***
Aku masih diam di tempatku, diam dengan pikiran yang telah berkenala tanpa bisa ku cegah. Rentetan peristiwa demi peristiwa tentang kebersamaan kami perlahan berputar di kepalaku, pertemuan tidak terduga kami, pergulatan panas kami di kamar hotelnya hingga kunjungannya ke tempatku bekerja, yang mana baru kuketahui jika dia salah satu donatur penting di sangar Mentari, satu informasi yang benar – benar membuatku tercengang tidak percaya.
Dan sekarang pria itu sedang memintaku untuk menikah dengannya, sesuatu yang sudah sangat aku impi – impi kan sejak dulu tapi entah kenapa sekarang aku justru di landa kebingungan, aku tidak tau apa yang harus ku katakan. Bilang 'Iya aku bersedia' sementara di sisi lain masih banyak masalah pelik yang mendera kami. Tentang diriku, masa laluku dan juga tentang sosok Azka Kulkov yang masih menjadi misteri untukku. Ataukah aku bilang ' Maaf aku tidak bisa' sementara sebagian diriku meneriakiku dengan kalimat – kalimat bodoh karena menolak pinangan dari pria super sempurna seperti Azka. Aku tidak ingin munafik, pada kenyataannya aku memang menginginkan Azka lebih dari yang pernah ku bayangkan. Namun untuk menikah sekarang, entahlah aku masih kurang yakin.
" Aku menunggu jawabanmu nona Sanders." Suaranya menyentakku dari lamunan.
Aku menggaruk keningku yang tidak gatal, salah satu kebiasaan jika aku tengah di rundung dilema.
" Kau membuatku bingung, sungguh." Kataku, berusaha untuk jujur. Lebih baik memang begitu, setidaknya dengan jujur aku akan tau alasan dia mengjakku untuk menikah dan umpanku sudah di sambar dengan cepat. Lebih cepat dari yang ku bayangkan.
" Apa yang kau bingungkan Davina? Apa kau tidak percaya padaku." Aku meringis mendengar suaranya yang terdengar sedikit berbeda dari biasanya. Tidak ada nada datar sedingin es ketika suaranya masuk kedalam gendang telingaku. Yang ada justru nada sedih, kecewa atau entahlah dan itu bukan Azka sekali. Azka yang ku kenal selalu tegas, percaya diri dengan nada yang selalu datar.
Aku berdehem, menormalkan suaraku. " Kau dulu pernah bilang padaku, jika kau tidak ingin berkomitmen dalam waktu dekat. Kau hanya ingin bekerja dan terus bekerja tanpa ada orang yang bisa menganggu waktumu."
Dia menghela napas panjang. " Apa salah jika sekarang aku berubah pikiran Dav?"
Aku mengerutkan keningku. " Secepat itukah?" Bahkan aku tidak bisa menutupi rasa tidak percaya dalam suaraku.
Hening sejenak. Ku dengar Azka menarik napas panjang. " Ya secepat kau mempengaruhi hidupku yang damai."
Aku cemberut namun juga merasa senang di saat bersamaan. " Apa yang membuatmu berubah pikiran?" Cecarku belum puas dengan jawabannya.
" Kalau aku bilang aku tidak ingin kehilanganmu apa kau akan percaya?" Kata Azka, suaranya begitu tenang namun nampak mantap di saat yang tepat. Membuat wajahku merona saking malunya. Kupu – kupu telah berterbangan di perutku menyanyikan lagu cinta yang sangat indah.
" Jadi bagaimana?" Tanya Azka ketika aku masih diam dan sibuk mengurusi degub jantungku yang bekerja lebih cepat dari biasanya. Seperti maraton karena di kejar anjing pudel, tidak keren sekali.
Aku memejamkan mataku, merapalkan serangkaian doa, semoga saja pilihanku tidak salah. " Baiklah aku bersedia."
Dia mendesah lega. Benar – benar lega seolah – olah beban berat terhempas dari punggungnya. " Aku akan mengurus semuanya, secepat mungkin. Kau tidak usah khawatir."
Aku mengangguk seolah – olah Azka bisa melihatku, see ternyata di lamar pria pujaan hati selain bisa membuat bahagia ternyata bisa mengubah kita menjadi sosok yang bodoh sekali. " Aku selalu percaya padamu Azka."
" Aku tau." Jawabnya pelan.
Aku melirik jam yang melingkar di tanganku. " Tidurlah, tubuhmu butuh istirahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN SCANDAL
RomanceSebagian bab di Private secara acak **** Satu hal yang aku tau, jika satu - satunya sumber kebahagiaanku adalah hidup bersama Azka. Pria yang berhasil menjungkir balikkan duniaku hanya karena sentuhannya yang memabukkan. Sentuhan yang selalu me...