BAB 7

23K 1.4K 30
                                    

                                                                                             ****

" Wow tempat tinggal yang sangat menggagumkan."

Kata Naraya saat kami memasuki penthouse mewah milik Azka yang berada di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pandangannya mengedar kesepenjuru ruangan. Mengamati setiap inch sudut yang ada di tempat ini dengan mulut yang tidak berhenti berdecak, mengekspresikan segala bentuk kekagumannya.

Aku mengelengkan kepalaku tak percaya sambil meletakkan tas, blazer dan beberapa barangku di sofa hitam yang ada di ruang keluarga kemudian bergegas ke dapur yang berada tak jauh dari tempatku berada, membuka isi kulkas yang sudah terisi penuh oleh beberapa botol minuman kaleng, sayur dan buah – buahan segar yang telah tertata dengan sedemikian rupa.

Ya tak bisa di pungkiri, apa yang di katakan Naraya memang benar adanya. Penthouse ini benar – benar mengagumkan. Dengan luas yang hampir sama dengan hunian rumah pada umumnya tempat ini di isi dengan berbagai macam furniture yang tak kalah mengagumkan, benda – benda elektronik yang super mahal, super canggih dan tentunya tidak ketinggalan jaman. Semua adalah keluaran terbaru di tahun ini. Dan aku sangat yakin, Azka mengeluarkan dana yang sangat fantastis untuk semua ini. Benar – benar menajubkan.

" Please Na, jangan bertingkah seperti orang udik yang baru pertama kali datang ke Jakarta." Komentarku pada tingkah lakunya yang cukup aneh di mataku, oh ayolah Narayapun bukan dari kalangan biasa. Keluarganya adalah pengusaha Real Estade sukses di beberapa negara di Asia, tentu bisa di bayangkan seperti apa kehidupan keluarga mereka dan sekarang gadis cerewet itu bertingkah seolah – olah dia baru saja melihat pemandangan mewah seperti ini. Sungguh mengelikan.

" Mau minum apa?" Tanyaku kemudian.

" Apapun Dav, apapun yang bisa di minum." Sahutnya cepat, tanpa mengalihkan pandangannya dari tumpukan buku yang tersusun rapi di rak yang berada di ujung ruangan.

Aku memutar bola mataku bosan sembari mengambil dua kaleng minuman ringan lalu menyerahkannya pada Naraya.

" Azka benar – benar bajingan kaya ternyata. Aku tidak menyangka kalau dia akan sekaya ini." Kata Naraya sambil membuka minuman kalengnya dan meneguknya perlahan. " Kau tau, buku – buku yang ada di sana harganya puluhan juta, dan itu semua limited edision Dav." Tangannya terulur ke arah rak buku yang menarik perhatiannya. " Benar – benar menajubkan." Lanjutnya sambil duduk di sampingku. Kepalanya masih mengedar ke sepenjuru ruangan.

Aku mengangguk sembari tersenyum kecil, senyum kaku yang tak bisa aku tutupi. " Ya dia bekerja dengan sangat baik." Kataku diplomatis. Tidak tau harus menjawab apa.

Naraya menoleh kearahku dengan sebelah alis terangkat.

" Aku mendengar nada tidak senang dalam suaramu nona Sanders." Retorik Naraya yang kini sudah mengalihkan perhatian sepenuhnya padaku.

Aku mengendikkan bahuku. " Entahlah Na, terkadang aku merasa bingung. Apa aku harus senang atau aku harus sedih dengan semua pencapaiannya ini."

" Kenapa bisa begitu?" Kali ini keningnya berkerut saat menatapku. " Lihatlah, semua yang ada di tempat ini adalah miliknya Dav, hasil dari kerja kerasnya sendiri." Pandangan Naraya kembali menyapu ke seluruh penjuru ruangan.

Aku menghela napas panjang kemudian menyandarkan punggungku di sandaran sofa. " Kau benar Na." Aku menjeda ucapanku, kemudian ikut mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan.

" Semua yang ada disini adalah wujud nyata dari hasil kerja kerasnya dan untuk mewujudkan semua ini, dia bekerja seperti robot yang tak mengenal waktu, sangat menyedihkan." Sambungku, kembali menghela napas panjang kemudian meneguk minumanku.

FORBIDDEN SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang