***
Suasana mendadak hening, tak ada satupun dari kami yang mencoba untuk membuka suara. Aku memilih diam begitupun juga dengan Pria yang ada di hadapanku. Dia hanya diam, menatapku dengan kening berkerut. Ekspresinya berubah – ubah, membuatku secara tidak sadar bertanya – tanya tentang apa yang ada di kepalanya saat ini.
Situasi ini sangat berbeda jika aku bersama Azka ataupun Sebastian. Nyatanya hidup lama bersama Jackob tidak bisa menjadi jaminan bahwa aku bisa menebak jalan pikirannya. Dia terlalu misterius dengan cara berpikir yang berbeda, terkadang ekspresi dan perilakunya bisa menjadi sangat bertolak belakang.
"Bagaimana Jack, kau mau kan?" akhirnya aku mengalah, membiarkan diriku mencairkan suasana kaku yang terjadi di antara kami saat menyadari pria itu belum juga menunjukkan tanda – tanda bahwa dia akan mengeluarkan suara.
"Demi kebahagiaan Rachael," kataku sekali lagi.
Dia mendecakkan lidah kemudian membuang pandangannya keluar jendela. "Ku anggap kau sedang becan..."
"Tidak, aku serius!" potongku, terlalu cepat dari seharusnya. "Aku tidak pernah bercanda jika itu menyangkut kebahagiaan Rachael."
"Tapi tidak dengan cara seperti ini Camelia," desisnya tanpa menoleh kearahku. Dari nada bicaranya aku tau jika dia tengah menahan gejolak emosi di hatinya. Tangannya dengan erat mengenggam kemudi sementara rahangnya mengeras dengan gigi bergemeletuk.
Aku menghela napas panjang. Meremas ujung kemeja yang ku kenakan. "Lalu dengan cara seperti apa? Kau tidak tau kan seperti apa rasanya melihat sorot matanya mendadak meredub saat secara tidak sengaja dia melihat potret keluarga utuh di sekitarnya. Rasanya sakit sekali Jack."
"Aku tau Camelia," bentaknya dengan nada satu oktav lebih tinggi dari sebelumnya. "Aku tau rasanya seperti apa dan karena itulah alasan aku mempertemukan kalian. Sesempurna apapun aku menciptakan keluarga sempurna untuk Rachael, nyatanya itu tidak cukup untuk dia. Rachael tetap membutuhkan sosokmu sebagai ibu kandungnya."
Aku tersenyum, senyum meremehkan pada kata – katanya. "Kalau kau tau, kenapa kau menolak ajakanku untuk menikah?" tanyaku.
Dia menoleh cepat ke arahku. "Aku tidak bilang kalau aku menolak Camelia. Hanya saja...."
"Ya sudah secepatnya kita menikah," potongku sekali lagi.
Dahinya mengerut dalam. "Kau masih mencintaiku?"
Aku mendengus pelan. "Apakah itu penting?"
"Tentu saja karena aku hanya mau menikah sekali seumur hidup."
"Sekarang bukan waktu yang tepat untuk bersikap egois Jack. Saat ini bukan lagi tentang aku dan kau saja. Sekarang yang terpenting adalah Rachael, orang tua macam apa kita yang masih mementingkan kebahagiaan kita sendiri di banding kebahagiaan Rachael," kataku, berusaha untuk membuatnya mengerti situasi yang tengah kami hadapi saat ini. Aku tau ini adalah keputusan yang terlalu mendadak. Aku bisa mengerti keraguan yang terpancar dari sorot matanya, bagaimana juga aku mengajaknya menikah setelah rencana pernikahanku dengan Azka menjadi berantakan. Namun jika boleh jujur sebenarnya aku sempat meragukan rencana pernikahan ku dengan Azka setelah mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Apakah itu adalah keputusan terbijak, apakah dengan aku menikahi Azka aku tidak terlalu egois terhadap Rachael? Dan sekarang semua keraguanku itu telah terjawab dan inilah jalan terbaik yang terpikirkan olehku saat ini. Aku menikahi Jackob Adams, ayah biologis putri kecilku dan kami akan menjadi keluarga utuh untuk Rachael.
"Kau yakin mau menikah denganku?" tanya Jackob setelah diam cukup lama. Wajahnya tenang fokus memandang ke depan. "Karena aku tidak akan mengubah keputusan yang sudah ku ambil, apapun keadaannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN SCANDAL
RomanceSebagian bab di Private secara acak **** Satu hal yang aku tau, jika satu - satunya sumber kebahagiaanku adalah hidup bersama Azka. Pria yang berhasil menjungkir balikkan duniaku hanya karena sentuhannya yang memabukkan. Sentuhan yang selalu me...