Surat sesak;

47 7 0
                                    

"Jun, tadi Dokter Asahi ngasih gue amplop ini."

🍁🍁🍁

Malam itu, jam menunjukan pukul sebelas tepat. Mama, Jun, Danny, David dan juga Yoshi sekarang sudah berada di rumah dengan pakaian yang serba hitam karena habis menghadiri acara pemakaman Zalfa.

Zalfa sudah di kebumikan, dan bersyukurlah semua proses nya lancar tanpa ada hambatan. Jun yang menyarankan agar pemakaman Zalfa di urus oleh orang-orang yang lebih berpengalaman. Terlebih Zalfa sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini jadi Jun harap, itu bisa menjadi sebuah penghormatan terakhir yang bermakna dari Jun untuk Zalfa.

Ingatan tentang Zalfa masih saja bersemayam di pikiran Jun. Senyum Zalfa, nada bicara dan suara khas tertawanya masih begitu melekat berada di hatinya. Jun butuh waktu sekarang, untuk kembali menormalkan pikirannya.

Tidak ada kata perpisahan diantara mereka, Jun hanya dapat mendo'akan Zalfa dari dunia.

"Jun, tadi Dokter Asahi ngasih gue amplop ini."

David yang sebelumnya duduk di samping Yoshi kini beralih ke samping Jun. Menyerahkan sebuah amplop putih yang ada di genggamannya pada Jun. Jun menoleh, menatap amplop itu sebentar sebelum benar-benar membawa nya dari tangan David.

"Ini amplop apa?"

David menggeleng, "Gue gak tau isinya apa. Tapi kata Dokter Asahi tadi, Zalfa yang nitipin ini. Gue kira sih udah pasti buat lo."

Jun terdiam lagi, apa itu kata-kata terakhir dari Zalfa untuk Jun?

"Buka aja, gue janji gak bakal ngintip."

David merebahkan dirinya ke sofa, suasana masih sangat berduka sekarang.

"Gue ke dapur dulu ya? Mau bantuin Mama."

Danny beranjak, di respon anggukan oleh David maupun Yoshi. Danny menyusul Mama yang sekarang tengah membuatkan minuman bagi mereka.

Yoshi terlihat sama lelahnya, dia tidak sanggup melihat Zalfa yang ditutup kain putih lalu dikubur begitu saja. Setiap pemakaman memang mempunyai caranya masing-masing. Sesuai tradisi atau mungkin sesuai agama yang di anut.

Jun menelan ludahnya, ia mulai membuka perlahan amplop yang tidak di rekat itu. Mengeluarkan secarik kertas dari sana. Jun perlahan tersenyum sekarang, ada atau tidak adanya raga Zalfa, Jun masih saja bisa merasakan tingkah manis yang selalu Zalfa tunjukan pada dirinya secara tidak langsung.

Kertas itu hanya di lipat dengan satu lipatan, sangat mudah bagi Jun untuk segera membuka lalu membaca apa yang perempuannya itu tulis untuk dirinya.

Untuk Jun,
Manusia baik dan sempurna di mataku.

Hai Jun,

Aku yakin saat surat ini sampai di tanganmu itu tandanya aku udah pamit dari dunia. Maaf, karena mungkin aku terkesan ninggalin kamu tanpa kata apapun. Aku pesimis dari sejak dirawat di rumah sakit ini Jun.

Jun, seorang laki-laki manis yang selalu bisa ngebuat hari-hari aku tiba-tiba jadi indah. Laki-laki kuat yang selalu bisa ngebuat aku jadi kuat juga, hehe.

Terimakasih buat semuanya ya Jun, kayak yang aku ucapin saat kita terakhir kali bertemu. Aku sekarang ngerti kenapa kamu selalu bilang "aku sayang kamu" entah saat kita telponan, atau saat kita bertemu. Karena memang itu tulus dari hati kan? Aku juga sama kok sama kamu, sama-sama sayang sama kamu. Kamu gak perlu khawatir ya, cuma kamu yang bisa membuat aku jadi perempuan paling bahagia di dunia ini. Aku gak akan berpaling sejauh apapun jarak kita.

Jun, semesta kayaknya emang ngga berpihak sama kita deh. Semesta cuma nurut sama apa kata Tuhan. Kata Tuhan tentang kita yang gak akan pernah bisa bersama dengan mudah. Kenyataan memberi tau kalo kita itu beda, tapi seiring aku sama-sama sama kamu, kamu ngajarin kalau kita itu sama. Sama-sama mencintai hehe.

Aku gak pernah nyesel karena kita ketemu, aku harap kamu juga gak akan nyesel ya karena ketemu sama perempuan kayak aku. Aku yang kaku dan kadang gak bisa ngebales perlakuan manis kamu ke aku.

Maaf, selama kita menjalin hubungan kemarin, aku gak pernah ngasih apa-apa sama kamu. Bahkan aku mungkin gak sempet ganti apa aja yang udah kamu kasih ke aku. Jujur, yang bisa aku banggain dan punya itu cuma rasa aku ke kamu Jun. Rasa cinta tulus yang mungkin kamu pun udah bisa ngerasain itu.

Jangan salah faham sama David ya Jun, dia udah banyak bantu aku dan baik juga sama aku. Dia mau aku sembuh demi kebahagiaan kamu, meski aku ataupun dia sama-sama gak tau apa yang akan terjadi di hari selanjutnya.

Jun, jangan lupa makan ya! Ibadahnya seringin dan utamain fokus biar khidmatnya dapet, jangan bercanda terus, gak baik!

Jun, makasih udah dateng ke hidup aku. Aku bener-bener bahagia. Aku harap kamu bahagia hingga kelak, kapanpun kamu mau. Bahagia kamu adalah bahagia aku juga, karena kebahagiaan kita itu satu sama lain.

Jun, aku harap kamu gak ilfeel sama aku karena daritadi aku manggil-manggil kamu terus haha. Eh apa sih aku!?

Aku sayang sama kamu,
Baik-baik terus sampai nanti kita dipertemukan kembali. Di tempat yang tidak terduga.

Tertanda; Zalfa.

Mata Jun mengembun, membaca tiap kata per kata dan kalimat-kalimat lain yang rasanya begitu menusuk ke hati Jun. Jun mencium pelan surat itu, dengan air mata yang sekarang mulai keluar, Jun menyentuhkan surat itu ke dadanya. Ingin merasakan kasih sayang Zalfa yang di tunjukan lewat surat itu.

"Jun.."

Jun menoleh saat Yoshi memanggilnya. Berbeda dengan David yang sekarang tengah tidur, Yoshi masih terjaga dan mengamati gerak-gerik Jun dari samping.

"Zalfa bilang apa?"

Yoshi tersenyum, sedikit menghibur Jun yang saat ini menghapus kasar airmatanya. Jun menghela nafas, "Dia bilang jangan lupa makan terus jangan bercanda kalo pas lagi ibadah."

"Nah, dengerin tuh."

Jun kembali hening, Yoshi yang melihat itu sangat mengerti akan keadaan Jun yang sekarang.

"Jun, Zalfa sekarang bisa aja kan lagi liatin lo?"

Jun masih saja hening, matanya menatap surat yang sebagiannya basah karena terkena air matanya.

"Zalfa pasti sedih kalo ngeliat lo nangis kayak gini."

"Diem Shi, jangan buat gue tambah sedih anjir."

Jun menatap langit-langit sekarang. Mencoba menahan airmata yang sepertinya akan kembali keluar. Yoshi terkekeh, Jun sudah perlahan kembali kepada Jun yang ia kenal.

"Makanya, ayo kuat. Jangan loyo begitu, Ada gue, David, Danny dan Mama lo yang juga sama kehilangannya. Ya meski gak separah elo sih."

PLAK

Bantal sofa itu berhasil melayang ke arah Yoshi yang baru saja berniat mengucapkan kata-kata motivasi untuk Jun. Bantal itu tepat mengenai wajah Yoshi.

"Berisik banget si pada kenapa?"

David menggerak-gerakan kaki dan tangannya tanda risih, karena tidurnya terganggu oleh suara-suara dari Yoshi dan Jun. Yoshi menatap Jun sambil mengernyitkan dahinya heran, begitu juga dengan Jun, sekarang matanya yang sembab itu menatap Yoshi lama.

"Gak ada akhlak lo, sahabat lo sedang berduka. Lo malah asik tidur anjir."

🍁🍁🍁

BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang