36 ¦

24 3 5
                                    

"Kalian disini? Turun sekarang!"

Ada apa ini tiba-tiba?

Kak Jo menarikku. Tanpa bisa mengelak aku tergesa mengikuti langkahnya yang menuruni tangga. Sangat berbahaya menuruni tangga seperti ini. Namun, saat sampai di lantai bawah, aku mengerti kenapa dia sangat panik.

Semua terlihat tegang, berdiri memegang berbagai macam benda di belakang pintu yang sedang di dobrak dari luar.

Inilah situasi yang sebenarnya. Kami sedang dikelilingi oleh zombie.

"Kita harus pergi dari sini sekarang," ungkap kak Riky mendekati ku yang masih berdiri diam.

"Mereka semakin banyak. Padahal tadi dobrakannya nda sebesar ini. Kita harus pergi, tapi ...."

Dia menggantung omongannnya.

"Tapi sudah nda ada jalan keluar."

"Jo?!"

Panggilan tegas berasal dari belakangku. Aku ikut menoleh padahal tidak dipanggil. Asal suara itu, komandan Gary. Beliau sudah membaik. Disebelahnya, kak Yuda?! Kapan dia datang?

"Kamu liat dari atas. Sebanyak apa mereka di luar sana," perintahnya.

Komandan mendekati pintu. Keberadaan kami dan makhluk-makhluk itu hanya terbatas pintu teralis dan barang-barang yang menumpuk. Yang lebih parah, pintu itu sudah tidak kuat lagi. Barang-barang yang menumpuk akan dengan cepat roboh. Jadi, bisa dikatakan pelindung kami hanyalah pintu yang semakin lama semakin terlepas dari engselnya itu.

"Kita harus lewat belakang ndan. Zombie yang ikuti Yuda nda terlalu banyak. Kita pasti bisa lewati mereka," ungkap kak Fajar memberikan pendapat.

"Kamu yakin?"

Kak Fajar terdiam. Padahal dia terlihat yakin dengan perkataannya, tapi dia malah terlihat tidak yakin saat ditanya.

"Kamu yakin bisa bunuh mereka dan kita bisa lewat?"

Kenapa dia ini? Mau tidak mau dia harus yakin. Apa yang dia takuti? Mati?

"Harus yakin," tegas ku.

Aku tidak mau mengungkapkan isi pikiran, tapi aku tidak tahan melihatnya. Dan mulai sekarang, aku tidak akan berbicara dengan khayalanku saja. Aku akan mengeluarkan semuanya.

"Emang mau gimana lagi? Mau nda mau kita harus cari jalan keluar. Tadi juga kak Fajar bilang kalau zombie yang di belakang nda terlalu banyak. Cuma ini kesempatannya. Selamat atau nda, bisa kita liat nanti."

Oh, sepertinya itu terlalu banyak. Aku berbicara terlalu banyak.

Komandan memandang anggotanya sebentar lalu mengangguk. Mendapat anggukan itu mereka berlari kesana kemari, mengeluarkan sapu, pel, pisau, kain dan menumpuknya di lantai.

"Mau tidak mau," ujar komandan memberikan sebilah pisau padaku.

Yah. Mau tidak mau.

Aku mengambil pisau. Pisau ini hanya sebesar pisau steak. Bagaimana caranya aku bertahan dengan ini? Satu tusukan tidak akan membuat mereka mati.

Tak tak

Pintu semakin terbuka. Orang-orang yang ada tepat di belakang pintu, mulai mundur sedikit demi sedikit. Mereka terus menoleh, melihat para tentara yang sedang mempersiapkan diri.

Mereka membalut tangan dan kaki dengan kain. Pisau yang tersisa mereka ikat di ujung gagang pel dan sapu. Kursi tunggu ntah bagaimana sudah terlepas dan kini menjadi tameng.

Kini tim penyerang terbentuk menjadi tiga kelompok. Kulkas dan kak Yuda. Kak Riky dan kak Jo. Kak Fajar dan komandan. Yaps komandan. Kondisinya memang belum sepenuhnya prima, tapi dia sudah cukup kuat untuk ikut bertarung.

neWorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang