Zayn's Point of ViewRosie menarik kepalanya perlahan, melepaskan ciuman kami. Aku melihatnya tersipu malu. Aku mengangkat dagunya.
"What was that?"bisikku.
"I don't know.."
"Well, kalau begitu jangan kau pikirkan dulu. Sudah biasa kok. I mean, nobody can resist Zayn Malik,"ujarku. Rosie tertawa dan memukulku pelan.
"Aku mau pulang,"ujar Rosie tiba-tiba. Ia bangkit dari duduknya dan berdiri di depanku.
Aku menoleh dan menaikkan satu alisku. "Kau mau pulang? Yakin ibumu tidak marah kau pulang malam-malam? Perjalanan pulang saja bisa tiga jam."
"Ya masa aku harus menginap di sini sih. Ayo pulang, Zayn." Rosie menarik-narik tanganku seperti anak kecil yang meminta mainan.
Aku tertawa melihatnya. "Ayo pulang." Aku berdiri dan merangkul pundaknya sambil kami berdua jalan menuju mobilku yang terparkir di dekat jembatan. Ya, kami berdua jalan dari jembatan sampai festival ini. Tidak jauh juga kok.
"Zayn."
"Hm?"
"Kau benar-benar tidak marah padaku?"tanya Rosie.
"Mengapa aku harus marah? Ada apa memangnya?"
"Hmm.. you know.. karena aku menciummu tadi. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku menciummu,"ujar Rosie.
"Kau masih memikirkan itu? Kan tadi aku sudah bilang jangan di pikirkan. Aku anggap saja.. hm.. ini caramu untuk berterimakasih padaku,"ujarku. Aku mengedipkan sebelah mataku padanya membuatnya tertawa.
"Aku masih bingung. Kenapa ya tiba-tiba aku menciummu? Tiba-tiba saja aku seperti terdorong untuk memciummu. Seperti ada yang menyuruhku untuk menciummu. Aneh,"gumam Rosie. Aku diam saja menunggunya bicara lagi. Aku juga tidak ingin berbicara apa-apa sih. "Menurutmu kenapa Zayn?"
"Mungkin kau mencintaiku. Jadi kau menciumku,"ujarku singkat. Ucapanku itu setengahnya serius, setengahnya lagi tidak. Sebenarnya aku mau saja membicarakan tentang mengapa ia menciumku dan bagaimana perasaannya padaku sekarang tapi aku merasa waktunya belum tepat. Ia baru saja putus dari Harry. Bisa saja perasaannya pada Harry belum hilang.
Aku tidak mau ketika Rosie nanti menjalin hubungan baru denganku, ia masih memiliki perasaan untuk Harry. Aku ingin hati Rosie menjadi milikku sepenuhnya. Aku tidak ingin berbagi dengan yang lain.
"Hm, mungkin saja," ujar Rosie pelan. Aku menangguk mengiyakan saja. Kami berdua jalan dengan diam. Beberapa kali aku mendapati Rosie yang menggosok telapak tangannya kedinginan. Maka dari itu aku meraih pinggangnya dan menariknya lebih dekat denganku.
"Kau kedinginan ya?"tanyaku dengan bodohnya. Rosie mengangguk. Aku berhenti sebentar, melepas jaket kulitku kemudian ku berikan padanya. "Pakai ini,"ujarku.
"Kalau aku pakai jaketmu, kau pakai apa? Tidak mau ah."
Aku mendengus lalu menyampirkan jaketku di pundaknya tanpa meminta persetujuan darinya. "Zayn!" Rosie berusaha melepaskan jaketku dari pundaknya, tapi aku menahannya dengan memegang kedua pundaknya. "Zayn ih, nanti kau kedinginan ya ampun kau hanya memakai kaosmu itu!" ujar Rosie.
"Jangan protes kenapa sih. Aku kasian denganmu yang daritadi sedih. Anggap saja ini ummm, usahaku untuk membuatmu merasa lebih baik?"
Rosie berhenti bergerak dan ia menatapku sekarang. "Kau tahu, Zayn? Semua yang kau lakukan seharian ini sukses membuatku merasa jauh lebih baik. Aku bahkan sudah tidak memikirkan Harry lagi kalau tidak ada yang mengingatkanku padanya. Aku terlalu banyak bersenang-senang denganmu sampai aku bisa melupakannya. Kini giliranku untuk membuatmu senang. Apa yang bisa aku lakukan untuk membuatmu senang, Tuan Malik?"ujar Rosie. Perempuan di hadapanku ini menyeringai ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion // z.m [EDITING]
RandomThere are times when we have to stop lying to ourself. No matter how we try to continue to lie, lie it will be seen by itself, without us knowing.