Rosie's Point of View
"WHAT THE FUCK HARRY!"teriakku begitu saja. Di saat seperti ini memangnya apa yang bisa aku lakukan selain berteriak?!
Harry bangun karena terkejut, perempuan yang tidur di sebelahnya itupun ikut bangun. Yaampun.. hatiku rasanya sakit sekali melihat mereka berdua telanjang dan hanya ditutupi selimut.
Mata Harry membelalak begitu melihatku di ambang pintu kamarnya. "Rosie! Ya Tuhan! Apa yang kau lakukan di sini sayang," ujar Harry. Ia bangun dari kasurnya dengan buru-buru dan menghampiriku. Tidak lupa ia memakai boxernya yang tergeletak di lantai. "Apa yang kau lakukan di sini?"tanya Harry sekali
lagi.Tanpa ku sadari, air mata sudah membasahi wajahku. Aku tidak sanggup untuk berbicara lagi. Kepalaku pusing mencerna apa yang aku lihat barusan. Rasanya aku ingin pingsan saja sekarang.
Bola mata Harry bergerak kesana kemari. Aku tahu, dia pasti ingin mencari alasan. Dan itulah yang membuatku marah. "Rosie, babe—"
"Don't babe me asshole! Ku kira kau sudah berubah! Ku kira kau bukan bajingan seperti dulu lagi! Ku kira kau memang tulus memcintaiku apa adanya Harry! Apa ini?! Kau tidak puas denganku! Aku memang bukan jalang sepertinya yang mau ditidurimu hanya dalam kurun waktu satu bulan kita berpacaran! Apa hanya karena itu kau mencari pelampiasan?! Jawab aku Harry! Jawab!"teriakku. Masa bodoh dengan pelayan-pelayan Harry di rumah ini. Masa bodoh dengan gadis jalang yang sekarang menonton kami bak sedang menonton siaran tv. Aku kelewat sakit hati untuk peduli kepada itu semua.
"Rosie, aku bisa jelaskan! Ini semua tidak seperti yang kau kira. Aku um.. aku hanya menerima hadiah..?"
"Hadiah apa?! Hadiah karena bisa memacariku selama satu bulan? Hadiah karena bisa menjadikanku boneka bodohmu?! Hadiah apa Harry hadiah apa?! Katakan padaku!" teriakku. Aku menangis dan berteriak seperti orang yang rumahnya kebakaran saja.
Hadiah.
Tiba-tiba semuanya berputar di kepalaku. Peringatan Zayn.. Taruhan.. Louis dan Harry.. Hadiah.. Ini semua sudah jelas bagiku tapi aku terus menyangkalnya karena aku dibutakan oleh Harry. Aku begitu bodoh!
"Harry.." suaraku melemah. "Apa.. ini hadiah.. dari Louis.. karena kau berhasil melakukan taruhanmu itu..?" Aku melihat Harry membelalakan matanya lagi. Mungkin ia terkejut aku bisa tahu tentang taruhan sialannya ini. "Jawab!"
"Umm.. iya. Awalnya aku memang menjadikanmu umm.. itu, tapi aku benar-benar mencintaimu Rosie! Aku berani bersum—" Harry tidak dapat menyelesaikan apapun yang ingin ia katakan itu. Tanganku sudah lebih dulu memotong ucapannya.
"Bisa-bisanya kau bilang kau mencintaiku setelah semua ini terjadi?! Dimana kau taruh otakmu itu Harry?! Bukan omong kosong mu itu yang aku butuhkan sekarang!"seruku. Harry menatapku terkejut. Mungkin ia terkejut aku berani menamparnya.
"Rosie!" Aku menoleh ke belakang. Terlihat Zayn yang sedang berlari dari tangga bawah mendekati kami berdua—atau bertiga bersama jalang itu. "Rosie! You alright?" Zayn berdiri di sampingku, ia memegangiku seakan-akan aku akan jatuh jika tidak di pegangi. Well, itu bisa saja terjadi karena aku kelewat pusing.
"Aku baik. Temanmu ini yang tidak baik. Dia sakit jiwa! Dia mempermainkan aku Zayn! Dia menjadikanku taruhannya!"seruku lagi. "Aku harusnya mendengarkan apa katamu! Aku harusnya tidak jatuh ke dalam perangkapnya! Aku bodoh Zayn aku bodoh!"
"Zayn? Kau yang memberi tahu Rosie?"tanya Harry tiba-tiba.
Sebelum Zayn sempat menjawab, aku mendahuluinya. "Iya! Zayn yang memberitahuku semua kelakuan bejatmu itu! Harusnya aku mempercayai kata-katanya tapi aku menyangkalnya karena aku mencintaimu. Kau.. Kau brengsek Harry. Kau brengsek!" Zayn merengkuhku ke dalam pelukannya. Ia memelukku dan mengusap-usap punggungku, berusaha membuatku tenang. Setidaknya aku sudah bis amengatur nafasku sekarang. "Bawa aku pergi, Zayn. Aku tidak mau melihatnya lagi.."isakku di pelukan Zayn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion // z.m [EDITING]
RandomThere are times when we have to stop lying to ourself. No matter how we try to continue to lie, lie it will be seen by itself, without us knowing.