyukur atas keberadaan Azka di sini, karena berkat dialah Rachael bisa di tangani secara langsung oleh dokter terbaik yang ada di rumah sakit ini.

"Santai saja," balas dokter Ibrahim, menepuk pundak Azka beberapa kali.

"Syukurlah non Rachaelnya sudah baik – baik saja, omma takut sekali tadi non," kata omma Luce ketika dokter Ibrahim sudah benar – benar pergi meninggalkan ruang ICU.

Aku mengangguk kemudian memeluk tubuh ringkih omma Luce dengan begitu erat. Mengumamkan kata 'terima kasih tuhan' berulang kali hingga tanpa sadar setetes air mata keluar dari pelupuk mataku. Sungguh ini bukanlah air mata kesedihan seperti yang terjadi satu jam yang lalu saat dokter menyatakan Rachael sedang dalam kondisi kritis setelah mengalami mimisan yang sulit untuk di hentikan. Melainkan ini adalah tangisan haru, karena tuhan masih berbaik hati kepadaku.

"Aku mengurus administrasi kamar inap Rachael dulu."

"Azka," panggilku ketika dia sampai di ujung pintu yang akan membawanya keluar dari ruang tunggu ICU. Pria itu menoleh kemudian menaikan sebelah alisnya saat mendapati aku hanya diam sambil menatap wajahnya tanpa berkedip.

"Kenapa?"

Aku tersenyum, senyum pertama yang ku tunjukan padanya. "Terima kasih. Aku berhutang nyawa padamu," kataku merujuk pada tindakannya setengah jam yang lalu saat dia dengan sukarela menyumbangkan darahnya untuk Rachael. Aku tidak tau apa yang akan terjadi jika tadi aku bersikeras untuk berangkat sendiri dan tidak ingin di antar Azka. Mungkin saat ini kondisi Rachael masih kritis atau bahkan lebih parah lagi. Dan aku pasti tidak akan memaafkan diriku sendiri.

FORBIDDEN SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang