"Dulu?"
🍁🍁🍁
Jam menunjukan pukul dua lebih lima belas. Matahari terlihat masih bersinar cerah seperti biasanya. Se cerah senyum Jun yang sekarang tengah mengelus-ngelus puncak kepala Zalfa.
Angin berhembus sedikit kencang, menerbangkan pelan rambut Jun. Jun benar-benar kasihan dengan Zalfa, setelah kejadian di restoran tadi Zalfa benar-benar dipecat oleh atasannya.
Tidak ada lagi toleransi dari Atasannya, mau tidak mau Zalfa harus menerima kenyataan itu dengan luas hati. Itu kesalahannya, Zalfa harus terima segala konsekuensinya.
"Udah dong nangisnya.."
Jun pergi meninggalkan kantor dan mengajak Zalfa untuk ke taman, berniat sedikit menenangkan atau mungkin menghibur hati Zalfa. Ia titip pesan pada David, Yoshi dan Greysia yang masih harus kembali ke kantor untuk pekerjaannya.
"Zalfa.."
Jun semakin mendekatkan posisinya pada Zalfa. Tangannya merangkul hangat tubuh Zalfa yang naik turun dan gemetar akibat tangisannya itu.
"Jun, maafin aku ya?"
Zalfa mengusap kasar air matanya. Menatap Jun dengan mata yang sudah merah.
"Minta maaf buat apa hm? Kamu gak salah apa-apa sama aku."
Pandangan Jun benar-benar menatap Zalfa. Tangannya mengelus-ngelus kepala Zalfa dengan lembut.
"Aku udah buat celana kamu kotor."
"Sini."
Jun membawa Zalfa pada pelukannya. Menepuk-nepuk punggung Zalfa perlahan, menyuruhnya untuk bernafas lebih dalam dan tenang.
"Jangan pikirin apapun, celana kotor masih bisa di cuci."
Zalfa terdiam, masih sedikit sesenggukan akibat tangisannya tadi. Zalfa benar-benar merasa bersalah kalau mengingat hal tadi. Kuah ramen itu terjatuh dan menyiram celana Jun.
"Dan soal kerjaan, masih banyak kok di tempat yang lain. Kamu jangan khawatir ya? Kamu kan kuat."
Zalfa sedikit terkekeh mendengar perkataan Jun. Sedikit menghibur dan menenangkan hatinya. Jun yang mendengar kekehan Zalfa melepaskan pelukannya.
"Aku punya cerita deh, mau dengerin gak?"
Jun menyentuh hidung Zalfa pelan. Zalfa yang di perlakukan seperti itu semakin terkekeh lalu mengangguk, menyetujui perkataan Jun untuk cepat bercerita.
"Ngeliat kamu nangis kayak tadi, aku jadi inget sama dulu."
"Dulu?"
Tangan Jun beralih menjadi menggenggam tangan milik Zalfa. Mengusapnya perlahan, mata Jun mengedar. Menatap ke sekeliling taman. Otaknya seakan mendukung karena menampilkan puzzle-puzzle kenangan saat kecil dahulu.
Tuhan, bolehkah Zalfa berharap?
Di dalam hatinya, ia benar-benar berharap kalau laki-laki yang di hadapannya kini adalah sosok pendamping hidup baginya, selamanya. Meski terdengar sangat mustahil, Zalfa sangat ingin itu terjadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Beda
FanfictionPertemuan itu, entah memang disengaja atau justru sudah menjadi takdirnya? Zalfa tidak tau apa rencana Sang Pencipta dibalik itu semua. Tuhan memang lebih tau apa yang terbaik untuk Ciptaan-Nya, namun kalau-kalau semua sudah terjadi dan melewati bat...