39 ¦

10 4 1
                                    

"Adit! Lari! Lari!!"

"Da! Cepat! Cepat Da!"

Apa ini? Ada apa? Siapa yang mengejar? Kenapa aku berlari? Hey! Hey!

Kemana kita berlari? Tunggu! Tunggu aku! Tolong berhenti. Kakiku sudah mencapai batasnya. Tolong ... berhenti. Tunggu aku!

Greb!

Heh?

"Lari!"

Hah? Frina?! Kenapa dia ada disini? Bukankah dia sudah ...

"Lari Adit!! Lari!!!"

Ugh! Apa? Ada apa? Jika kau memegang tanganku dengar erat seperti ini bagaimana aku bisa berlari? Dan kenapa aku harus lari? Kemana aku harus lari? Kenapa kau tidak ikut lari? Kenapa kau menahanku sementara kau juga yang menyuruhku lari?

"Lari! Cepat!"

Kenapa? Kenapa aku harus lari? Kenapa?!

"Aaarrghhhh!!!"

Frina. Frina!

"Dit?"

Frina! Jangan! Jangan!

"Adit?!"

Hah?!

"Dit?"

Ah. Mimpi.

"Dit?"

Diam.

"Adit? Kau kenapa?"

Diamlah sebentar Diva, aku sedang tidak ingin bicara saat ini. Ah benar-benar. Mimpi apa itu tadi. Rasanya aku sedang termenung di atap, tapi kenapa sekarang sudah pagi. Aku tidak ingat apa yang sudah terjadi.

Anehnya. Badanku terasa sangat lelah. Punggungku terasa pegal. Kakiku ngilu. Rasanya aku tidak ingin bangun dari tempat tidur. Rasanya mimpi tadi sangat nyata hingga aku kelelahan seperti ini.

"Adit?!"

Bukankah sudah kukatakan untuk diam? Apakah mulutmu itu tidak bisa diam? Diamlah.

"Adit kau demam! Tunggu sebentar aku panggilkan kak Bagas."

Sudah kubilang diam! Diam!!! Diam!!! Diamlah dasar bajingan!!!

Ah, dadaku sesak. Sudah kukatakan untuk diam, tapi dia masih juga menggonggong. Bahkan anjing saja tau kapan waktunya untuk diam.

Dan lagi, bisakah dia berhenti memanggil namaku. Aku tidak ingin mendengar panggilan itu sekarang. Telingaku lelah mendengar kata yang terus saja terucap dan memanggilku tanpa henti.

"Aditya? Kamu bisa dengar saya? Aditya?"

Aditya. Aditya. Aditya. Kumohon berhenti. Aku tidak sanggup mendengar panggilan itu lagi. Berhentilah. Tolong jangan panggil aku lagi. Setidaknya biarkan satu hari ini aku tidak mendengar namaku dipanggil.

"Aditya? Aditya bisa dengar suara saya? Aditya?!"

Ah. Aku lelah. Sangat lelah. Rasanya mataku tidak lagi mampu untuk tetap terbuka. Biarkan aku tidur sebentar.

Selamat malam.

_W_

Pantas saja aku bermimpi aneh. Dari aku berbicara dengan diri sendiri sampai Frina berkunjung di mimpiku ternyata semuanya karena aku sakit. Rasa hangat mengalir di sekujur tubuhku. Begitupun rasa sakit yang semakin lama semakin menyiksa. Sekarang sudah malam, semuanya terlelap. Sepertinya hanya aku yang terbangun di tengah malam seperti ini. Ah apa yang harus kulakukan? Aku ingin ke toilet.

Aku membangunkan badan yang terasa remuk ini. Baru kali ini aku benar-benar sesakit ini karena kelelahan. Biasanya aku hanya akan sakit kepala karena telah bertemu banyak orang, tapi sekarang aku benar-benar kelelahan secara fisik. Semua energiku benar-benar terkuras habis. Butuh waktu berbulan-bulan agar energiku bisa pulih sepenuhnya.

Yuni yang berada di samping bergumam pelan menyadari pergerakan dariku. Aku lalu berdiri dengan cepat. Wah. Semuanya berputar. Aku berdiam sebentar sampai akhirnya bisa menyeimbangkan badan dan keluar dari ruang kelas. Lorong yang menyambutku terlihat terang karena pancaran sinar dari langit malam. Aku tidak perlu senter untuk berjalan menuju toilet di ujung sana.

"Uhuk ... hhh ..."

Tuhan tolong aku. Katakan padanya, jangan ganggu aku. Aku hanya ingin buang air kecil.

Aku mendengar suara tangisan dari dalam toilet. Kenapa harus ada hantu disaat aku sudah kebelet seperti ini! Dan kenapa dia harus menangis di toilet! Tolong gunakan tempat lain! Ini wc umum!

Apakah aku masuk saja? Bagaimana jika dia menampakkan wajahnya? Aku tidak ingin buar air di celana. Aku tidak punya celana ganti.

Ah! Aku tidak bisa menahannya! Apakah tidak ada orang lain disekitar sini? Apakah tidak ada yang bangun? Haruskan aku ke atap dan minta pertolongan pada mereka yang sedang berjaga? Ah! Bagaimana ini?!

Tunggu. Tangisannya berhenti. Eh! Itu suara keran! Apakah hantunya sedang cuci tangan?! Tidak mungkin. Dia baru saja menangis dan sekarang kerannya terbuka. Kurasa, yang di dalam toilet bukan hantu. Bagaimana bisa hantu setelah menangis malah membuka keran? Di dalam pasti manu-. Dia keluar!

Aku bergegas menaiki tangga dan sekarang sedang bersembunyi di kegelapan tangga. Menunggu sampai si empunya tangisan keluar dari sana. Tak lama suara pintu toilet terbuka. Suara tarikan napas panjang menyambung setelahnya.

Plak plak plak

Woy! Apa itu?! Apakah dia memukul dirinya sendiri? Ah aku penasaran! Siapa orang itu?! Cepatlah perlihatkan dirimu!

Suara langkah kaki mulai terdengar. Dari suara langkah kini menjelma menjadi sosok laki-laki dengan postur gagah berjalan tegas memasuki lorong dan masuk ke ruangan yang berada di samping ruangan perempuan.

Setelah mendengarnya menangis kini aku menyadari, semua orang yang ada di satu atap sekolah ini pasti pernah menangis secara diam-diam. Pasti.

Terutama mereka. Mereka yang berusaha untuk terlihat tegar agar kami para rakyat biasa bisa mengikuti arahan mereka dengan tenang dan bisa terjangkit ketegaran pula saat melihat mereka, para tentara yang selalu melindungi kami tanpa kata tapi itu.

Tegarlah. Kuatlah. Kuharap, kita semua bisa selamat dan mencapai mabes secepatnya. Tunggulah sampai saat itu terwujud, kak Riky. Semoga kita bisa melihat akhir yang bahagia.

_W_

neWorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang