9 ¦ Pertahanan

40 12 3
                                    

Setelah merasa bahwa laki-laki ini bersih. Aku menghela napas, melihat ke atas tempat Diva melihat semuanya. Ia mengangguk dan memberikan dua jempol lalu masuk ke kamar.

Langit sore sudah menampilkan abstraksi warna yang sangat indah. Biru, putih, ungu, dan oranye. Aku duduk di ruang tamu, rasanya lelah walaupun bukan aku yang menahan makhluk tadi. Sementara pacar Kak Sally sedang berbaring di kamar pacarnya yang berada tepat di belakangku. Diva diatas baru saja keluar dari kamar, ingin melihat kondisi pagar yang masih didorong.

Semoga di sore yang indah ini tidak ada lagi yang masuk.

Brak

What the f-
Apalagi ini? Baru saja aku berdoa!

Aku berlari ke arah pintu yang menghubungkan ruang tamu dan parkiran, lalu melihat ke luar. Pagar kos telah rubuh membuat satu persatu makhluk itu masuk dengan sigapnya. Aku berlari menyalakan lampu ruang tamu lalu berlari naik ke atas, disusul pacar Kak Sally yang menghalau pintu menuju tangga dengan satu sofa.

Sampainya di atas, meja yang sebelumnya sudah disiapkan ku jatuhkan perlahan ke anak tangga lalu mematikan lampu tangga dan berjalan menunduk menuju kamar. Setiap melewati pintu selalu ku ketuk dua kali sebagai pertanda bahaya.

Pacar Kak Sally naik ke lantai tiga jaga-jaga jika kami semua tidak bisa keluar kamar maka dialah harapan satu-satunya.

Aku masuk ke kamar dimana Diva sudah bersiap menutup pintu. Suara mengerikan dari makhluk itu mulai terdengar. Aku tidak tahu bagaimana yang lain, yang pasti aku sedang mengalami tremor yang sangat hebat saat ini. Memegang sebuah pisau dan berjaga di balik pintu.

Tidak ada suara selain aungan khas dari makhluk itu. Semua terdiam sampai detakan jantung juga ikut terdiam. Kami mematikan lampu kamar kecuali lantai satu, menutup gorden dan tidak bersuara barang sedikit pun, tidak ingin menarik perhatian mereka. Katakanlah aku selalu menonton film, tidak disangka ternyata berguna juga.

Sekitar dua jam sampai akhirnya semua menjadi hening kembali. Aku membuka gorden sedikit, melihat ke bawah dan mendapati satu atau dua makhluk sedang mondar-mandir disana. Tidak lupa aku melihat ke lantai tiga, gelap. Laki-laki itu memberitahu di grup bahwa bukannya satu atau dua, tapi ada lima makhluk yang ada di bawah.

Aku terduduk lemas, menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar.

[Semua aman?]

Tanyaku ke grup kos. Mereka semua aman, tanpa cedera sedikit pun.

Yah, aku yang cedera karena menaiki tangga tergesa-gesa hingga hampir terjatuh dan tulang kering menabrak ujung anak tangga. Aku baru merasakan perihnya.

"Sekarang gimana?" tanya ku ke Diva.

Dia tidak menjawab, tentu saja. Aku pun tidak akan menjawab jika ada yang menanyakan hal itu. Terlebih di situasi sekarang.

[Cuma 5 kan kak?"]

[Yang aku liat 5.]

Bisa jadi mereka berkumpul di halaman kos.

Aku menarik napas panjang lalu memutar kunci pintu pelan. Diva memukul belakangku.

"Kalau kau mati aku nda tanggungjawab!" bisiknya penuh penekanan.

"Ssst."

Kulanjutkan kegiatanku lalu membuka pintu kamar sedikit. Ternyata badanku yang langsing ini berguna juga. Padahal selama ini selalu diejek karena terlihat kurus.

Aku berjalan meraba tembok menuju kearah balkon. Penerangan dari lantai bawah membantu pergerakan ku.

Aku membuka pintu balkon, melihat ke bawah. Lampu jalan menjadi penerangku untuk melihat kebawah.

Pintu balkon tidak ku tutup, aku berlari ke dalam kamar lalu mengunci pintu. Diva mendengarku masuk lalu meraba untuk menemukan diriku.

"Kenapa kau lama?"

Warga.

Warga yang pagi tadi aku lihat sedang bertengkar, tergeletak tak bernyawa dengan banyaknya lubang-lubang bekas gigitan di tubuhnya. Aku yakin dan aku melihat, mereka sudah tidak bernyawa. Mereka sudah mati. Dan mereka.

Mereka terbangun kembali tepat di depan mataku. Dalam keadaan mengenaskan.

Baju mereka yang terkoyak, badan yang penuh dengan luka, kaki atau tangan yang terlepas. Seperti tidak bisa mereka rasakan. Mereka bangkit kembali lalu berjalan tak tentu arah sembari mengeluarkan suara-suara serak yang mengerikan.

Semua ini nyata. Aku tidak bermimpi. Aku tidak sedang menonton bioskop. Aku tidak sedang bermain game.

Aku.

Aku masih hidup.

"Telpon polisi." ucapku ditengah kegelapan. Aku yakin ada Diva didepanku.

"Dit."

"Kita harus pergi dari sini." aku berdiri berusaha menenangkan napas ku yang menggebu.

"Dit."

"Apa?"

"Aku nda tau kau selama ini nanggapinya gimana tapi, ini nyata."

Ini nyata. Ya aku tau. Aku tau semua ini nyata. Aku tau ini nyata tapi aku selalu meyangkal. Antara percaya dan tidak percaya terus berputar di otakku selama ini.

Dan.

Aku terkejut melihat perubahan mereka yang terjadi secepat itu. Bukankah mereka akan berubah setelah beberapa jam tergigit? Oh iya ini sudah dua jam.

Virus apa yang sebenarnya bersarang di tubuh mereka?

Yang terpenting.

Apakah aman berada di dalam kos ini terus?

_W_

neWorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang