Rencana hari kedua;

42 6 0
                                    

"Besok kerja gak?"

🍁🍁🍁

Setelah selesai makan dan mencuci baju bekas hari tadi, Zalfa mendudukan diri di atas karpet tipis yang sengaja di gelar di ruang kecil itu. Mencoba mengatur nafas agar dapat lebih tenang lagi.

Zalfa menatap barang-barang yang tadi ia bawa, Zalfa benar-benar harus membereskannya dengan cepat. Barang-barang itu merupakan barang-barang bekas dari restoran. Ada kompor listrik, ketel juga alat-alat bekas lainnya.

Pihak restoran memang sudah seperti biasa selalu membagikan barang bekas yang masih layak pakai kepada karyawan atau karyawati nya. Zalfa selalu bersyukur atas itu, dengan kebaikan restoran itu ia bisa lebih menghemat uang dan melebihkan tabungan untuk di masa depan.

Mata Zalfa lalu melihat jam yang terpampang di dinding. Menunjukan pukul sembilan lebih tiga puluh delapan menit. Tidak terlalu larut, jadi Zalfa rasa ia masih bisa beres-beres barang terlebih dahulu.

Namun sepertinya Zalfa mengurungkan niatnya dahulu untuk beres-beres karena Handphone yang berada di sampingnya itu tiba-tiba berbunyi.

Menandakan ada seseorang yang menelpon. Dengan cepat Zalfa meraihnya, takutnya ada hal penting yang akan disampaikan untuknya dari Sinta, teman Zalfa di restoran.

Mengapa begitu? Terlebih restoran besok rencananya akan tutup sementara. Karena stok bahan-bahan makanan yang akan di jual sudah sangat tidak ada.

Biasanya, dari dulu atasan memang selalu menyuruh seperti itu, tiap kali mau belanja bahan-bahan makanan. Dikarenakan, tempat belanja bahan-bahan dasarnya terletak di luar kota.

Butuh waktu satu hari penuh untuk menyiapkan kembali restoran karena sekalinya belanja itu untuk 6 bulan kedepan. Begitulah seterusnya.

Tapi tunggu, saat Zalfa melihat siapa yang menelpon, hanya ada nomor yang tertera disana. Itu tandanya ia belum menyimpan nomor itu, itu nomor baru. Cepat-cepat Zalfa mengangkatnya, takut ada hal penting lain pula.

"Assalaamu'alaikum?"

Hanya sunyi yang terdengar. Zalfa mengernyitkan dahi sebelum akhirnya, sebuah suara hembusan nafas terdengar.

"Wa-wa alaikum sa-salam."

Zalfa terdiam, ia tidak mengenali suara asing itu. Apa mungkin salah sambung?

"Dengan siapa dimana ya?"

"Gue Jun, save no gue ya Zal hehehe."

Zalfa malah terkekeh, lucu saja mendengar suara Jun di telepon. Kepalanya sambil mengangguk-ngangguk. Syukurlah itu Jun, karena Zalfa kira tadi salah sambung.

"Oke Jun, tapi ngomong-ngomong ada apa nih nelpon? Kalo cuma buat ngasih tau nomor kamu kan bisa pake sms? Hehehe."

Terdengar gelak tawa renyah dari sana. Itu tandanya Jun terhibur, ia senang dengan cara bercandanya Zalfa.

"Mau ngasih tau nomor, sekalian mau ngobrol dong. Boleh kan? Atau lo lagi sibuk?"

Ini pertama kalinya, seorang laki-laki yang berani menelpon Zalfa. Mengajak mengobrol dan bahkan tulus mau berteman dengannya.

BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang