23 ¦

32 4 3
                                    

Dor dor

Dua kali.

Suara tembakan sudah terdengar sebanyak empat kali sejak kepergian Martin tiga puluh menit yang lalu. Apa yang sudah kulakukan? Aku yang menyuruh Martin keluar untuk mencari bantuan, menghadapi bahaya yang sangat besar di luar sana.

Aku,

Mengorbankannya?

Tapi, tembakan itu belum tentu dari Martin. Dia pasti selamat. Martin pasti selamat.

Aku masih berdiam di bawah meja. Setelah suara tembakan pertama, zombie-zombie di luar sana berlarian menuju sumber suara. Hanya satu dua saja yang masih tersisa di dalam gedung. Walau begitu, aku masih belum berani keluar dari persembunyian. Kata Martin, aku tetap harus sembunyi sampai ada yang memanggil nama ku.

Tapi, bagaimana jika tidak ada yang datang? Aku akan terkurung disini.

Seharusnya aku tidak mengatakan ide gila itu ke Martin. Aku bersalah. Setelah Frina, kini Martin.

Ada apa dengan ku? Aku tidak seharusnya seperti ini. Ini bukan aku! Atau mungkin ini benar aku. Inilah kepribadian ku yang asli.

Tidak!

Aku bukan orang yang dengan gampangnya mengorbankan seseorang.

Kriet...

Martin!

Jangan. Jangan keluar dulu.

Aku menempelkan telinga ke dinding meja.

Brak! Brak!

Bukan Martin.

Bukan Martin.

Bukan Martin.

Yang sedang berada di satu ruangan dengan ku.

Bukan Martin.

Dugh....Dugh....Dugh....

Pergi.

Pergi.

Pergi!

Bruk!

Apalagi itu?!

Tidak, tidak. Jangan mendekat.

Kumohon! Aku berjanji akan menjadi anak yang baik. Pergilah.

PERGI!

Tuk tuk

Kaki ku lemas. Aku pasrah.

"Aditya?"

Hah?

Hah?!

Martin?! Martin?!?!

"Ini Angga teman Martin. Kamu dibawah sana?"

neWorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang