29 ¦

19 4 0
                                    

"Cepat!"

Aku memasuki ruangan ini dengan gemetar dikaki. Suara di luar sana sangat mengerikan, padahal sebelumnya mereka biasa saja.

"Mungkin mereka liat kita."

Mungkin? Ini bukan mungkin lagi, mereka memang sudah melihat kami.

"Berapa lama lagi sampai disana?"

Dia menggeleng.

"Nda akan lama. Setelah ini kita belok dan sampai."

Kedengarannya memang hanya sebentar dan sepertinya bisa dilakukan dengan gampang, tapi itu hanya kedengarannya. Yang didengar tidak sama dengan yang terjadi. Kami harus berjalan dengan pelan dan bersembunyi di balik meja atau masuk ke ruangan ketika ada suara zombie yang masuk ketelinga. Untungnya ruangan di atas sini banyak yang tidak terbuka dan didalamnya tidak ada siapa-siapa.

Sungguh, antara film dan kejadian nyata itu sangat berbeda 180°. Aku sama sekali tidak lagi mengetahui arti dari kata istirahat, fisik dan mental. Dua-duanya sudah sangat terpukul sampai babak belur, tapi sama sekali tidak ada yang peduli dan tidak ada yang bisa mengobati, karena mereka juga sama menderitanya.

"Kita bisa selamat kan?"

Pertanyaan itu mendadak terpikir dan langsung meluncur begitu saja dari mulutku. Pertanyaan yang jawabannya hanya berupa harapan.

"Bisa."

Lihat. Itulah harapannya.

"Kita istirahat dulu sebentar. Tunggu keadaan di luar tenang."

Istirahat.

Memang yang dia katakan istirahat, tapi kenyataannya tidak seperti itu.

Istirahat.

Tapi kami masih mondar-mandir di ruangan ini mencari barang-barang yang mungkin diperlukan.

Istirahat.

Tapi otak kami masih bekerja dengan sangat aktif untuk mengatur setiap inci gerakan dari tubuh lelah ini. Masih berpikir tentang orang tua, cara menyelamatkan diri, bagaimana agar bisa bertahan selama mungkin dan memikirkan bagaimana nanti jika sudah terinfeksi. Apa yang harus dilakukan? Meratapi nasib? Membawa orang lain? Atau membunuh diri sendiri?

Mungkin saja akan ada waktunya dimana aku akan memilih diantara dua pilihan, kecuali membawa orang lain yang tentu saja tidak akan pernah aku pilih.

"Nda ada apa-apa disini. Sekarang duduk dan istirahatkan badan kamu."

Ya setidaknya aku bisa duduk tenang dengan lagu mengerikan dari luar sana. Ini meditasi versi terbaru.

Tunggu.

Aku baru menyadarinya sekarang.

"Kenapa kita berdua sama-sama kembali ke atas sini?"

Kulkas yang baru saja hendak duduk, membeku di tempat. Kami sama-sama saling pandang sampai akhirnya menyadari kebodohan ini dan menahan tawa. Aku berpaling, sementara dia menunduk.

Kenapa tidak ada yang menyadari hal ini sedari tadi? Sangat menguras energi.

"Kita keluar sekarang. Aku yang manggil mereka, kamu bisa kembali ke ruangan tadi. Ok?"

Sangat membuang-buang waktu.

Aku berdiri cepat, berusaha sekuat tenaga agar tidak meledakkan tawa. Dengan kewarasan yang sudah semakin menipis aku menarik napas panjang dan dalam, lalu mengeluarkannya dengan pelan bersama dengan butiran-butiran tawa yang mengikuti.

"Dua kali."

Hah?

"Apa?"

"Kamu nda dengar? Makanya jangan melamun. Fokus. Pintunya bakalan aku ketuk dua kali. Kalau ada ketukan selain itu jangan dibuka."

neWorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang