13 ¦ Keluar

40 10 1
                                    

13 September 20xx

Jam masih menunjuk angka empat, dini hari. Yuni membangunkanku yang baru saja tidur sekitar jam satu. Karena masih terbayang tubuh Zendy yang tergeletak mengerikan itu. Terkadang bayangan itu berubah menjadi tubuh-tubuh keluarga dan teman-temanku. Sangat mengerikan.

"Nghh. Kenapa?" aku duduk bersender di tembok, berusaha mengumpulkan jiwa ku yang masih berkeliaran.

"Tadi ada yang datang katanya air habis?"

"Hah?!"

Habis? Hah? Kenapa bisa habis? Sekitar lima ember yang berhasil aku dapatkan tadi malam. Dari tiga kamar mandi masing-masing sudah kuberikan satu. Sudah ku katakan hanya boleh sikat gigi dan menyiram dengan sedikit setelah buang air. Yah walaupun pasti akan habis tapi aku tidak menyangka akan habis secepat ini. Baru tadi malam aku mengisinya! Tadi malam! Baru beberapa jam yang lalu!

Aku mendatangi setiap kamar mandi. Kamar mandi yang dekat dengan kamar Diva masih tersisa banyak, sedangkan dua kamar mandi lain tidak ada sisanya. Sepertinya dia terlalu takut menggunakan air yang dekat kamar Diva.

Siapa orang yang sangat egois ini? Kenapa bisa dia memakainya dengan sangat boros? Kenapa bisa dia memakai sebanyak itu? Apakah dia buang air besar, yang mengharuskan memakai air banyak?

Tenang. Tenang.

Pagi nanti akan aku interogasi mereka satu persatu.

Akhirnya matahari menampakkan dirinya. Aku berjalan pelan mendekati setiap kamar. Mengetuk dan berbisik memanggil nama mereka.

"Kenapa dek?" tanya Kak Hesty baru bangun tidur.

"Kumpul di atap sekarang."

Aku naik ke lantai tiga terlebih dahulu. Sinar matahari menyinari tubuhku yang sudah sarat akan vitamin C. Udara terasa sedikit lebih lembab dari biasanya. Mungkin karena sudah tercampur dengan napas zombie.

Saat berjalan mendekati pinggir atap aku berbalik melihat siapa yang datang.

"Kenapa Dit?" tanya Diva, dia bersama Yuni, Rima dan Sani.

"Air habis." jawabku, menarik napas sepanjang mungkin lalu membiarkannya di paru-paru ku beberapa detik dan mengeluarkannya perlahan.

"Hah? Kok cepat? Baru semalam kan kita isi." tanya Rima sembari mendekatiku. Sepertinya dia sudah menerima kenyataan.

Kita katanya. Yasudah tidak perlu dibahas lagi. Menambah lubang dihati saja.

"Hm. Nda tau."

Aku lalu menyuruh mereka berempat duduk saja menunggu yang lain sementara aku mengelilingi atap. Sampai aku di tempat biasa kami mencuci pakaian.

Basah.

Haha. Aku tau.

Semua sudah berkumpul.

"Siapa yang mandi tadi malam?" tanyaku tidak ingin bertele-tele.

Tidak ada jawaban.

"Kakak kah?" tanyaku menunjuk pacar Kak Sally. Karena dia yang menempati lantai tiga, siapa tau jika menuduhnya dia akan memberitahu sesuatu.

Dia menggeleng dengan tenang. Sedangkan Kak Sally sudah merubah ekspresi wajahnya.

Selanjutnya aku menunjuk mereka semua secara random.

"Kakak kah? Eh nda mungkin. Kau aja jarang mandi."

"Fitnah." jawab Kak Melisa sinis mendengar ucapanku.

Aku dan Diva beradu tatap. Kami berdua menahan senyum.

"Siapa pun yang mandi tadi malam. Coba itu jejaknya di keringin dulu." tunjukku ke tempat pencucian pakaian.

Mungkin jika tempat cucian itu terbuat dari keramik jejaknya akan cepat hilang, tapi untung atau rugi tempat kami menyuci itu masih berupa semen. Sehingga semen itu masih lembab karena air.

"Nda pro ih. Nda hebat." sambungku cepat.

"Memangnya dia pakai seberapa banyak dek?" tanya Kak Esti setelah dia melihat masih ada jejak air di tempat itu.

"Nda banyak kak. Cuma dua ember. Semalam aku sama Rima berhasil nampung lima ember, yang berarti sisa dua ember lagi. Masih bisa kok dipakai mandi sekali lagi."

"Siapa yang pakai? Ngaku aja." tanya Kak Esti yang merupakan orang tertua yang ada di kos.

Masih tidak ada jawaban. Bahkan dia yang sejak awal sudah kucurigai dengan hebatnya masih berakting dengan bertanya ke setiap anak kos. Aku membencinya. Tidak ada rahasia, aku memang membencinya.

"Kamu tidak bersyukur sekali. Ditya sama Rima sudah menampung air untuk kita dan kamu dengan santainya mandi pakai air itu. Jika saya jadi Ditya, akan saya keluarkan kamu dari kos ini."

Walaupun aku sedikit kesal dengan Kak Esti karena sejak kemarin sama sekali tidak membantu apa-apa, tapi kali ini aku sangat berterima kasih. Karena dia bisa menyampaikan isi hati ku dengan kata-kata yang baik.

"Gimana mau di keluarin kak. Orangnya aja gak tau siapa." saut ku ingin menambah bensin pada api yang berkobar.

"Siapa? Ngaku sekarang." tanya Kak Esti lagi

"Sudah kak. Biar jadi dosa dia. Mending aku kasih pengumuman penting yang sangat baik ini ke kalian semua."

Kak Esti mengalah, ia kembali duduk menghadapku dengan mata yang berbinar. Aku melihat mereka satu persatu, ekspresi wajah yang sama ku dapatkan dari mereka.

"Besok. Hari sabtu bakalan ada penyelamatan dari TNI."

"HAH?!" teriak Kak Ayu yang sedari tadi hanya diam.

"Anj-. Diam kak." ucapku lalu berdiri melihat keadaan di bawah.

Makhluk-makhluk itu tentu saja mendengar teriakannya, mereka celingukan mencari sumber suara.

"Gimana kak?" tanya ku ke pacar Kak Sally yang mengintip ke lantai satu.

"Ssst." dia menunjukkan telapak tangannya yang memiliki arti "tunggu sebentar" atau dalam keadaan seperti ini "jangan bicara dulu"

Btw, aku masih tidak tahu namanya. Kak Sally juga terus memanggilnya "Yang", aku tahu itu artinya "Sayang". Tidak mungkin aku memanggilnya "Kak Yang". Kayang?

"Kau ini Ayu. Tidak bisa kah mulutmu dikunci?" tanya Kak Salata geram

Aku menggeleng lalu melanjutkan kabar gembira ini.

"Iya jadi, nanti malam aku bakalan kasih tau mereka kalau kita ada disini. Kenapa aku baru kasih tau? Karena nanti malam mereka baru mau data siapa aja yang masih hidup di Malang."

Ambil napas dulu.

"Terus. Penyelamatannya juga terbatas. Masih belum tau maksudnya terbatas itu gimana. Nanti bakalan aku tanya juga. Untuk sekarang kita persiapkan diri dan barang-barang yang kita butuhkan dulu. Nanti kalau aku sudah berhasil hubungi mereka bakalan aku kasih tau selanjutnya gimana."

Hening. Tidak ada yang bersuara. Semua sibuk mencerna berita ini dengan jantung yang berdegup kencang. Aku mengerti perasaan mereka. Aku juga seperti ini saat pertama kali mendapat kabar.

"Sekarang kita turun terus makan. Aku harap kalian persiapkan diri dengan baik karena kita bakalan keluar dari kos ini ke dunia baru yang lebih kejam dari dunia lama."

_W_

neWorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang