23

72 6 0
                                    

Seokjin membawa dua murid yang baru saja membuat masalah menuju ruang konseling. Ruangannya lebih tepatnya.

Di sana, Seokjin menyuruh keduanya untuk duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Seokjin.

Oh, satu kemajuan yang dapat dilihat oleh Seokjin dari Jungkook. Pemuda itu tak lagi bersikap semena-mena. Eh, atau hanya karena pemuda itu sedang kesal? Makanya lupa akan sikap semena-menanya?

Tapi apapun itu, Seokjin tetap memuji kemajuan Jungkook dalam bersikap di dalam benaknya.

"Jadi, siapa yang ingin menjelaskan terlebih dahulu?"

Seokjin menatap dua muridnya dengan tenang. Tak ada sirat marah dalam pancaranya. Namun, tetap saja dua muridnya tak menjawab pertanyaan dari Seokjin.

Jungkook sendiri memang tak berniat menjawab. Dia juga membuang pandang menuju rak besar Seokjin. Bahkan ia duduk sedikit serong. Tak mau menatap Heungsoo yang berada di sampingnya.

Heungsoo juga diam. Ia sesekali mendesis akibat wajahnya yang babak belur karena Jungkook terasa berdenyut-denyut.

"Tak ada yang ingin menjawab?" tanya Seokjin lagi.

Karena tetap tak ada jawaban, Seokjin mengambil kesimpulan sendiri. "Ya sudah, jelaskan di depan orangtua masing-masing."

Seokjin langsung mengoperasikan telpon sekolah di mejanya. Menghubungi orang tua Heungsoo terlebih dahulu.

Lalu setelahnya menghubungi ayah dari Jungkook yang kini berada di sekolah.

Sebenarnya bukan tanpa alasan Jeon Daechan berkunjung ke sekolah. Hanya kunjungan bulanan biasa saja. Kebetulan, ketika kunjungan kali ini ia mendapat sedikit kejutan dari murid tingkat 2. Dan lebih kebetulan lagi, itu adalah anaknya.

🐰

Tok. Tok. Tok.

Seokjin langsung menoleh ke arah pintu ruangannya yang baru saja di ketuk. Ketukan yang terdengar tenang namun tegas.

"Silahkan masuk," ujar Seokjin kepada seseorang yang mengetuk pintu ruangannya.

Pintu terbuka dan memunculkan tubuh tegap ayah dari Jeon Jungkook.

Melihat siapa yang datang, Seokjin sigap berdiri. Ia melempar senyum ke arah Daechan yang juga tengah mengulas senyum ramah. Dan dapat Seokjin lihat, jika di belakang tubuh Daechan, ada Eunwoo yang mencoba mengintip ke dalam.

"Selamat datang, Jungkook Abeoji," sapa Seokjin sembari membungkuk sopan.

"Terima kasih, Kim Ssaem. Maaf kalau saya terlalu lama," balas Daechan.

"Tak apa, Jungkook Abeoji. Mari duduk dulu."

Daechan tersenyum sembari mengangguk ringan. Sebelum duduk, Daechan menutup dulu pintu yang tadi ia buka. Dan...,

"Ssaem, kalau ingin saksi, Aku bisa jadi saksi!" ... Eunwoo lekas berseru dengan lantang. Isyarat jika ia tak takut bersaksi karena memang Jungkook yang tak bersalah.

"Iya!" seru Seokjin membalas.

Setelah pintu tertutup, Daechan segera duduk di dekat Jungkook. Lebih tepatnya, di sisi kiri meja Seokjin. Disana sudah tersedia satu kursi cadangan yang tadi sengaja di tata oleh Seokjin.

"Ada masalah apa, Ssaem?" tanya Daechan begitu duduk.

Sebelum bertanya, Daechan sempat menatap ke arah anaknya, tapi yang di tatap malah melihat ke arah meja dengan pandangan tajam. Bisa Daechan lihat jika anaknya masih mencoba menurunkan amarahnya.

TypeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang