Rosie's Point of View
Aku menghapus air mataku dengan kasar. Apa apaan dia seenaknya menarikku ke mobilnya dan menyuruhku menjauhi temannya begitu saja? Apa dia tidak ingat dia sendiri sudah tidak bicara padaku dan dia sendiri sudah memiliki pacar!
Bunyi klakson mobil mengagetkanku. Aku mendelik kepada pemilik mobil dan lanjut menyeberang jalan. Masa bodo kalau aku yang salah.
Perjalanan ke butik nampak sangat suram bagiku. Aku terus merutuki Zayn di perjalanan. Saat masuk butik pun aku membanting pintunya membuat Jade dan staff lain yang sedang berada di situ kaget.
Jade menghampiriku. "Rosie? Ada apa denganmu?"
"Aku tidak apa-apa. Aku akan berganti baju dahulu." Tanpa menghiraukan tatapan yang lain, aku melesat ke ruang staff dan meletakkan tas ku di sana.
Aku menatap cermin besar yang ada di dinding. Aku begitu mengerikan. Hidungku memerah dan begitupula dengan mataku. Sialan, baru juga menangis sebentar.
Maka, aku memakai concealer untuk menutupi hidungku yang merah itu karena tidak ingin membuat pengunjung kaget dan pergi karena melihat wajahku yang berantakan ini.
Aku mengepang rambutku di belakang agar tidak menggangguku, lalu memakai seragam. Setelah itu aku keluar untuk memulai tugasku.
Aku berpapasan dengan Joanna yang ingin pulang karena shiftnya sudah selesai. Dia part time sepertiku, tapi ia mengambil dari pagi sehingga ia selesai sebelum malam.
"Kau habis menangis ya?"tanyanya.
"Tidak aku tadi tertimpuk salju." Alasan yang sangat bodoh, Rosie. Salju sudah menipis karena ini menjelang Februari.
"Tertimpuk anak-anak ya? Mereka memang menyebalkan,"ujarnya. Aku diam saja. "Aku pulang ya. Selamat bekerja, Rosie."
Joanna berjalan melewatiku. Kemudian aku berjalan ke salah satu rak karena ada seorang ibu-ibu yang memanggilku. "Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku seramah mungkin.
"Aku minta ukuran M untuk anakku.. Bis- Yaampun, Rosie?" Ibu-ibu itu menatapku. Dan kini aku mengenalinya. She is Zayn's mother.
Sialan.
Habis bertemu anaknya, sekarang aku bertemu ibunya.
Mudah-mudahan saja ibunya tidak membuat kepalaku pusing seprti apa yang dilakukan anaknya.
"Aunt Trisha.."
"Kau bekerja di sini ya?"tanya Aunt Trisha.
Aku mengangguk. "Keuangan keluargaku tidak begitu baik. Jadi aku harus ikut membantu,"ujarku.
Aunt Trisha tersenyum. "Ibumu pasti bangga memiliki anak sepertimu. Kau cantik, rajin pula. Siapapun pasti akan menawarkan diri untuk menikahimu,"ujarnya.
Putramu tidak, batinku berbicara.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku. Aku menoleh, ternyata itu Jade. "Rosie? Kau sedang apa?"tanyanya.
"Aku sedang berbicara dengan Aunt-"
"Jade? Is that you?"ujar Aunt Trisha memotong perkataanku.
"Aunt Trisha!" Jade berseru kemudian ia bergerak memeluk Aunt Trisha. Aku hanya bisa menatap mereka berdua dengan bingung. Aku berdiri canggung di sini sampai akhirnya mereka melepas pelukannya.
"Kalian berdua.. saling kenal?"tanyaku kikuk.
"Tentu saja, Rose! Jade ini temannya Zayn dulu.. Dia sering berkunjung ke rumah bersama Harry dan yang lainnya.." jawab Aunt Trisha. Aku hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum kecil. "Jade kau makin cantik saja! Mengapa kau sudah jarang datang ke rumah?"tanya Aunt Trisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion // z.m [EDITING]
RandomThere are times when we have to stop lying to ourself. No matter how we try to continue to lie, lie it will be seen by itself, without us knowing.