CHAPTER 19

2.4K 249 9
                                    

Rosie's Point of View

London kali ini aneh. Sepi. Tidak seperti biasanya. Atau mungkin bisa dibilang hari ini aneh. Aneh, semuanya. Di sekolah seharian ini aku tidak bertemu Zayn, Niall, ataupun kawan-kawannya. Lalu Perrie dan antek-anteknya itu hanya menatapku sinis saat kami berpapasan. Aneh. Kukira ia akan macam-macam lagi denganku sampai aku sudah memberinya tatapan sinis juga.

Jade juga aneh. Saat aku sampai tadi di butik, Jade malah mengajakku ke salon untuk menemaninya memotong rambut. Bukannya apa, tapi aku juga tidak enak pada pegawai-pegawai yang lainnya. Bagaimanapun aku disitu masih pegawai, jadi seperti tidak fair kalau aku tidak bekerja sedangkan yang lainnya bekerja. Tapi apa boleh buat, Jade langsung menarikku ke mobilnya bahkan saat aku belum menaruh tas di ruang ganti.

Dan disinilah aku, di salon bersama Jade dan melihat rambutku berjatuhan setiap kali si pegawai salon ini mengarahkan guntingnya ke rambutku. Ya, aku berakhir dengan memotong rambutku. Karena aku fikir, kalau hanya menunggu Jade memotong rambut, aku pasti bosan. Dan Jade bilang ia yang akan membayarnya. Jadi kufikir tidak ada alasan untuk menolaknya. Lagipula, aku sudah lama tidak memotong rambutku sehingga sekarang sudah panjang sekali.

"Jade, aku merasa tidak enak pada pegawai yang lain.."ujarku pada Jade yang sedang dipotong juga rambutnya di sebelahku.

"Kenapa memangnya?"

"Ya kau taulah, aku sudah beberapa kali tidak bekerja di butik karena pergi denganmu. Aku takutnya mereka iri denganku.."

"Ya memangnya kenapa kalau mereka iri? Hey, Rosie, kau ini temanku. Aku tidak ingin merasa menjadi bos dengan temanku, okay?"ujarnya.

"Aduh.. tapi kan aku juga tidak enak Jade. Aku dan mereka kan sama-sama pegawai. Tugas kami sama. Seharusnya sekarang aku berada di butikmu dan melayani pembeli. Tapi aku malah ada di sini denganmu... aku merasa tidak enak dengan mereka.. Takutnya mereka berfikir aku memanfaatkan status sebagai temanmu.."

"Sudahlah, Rosie.. mereka tidak akan berfikir macam-macam. It's not a big deal."

Aku hanya menggumamkan 'Hm' dan memilih untuk tidak membalas perkataan Jade. Yasudahlah, lagipula jika aku berdebat dengannya, nanti aku dikira tidak berterimakasih.

***

Sekarang aku sedang melihat penampilanku di cermin. Rambutku yang panjang itu kupotong sebahu semalam. Aku berbeda sekali. Tampak lebih fresh. Apalagi aku sekarang sedang memakai lipstick berwarna merah.

"Rosie, ibu harus berangkat sekarang, tolong antar adikmu, okay?"ujar ibu yang tiba-tiba ada di kamarku. Ibu berjalan mendekatiku. "Hey.. kau tampak sangat cantik.. Kau memotong rambutmu ya?"tanya ibu.

"Iya bu, semalam Jade mengajakku ke salon. Tadinya aku hanya ingin menemani Jade memotong rambutnya, tapi ia malah menyuruhku memotong rambut sekalian. Tidak apa kan bu?"tanyaku.

"Tidak apa. Hanya saja.. ibu jadi teringat ayahmu. Nick dulu sangat menyukai rambut panjangmu... Ia pernah bilang ia tidak akan membolehkanmu memotong rambut sampai rambutmu itu panjangnya sepunggung. Tapi sekarang ia bahkan sudah tidak bisa melihatnya lagi..."

Oh Tuhan, aku jadi merasa bersalah pada ibu. Ia pasti teringat ayah..

"Maaf bu, aku tidak tahu.. kalau saja aku tahu aku tidak akan mau memotong rambutku..."

Ibu tersenyum dan mengusap air mata yang jatuh ke pipinya. Ia pasti sangat merindukan ayah.

"Tidak apa-apa, Rosie. Sudahlah jangan sedih begini, ibu harus bekerja. Antar adikmu ke sekolah ya?"ujar ibu.

"Siap, bu. Hati-hati, i love you!"

"Love you too Rosie!"

Setelah itu ibu pergi ke tempatnya bekerja. Saatnya mengantar Cam, aku harus cepat jika aku tidak mau terlambat.

Dandelion // z.m [EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang