BAB 13

21.2K 1.2K 63
                                    

                                                                                     ***

" Di usir?" Gumamku mengulang ucapan omma Luce beberapa menit yang lalu. Pandanganku lurus kedepan, menatap kosong cangkir Americano pesananku yang tampak tak lagi nikmat di mataku.

Aku menghela napas panjang kemudian menyandarkan punggungku sandaran sofa, membiarkan pikiranku berkelana tak tentu arah mana kala kilasan peristiwa di masa lalu sekelibat melintas di kepalaku. Seperti kepingan puzzel yang kembali terkumpul setelah sekian lama tercecer.

" Non Camel tidak ingat?" Suara Omma Luce kembali terdengar.

Aku mendongakan kepalaku kemudian menggeleng pelan. Menyerah pada kemampuan otakku untuk menginggat hal yang telah hilang dari ingatanku.

" Beberapa tahun yang lalu saya mengalami banyak peristiwa mengerikan, yang pada akhirnya membuat saya menderita Post Traumatic Stress Disorder atau sering di sebut PTSD."

" Post Traumatic Stress Disorder?" Tanyanya dengan dahi berkerut.

Aku mengangguk mengiyakan. " Suatu reaksi maladaptif dari kondisi kesehatan mental yang dipicu oleh peristiwa mengerikan. Bisa di sebut Trauma tapi dalam kondisi yang sangat parah."

Omma luce memilih diam sambil mengangguk – anggukkan kepalanya, paham dengan penjelasanku.

" Karena pada saat itu keadaan saya sudah sangat menghawatirkan, teman saya memutuskan untuk membawa saya berobat ke Inggris. Melakukan beberapa terapi panjang, terapi Behavior, terapi kognitif, terapi psikodinamik dan sebagai konsekuensinya saya merelakan 80% ingatan saya tersembunyi di balik alam bawah sadar saya."

" Memangnya apa yang terjadi pada non Camel sehingga harus mengalami hal berat seperti ini?" Mata sayunya berkaca – kaca, nampak sekali dia tengah mencoba menahan tangisnya.

Aku mengangkat kedua bahuku. " Saya tidak ingat, tapi yang saya tau saya di perkosa dan Rachael di culik paska saya melahirkan dia."

" Ya tuhan Non Camel." Bisiknya, memeluk tubuhku dengan begitu erat. Menumpahkan segala macam perasaan yang dia miliki dalam sebuah pelukan.

Mungkin memang benar dia ( omma Luce maksudku ) yang merawatku semenjak aku masih bayi, sekalipun tidak ada satupun ingatan di kepalaku mengenai sosok wanita paruh baya ini namun aku bisa merasakan ikatan kuat antara kami. Sebagian dari hatiku yang hampa seketika menghangat ketika berada dalam pelukan tubuh ringkihnya. Dan aku tidak ingin mengingkari itu, karena dari sudut hatiku yang paling dalam aku bisa merasakannya.

" Hanya ada satu hal yang saya sesalkan dari pengobatan itu, kenapa saya bisa melupakan Rachael. Darah daging saya sendiri, ibu macam apa saya ini." Bisiku, membalas pelukannya.

Lagi – lagi hatiku terasa tercabik, perih luar biasa. Aku bahkan harus mendongakan kepalaku keatas agar air mata tak di undang ini tak lagi menetes ketika fakta itu kembali menamparku keras – keras. Melihat Rachael tumbuh dan besar tanpa kasih sayang dan belaian seorang ibu lagi – lagi membuat batinku di liputi rasa bersalah yang luar biasa.

" Non Camel jangan bicara seperti itu, itu bukan keinginan Non Camel."

Aku mengangguk kemudian melepaskan pelukanku.

" Bisa omma ceritakan, bagaimana Rachael bisa bersama Omma?" Pintaku.

Omma Luce kembali mengangguk, pandangannya menerawang jauh ke depan.

" 5 Tahun yang lalu seseorang meletakkan Non Rachael dalam Box Bayi di depan rumah nyonya besar. Di situ ada pula sepucuk surat yang menjelaskan non Camel mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Dalam surat itu pula orang itu menitipkan non Rachael karena bagaimanapun juga non Rachael tetap keturunan The Pelham. Awalnya Kami pikir itu hanya bohong, hingga akhirnya test DNA menunjukkan kalau non Rachael memang darah daging non Camel. Sejak saat itu nyonya besar dan Tuan Jackob bertekat untuk membesarkan non Rachael dengan sebaik mungkin."

FORBIDDEN SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang