24 ¦

41 6 0
                                    

Hari baru telah tiba, sinar matahari menyinari bumi dengan terang. Cahaya kuningnya menerpa setiap gedung tinggi hingga menampakkan bayangan yang besar pula dibawahnya. Aku masih duduk di satu meja, melihat suasana pagi yang sudah sangat sibuk dibawah sana. Orang-orang terlihat dimana-mana. Berjalan mencari kantor yang pas untuknya di dunia baru ini. Kantor yang bisa memberikan cukup makanan untuk dirinya. Tidak jarang orang-orang itu keluar dari kantor yang tidak menerimanya lalu masuk lagi ke kantor lain untuk melakukan interview.

Srak

Satu bungkus roti dan air mineral terletak disampingku. Aku tidak menoleh untuk melihat siapa yang datang. Pantulan kaca sudah memberitahukannya, bahkan dari sejam yang lalu, hanya diam berdiri dibelakangku memegang dua barang tadi.

"Aku sudah kasih tau teman kamu. Mereka bakalan datang setelah makan."

Lalu pergi tanpa menoleh.

Aku melihat dua pasang kekasih yang serasi itu, tapi lebih serasi lagi jika roti bersama dengan susu. Kehadiran mereka pasti akan mendapat sambutan yang sangat hangat di dalam perutku. Aku membuka botol, menyesap sedikit, lalu beralih ke satu roti yang seharusnya di makan oleh beberapa orang, karena stok makanan yang tidak banyak.

Apakah dia merasa kasihan padaku?

Roti tidak kumakan, kubiarkan begitu saja. Aku tidak ingin makan makanan hasil belas kasihan orang. Rasanya tidak akan enak. Yah, katakanlah aku egois atau semacamnya. Aku tidak peduli.

"Adit?"

"ADIT!"

Panggilan diiringi dengan larian dari beberapa orang membuat ku menoleh. Diva, Yuni, Rima dan Sani berlari mendekati ku dengan wajah yang berbinar. Sepertinya mereka ingin memelukku. Aku turun dari meja lalu menahan mereka dengan tangan yang sudah terulur ke depan. Mereka berhenti, tapi tidak dengan Rima. Dia menepis tanganku dan langsung memelukku dengan erat, hingga aku kesusahan bernapas. Pelukan ini menjadi lebih besar karena mereka bertiga juga ikut. Bisa kudengar suara tangisan dari mereka.

"Aku gapapa. Jangan nangis."

Rima melepaskan pelukannya lalu mengusap air matanya yang sangat deras bak air terjun.

"Kau selamat, dan kami nda tau. Kenapa kami nda tau?!"

"Ya maaf. Ada sesuatu semalam."

"Jangan hilang lagi Dit. Jangan." ucap Diva yang masih menangis.

Baru kali ini aku melihatnya menangis. Mungkin.

Aku mendekat lalu memeluknya. Baru kali ini juga aku memeluk orang terlebih dahulu.

"Iya iya. Aku bakalan hidup terus. Nda usah takut."

Aku melihat Yuni yang menangis tertahan. Pelukan Diva kulepas lalu bergantian memeluk Yuni yang langsung tumpah ruah di pundakku. Membuat mereka bertiga malah ikutan nangis lagi.

Dan aku juga sedikit mengeluarkan air mata. Aku tidak pernah mendapatkan kepedulian sebesar ini. Dan, hal ini membuatku terharu. Ternyata begini rasanya dipedulikan oleh seseorang.

Ini sangat nyaman.

_W_

Kini kami sudah tidak banyak lagi. Kami yang tadinya bersembilan kini tersisa enam orang saja. Kak Wulan, Hesty, dan Valin. Tidak selamat. Para tentara yang tadinya berjumlah dua puluh lebih kini hanya tersisa enam belas orang, sudah dikurangi dengan Martin. Yang tadinya orang biasa berjumlah lima belas kini hanya tersisa delapan orang. Mereka meninggal karena benturan keras saat tabrakan, dan diserang zombie. Ada pula yang menghilang tidak tahu kemana. Semoga saja yang menghilang itu masih selamat. Walaupun tidak tahu akan bertahan berapa lama.

neWorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang