17 ¦ Bukan salah ku

30 11 0
                                    

14 September 20xx

Sabtu.

Semoga kami bisa diselamatkan. Semoga para tentara itu bisa datang ke tempat kami. Semoga hari ini kami bisa keluar dari kos ini.

Semoga.

Semoga.

Semoga.

"Dit."

Hah? Siapa?

"Dit kau dari semalam duduk disitu." ucap Diva menunjukku.

Aku sedang duduk bersila di depan pintu kamar Diva.

Karena kejadian semalam aku tidak bisa masuk ke kamar. Bayangan Frina yang diserang makhluk itu terus terbayang, apalagi saat melihat pojok kamar. Aku merasa sesak saat masuk kamar Diva semalam dan melihatnya yang sedang duduk di pojokan kasur. Membuatku sedikit mual lalu melangkah keluar menghirup oksigen banyak-banyak. Sejak semalam juga, aku terus memikirkan penyelamatan hari ini. Aku terus berdoa, berdoa dan berdoa.

Aku tidak ingin kejadian semalam terulang lagi. Aku tidak ingin ada lagi yang mati dengan cara yang tidak layak seperti itu. Aku ingin cepat pergi dari sini. Aku tidak ingin berada di sini lagi. Aku ingin keluar. Secepatnya.

"Dit." panggil Diva lagi membuatku tersadar dari lamunan.

"Hm?"

"Kau sadar kah? Dari semalam kau terus bilang semoga nda berhenti-berhenti."

Pantas saja mulutku terasa kram. Rasanya sudah tidak kuat lagi berbicara.

"Nih Ay." ucap Yuni memberikan segelas air.

"Mau ku ceritakan kenapa dia bisa ke bawah?" sambungnya, mendapat tatapan tajam dari Diva.

Aku mengangguk setelah meneguk segelas air. Rasanya melelahkan jika harus bersuara. Bahkan segelas air masih kurang menyiram kekeringan mulutku.

"Dia sempat liat kau ke bawah terus dikiranya sudah aman. Dia bilang mau ambil barangnya yang ada di kamar."

Bodoh.

Ternyata benar. Frina meninggal karena aku.

"Dia ke bawah bukan karena liat kau ke bawah tapi karena pengen ambil barangnya." sambung Diva dengan cepat. Mungkin ingin menenangkan ku.

Aku berdiri lalu melihat kamar Kak Asta dari atas. Kamar itu masih tertutup. Terdengar gebrakan dari dalam sana.

A!

DIT!

Gebrakan itu memanggil ku. Itu Frina. Frina memanggil nama ku.

Aku berjalan ke arah tangga.

Diva dan Yuni berlari mendahului. Mereka berdiri di ujung anak tangga. Menghalangi ku turun.

"Mau kemana?" tanya Rima keluar kamar karena melihat aku melewati kamarnya yang dekat dengan tangga.

"Frina manggil aku."

"Dit. Ini bukan salah mu."

"Bukan salah ku?"

Rima mengangguk.

"Tapi dia ke bawah karena ngeliat aku juga ke bawah."

"Kau ke bawah tapi nda ke depan." tegas Rima menarikku perlahan menjauh dari tangga.

Kamar Frina berada di depan, tepat disamping parkiran. Jika masuk ke dalam kos pasti melewati kamarnya lalu bertemu ruang tamu lantai satu.

"Tapi dia ngikut aku."

neWorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang