BAB 6

25.8K 1.3K 33
                                    

                                                                                                 ***

Sembari melipat tanganku di depan dada, aku menikmati pemandangan indah yang tersaji dari balik dinding kaca yang terbentang luas disisi kanan kamar pribadi Azka. Menatap hiruk pikuk lalu lintas kota Jakarta yang masih tetap ramai sekalipun malam semakin larut. Menandakan bahwa kota ini tetap hidup dengan kehidupan malamnya yang semakin gemerlap.

" Besok aku akan menyuruh orang untuk menemanimu disini selama aku pergi."

Suara bass milik Azka kembali terdengar, aku menolehkan kepalaku ke samping untuk menatap sosoknya yang kini tengah berdiri di tepi ranjang dengan koper kecil di tangannya. Tidak seperti biasanya yang selalu tampil formal, kali ini dia nampak casual dengan mengenakan setelan santai berupa sweater berwarna coklat muda di padu dengan celana semi jins berwarna biru.

" Memang harus berangkat malam ini juga? Tidak bisakah besok pagi saja?" Tanyaku kembali pada posisi seperti semula, berdiri membelakanginya.

Aku mendengar dia menghela napas sejenak sebelum akhirnya berjalan mendekat, terdengar dari langkah kakinya yang semakin jelas ketika beradu dengan lantai.

" Ini claint sangat potensial untuk perusahaan, aku tidak ingin mengecewakan mereka." Jawabnya, berdiri beberapa meter di belakangku.

Aku menghela napas panjang. " Pergilah, toh kalau aku larangpun kau tetap akan pergi kan." Kataku setelah berfikir sejenak.

" Jangan terlalu mendramatisir keadaan." Tegurnya, nada suaranya terdengar tidak suka.

Aku mengangkat bahu acuh. " Pergilah sebelum aku berubah pikiran."

" Semoga perjalananmu berjalan lancar." Kataku sembari berjalan ke arah ranjang lalu merebahkan tubuhku, berbaring memungguinginya.

" Istirahatlah." Ujarnya setelah mengecup kepalaku lalu melenggang meninggalkan kamar mewahnya.

Aku menghela napas panjang lalu mengubah posisi tidurku menjadi terlentang, menatap langit – langit kamarnya dengan mata nyalang serta pikiran kemana - mana. Tak bisa kupungkiri, kepergian Azka ke Singapore kali ini terasa aneh untukku, tidak seperti perjalanan bisnis seperti biasanya. Kali ini dia nampak begitu bersemangat, bahkan penampilannya pun terlihat berbeda dari biasanya, seolah – olah dia sudah lama menantikan kesempatan ini, di tambah gelagatnya yang sedikit aneh membuat kecurigaanku semakin mengkuat.

Ya semua bermula saat dia membangunkanku dengan cara yang sedikit kasar ( menurutku) saat jam menunjukkan pukul 1 dini hari, kupikir ada gempa bumi atau puting beliung yang menghantam bangunan Rumah Sakit tempat aku di rawat. Tapi ternyata guncangan itu berasal dari Azka yang mengoyangkan tubuhku memintaku untuk bangun dan segera memberesi barang – barangku ketika kesadaran sepenuhnya kembali bersamaku. Aku bingung tentu saja, untuk apa dia memintaku untuk segera mengemasi barang – barangku sementara beberapa jam yang lalu dia kekeuh untuk menyuruhku istirahat seperti anjuran dokter. Dan ketika aku bertanya, dia hanya menjawab ' Aku harus ke Singapure sekarang'

Lalu yang kedua kecurigaanku berasal saat ponselnya berdering dengan begitu nyaring saat kami tengah menyelesaikan urusan Administrasi rumah sakit. Jika biasanya dia menjawab teleponnya di hadapanku ( sekalipun itu urusan pribadi ) namun kali ini dia memilih untuk menjauh. Hingga 15 menit kemudian dia kembali dengan wajah secerah mentari. Aneh bukan? Di tambah lagi jika ternyata panggilan itu bukan berasal dari Andre ataupun Dinasti, asisten pribadinya melainkan dari serangkaian nomor asing yang ku asumsikan berasal dari Singapure, maka jangan salahkan aku jika pada akhirnya kecurigaanku semakin menguat pada lelaki itu.

FORBIDDEN SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang