8 ¦ Pertahanan

53 12 3
                                    

Setelah memberitahu orang tua Yuni. Aku berjalan ke depan kamar lalu mengetuk pintu kamarku. Yuni menjawab dari dalam sana.

"Kau dari asrama?" tanyaku, bersender ke pagar depan kamar dan melorotkan diri.

"Iya."

"Gimana keadaan di luar sana?" tanyaku lagi lalu memasukkan keripik kemulut.

"Mereka ada dimana-mana, tapi untungnya daerah sini masih belum banyak. Aku bawa temanku kesini karena aku tau kau pasti selamat dan tau apa yang harus dilakukan."

Ucapan terakhir terdengar seperti pujian tapi juga mengandung beban yang berat. Tapi terima kasih hehe.

"Temanmu. Kenapa dia bisa punya pikiran mau...motong tangannya."

Aku melihat tanganku, bukankah sedikit mengerikan saat tangan tergigit lalu kau memotongnya?

"Karena pacarnya sempat lakuin itu. Dan selamat, tapi akhirnya meninggal juga karena kehabisan darah."

"Kau liat waktu dia...lakuin itu?"

"Nda. Tapi aku bisa dengar teriakannya."

Tidak bisa ku bayangkan bagaimana perasaan Yuni saat itu. Merasakan ketakutan, keputusasaan, dan harus mendengar teriakan temannya yang masih ingin hidup, walaupun akhirnya memilukan.

"Ok. Istirahat lah."

Aku berdiri dan berjalan ke kamar Rima. Dia sudah berani membuka kamar walaupun masih suka terkejut jika ada yang tiba-tiba mengetuk kamarnya.

"Rim." panggil ku memasukkan kepala dari sela pintu yang terbuka.

Rima sedang memandang sepiring nasi.

"Hm."

"Ngapain?" tanyaku, padahal aku sudah tahu dia akan makan.

"Mau makan. Dit?"

"Apa?"

Aku membuka pintu kamarnya lebih besar dan berjongkok disana.

"Aku boleh minta lauk? Telur aja nda papa."

Dah kuduga. Rima ini termasuk orang yang selalu menghabiskan uangnya di cafe, bukannya membeli bahan makanan untuk sehari-hari. Dan saat pertengahan bulan seperti ini, di kamarnya hanya tersisa beras dan minum. Bahkan bawang-bawangan tidak ada.

"Ntar."

Aku kembali ke kamar Diva. Dia sedang memainkan handphonenya.

"Rima minta telur."

"Itu ada telur asin tadi, tapi sisa setengah."

"Nda papa. Yang penting dia makan."

Beruntungnya dua hari sebelum kejadian aku dan Diva belanja untuk makanan sehari-hari.

_W_

Sore ini keadaan lebih gawat dari kemarin. Sepertinya daerahku tidak lagi aman seperti yang dikatakan Yuni. Aku sedang membaca artikel sampai tiba-tiba terdengar suara teriakan menggema di lorong gang, dari teriakan anak kecil, remaja, sampai dewasa terdengar memekakkan telinga. Aku keluar kamar, memantau kejadian dari balkon. Gang ini sudah di serang.

Aku masih di balkon melihat jika ada pergerakan yang berhasil menerobos pagar.

"Semuanya kunci kamar." ucapku pelan kearah Diva.

Di bawah sana aku melihat satu makhluk yang ingin memanjat pagar. Untungnya tidak berhasil. Jantungku seperti ingin meloncat melihat kejadian itu. Semua penghuni kos ku perintahkan untuk naik ke lantai dua, jika saja terjadi hal yang tidak diinginkan lalu mereka terjebak di lantai satu. Itu akan sangat merepotkan.

Pacar kak Sally yang merupakan laki satu-satunya aku biarkan di bawah jika ada satu atau dua makhluk yang menerobos. Dia pasti bisa mengatasi dengan badan kekarnya itu.

"Dit. Kita aman kan?" tanya Diva yang telah kembali.

Aku tidak menjawab. Jika aku mengatakan kami akan aman, harapan palsu akan aku tanamkan pada mereka. Dan juga, pertahanan kami seperti sudah tidak bisa menopang seluruh beban. Pagar yang terus didorong oleh makhluk keji di bawah itu membuatku ragu kami akan aman disini.

Aku juga bingung kenapa mereka ingin masuk ke kos. Padahal kami tidak ada menimbulkan suara yang bisa memancing mereka. Hm, tepatnya aku yang tidak mendengar suara apapun. Kamar kos memiliki tembok yang tebal, menyebabkan kita tidak bisa mendengar apa yang dilakukan anak kos lain.

Dan juga, tidak ada lampu yang menyala karena hari masih sore.

Bruk

"Ssst."

Aku berjalan pelan menuju lantai satu, melihat pacar kak Sally yang sedang bersender di pintu kamar.

"Kak. Kak." panggil ku dengan suara sekecil yang aku bisa. Aku berada di seberang dari tempatnya.

Dia menoleh, aku memberikan tanda bahwa ada satu makhluk yang masuk dan sedang berjalan kearahnya. Dia mengangguk mantap. Aku membuka satu kamar di sampingku, yang penghuninya tidak tahu sekarang ada dimana. Untung saja dia menitipkan kuncinya ke Kak Salata.

Hahh...hahh! suara napas berat dari makhluk itu semakin terdengar. Aku sontak bersembunyi di tembok samping kamar.

Aku tidak tahu namanya, pacar kak Sally juga bersembunyi di salah satu kamar penghuni kos. Saat makhluk itu melewatinya, dia dengan sigap menutup makhluk itu dengan selimut dan menggiringnya kekamar yang aku buka tadi.

Aku menutup dan mengunci kamar dengan cepat lalu melihat keadaan laki laki di depan ku ini. Dia juga melihat dan meraba tubuhnya, karena jika terkena satu goresan saja. Dia akan ku lempar ke luar.

_W_

neWorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang