***
Ada sebuah perasaan tak asing yang secara tiba – tiba menyelinap masuk ke dalam perasaanku, menembus ke dalam batas pertahanan yang baru saja ku bangun mana kala sorot matanya yang teduh itu menatapku. Rasa hangat, terlindungi dan entahlah, ini semacam rasa nyaman yang bahkan tak bisa lagi ku ungkapkan melalui kata – kata. Wanita paruh baya ini, wanita yang bahkan belum genap 20 menit ku kenal nyatanya berhasil menjungkir balikkan perasaanku hingga sedemikian rupa. Sulit di percaya memang, tapi aku juga tak menampik jika aku merasa familiar dengan wanita paruh baya ini. Seolah kehadirannya bukanlah hal baru dalam hidupku.
" Omma Luce mengenal Tante Davina?" Suaranya yang cempreng khas anak kecil menyadarkanku bahwa di tempat ini tidak hanya ada aku dan wanita paruh baya ini. Masih ada sosok lain yang kehadirannya menjadi alasan bagiku melakukan ini semua. Aku memalingkan wajahku sejenak, menatap sesosok malaikat kecil yang saat ini tengah menikmati semangkuk Es Krim Favoritnya.
" Makannya pelan – pelan sayang." Kataku sambil membersihkan sisa – sisa Es Krim yang menempel di sudut bibirnya.
Rachael tersenyum, menampakkan gigi putihnya yang berderet rapi. " Terima kasih tante Davina." Di masukkannya lagi satu sendok penuh es krim ke dalam mulutnya. Aku mengelengkan kepalaku, merasa sungguh takjub jika ternyata bocah yang duduk di sampingku ini adalah darah dagingku sendiri.
" Non Rachael inget kan kata Daddy? Non Rachael tidak boleh terlalu banyak makan Es krim."
Malaikat kecilku itu mencebikkan bibirnya, cemberut. " Omma Luce lama – lama kaya Daddy, Bawel." Katanya sebal. " Oh iya Omma Luce belum menjawab pertanyaan Rachael, omma Luce mengenal tante Davina?"
Wanita paruh baya yang di panggil omma lucy itu mengangguk kemudian menatapku, ada sorot kesedihan terpancar dari bola matanya.
" Iya non Rachael, omma mengenal Tante Davina."
Mata Rachael berbinar senang. " Wah ternyata kata ibu guru Rachael memang benar, dunia ini memang sempit."
" Non bisa kita bicara sebentar?" Bisik Omma Luce di telingaku. Aku berpikir sebentar, menimbang – nimbang tentang apa yang harus aku lakukan untuk saat ini karena tidak mungkin aku meninggalkan Rachael sendirian di meja ini. Sudah cukup sekali aku kehilangan Rachael sewaktu masih bayi, dan tidak akan pernah ada lagi untuk yang kedua kalinya.
" Kita tunggu Azka sebentar." Kataku pada akhirnya.
Wanita paruh baya itu menganggukan kepalanya patuh.
" Rachael kelas berapa sekarang?" Tanyaku, kembali mengalihkan perhatianku pada Rachael.
Dia diam, nampak berpikir sejenak. " TK Nol kecil tante." Jawabnya sambil menyengir kuda.
Aku mengangguk, mengusap rambutnya yang terasa lembut di tanganku. " Kenal sama Om Azka di mana?" Tanyaku kemudian, tak sanggup menutupi rasa penasaranku.
Lagi – lagi Rachael nampak diam, telunjuknya menempel di dagu dengan pandangan ke atas. Kentara sekali jika dia tengah berusaha menggali ingatannya bersama Azka.
" Di TK Tante." Hening sejenak, dan beberapa menit kemudian kesedihan itu terpancar dari sorot matanya yang nampak meredup. " Waktu itu Rachael sedang sedih tante, terus om Azka nyamperin Rachael sambil bawain Arum manis gedeee banget."
" Kenapa Rachael Sedih?" Lagi – lagi aku tak mampu menahan mulutku untuk kembali bertanya.
Dia tersenyum, senyum samar yang nampak begitu di paksakan. " Teman – teman Rachael suka ngatain kalau Rachael tidak punya Mommy, padahal kata Daddy Mommy Rachael kan sedang kerja di luar negeri. Tapi mereka semua tidak percaya, mereka bilang kalau Rachael itu pembohong. Jadinya Rachael sedih tante, tapi kata Daddy Rachael tidak boleh menangis, Rachael harus tangguh seperti mommy Rachael."
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN SCANDAL
RomanceSebagian bab di Private secara acak **** Satu hal yang aku tau, jika satu - satunya sumber kebahagiaanku adalah hidup bersama Azka. Pria yang berhasil menjungkir balikkan duniaku hanya karena sentuhannya yang memabukkan. Sentuhan yang selalu me...