Zayn's Point of View
Aku menatap Bella yang sedang menyandarkan kepalanya di dadaku. Kami sedang menonton film di rumahnya.
Ini terasa beda. Pikiranku melayang kemana-mana. Terutama kepada gadis bernama Rosie yang sangat aku cintai. Aku terus memikirkannya. Apalagi tatapan sedihnya saat melihatku dan Bella tadi di cafetaria. Ini seperti bukan aku yang sedang menonton film bersama Bella. Aku disini, tapi pikiranku pada Rosie. Bukan pada gadis di sebelahku ini.
Aku tidak peduli dengan Bella yang terus mengalihkan pandangannya dari laptop dan tersenyum padaku. Dia bukan gadis jahat seperti Perrie. Tapi aku yang jahat padanya. Sebut saja kalau aku memintanya menjadi pacarku hari ini hanya karena aku marah pada Rosie dan ingin membuktikan ucapanku kemarin.
Sumpah. Aku sedang tidak berpikir jernih saat aku tiba-tiba menelepon Niall dan memintanya menemaniku membeli bunga. Dia sempat bertanya untuk siapa tapi aku mengacuhkannya. Ya tetap saja aku memceritakan semuanya pada Niall seperti yang aku lakukan pada Louis, Harry dan Liam.
Niall memarahiku habis-habisan kemarin di mobil. Katanya, aku begitu bodoh karena menyia-nyiakan Rosie. Katanya ia tahu Rosie hanya belum bisa mengatakan perasaannya padaku. Ia hampir saja menyeretku ke Rosie tadi siang kalau aku tidak buru-buru menghampiri Bella di cafetaria.
Yang lebih parah lagi, saat aku bercerita dengan Liam, ia bilang begini,
'Kau bodoh sekali Zayn. Kau bahkan tidak memberinya kesempatan untuk membalas pesanmu. Bagaimana kalau ternyata ia ingin mengutarakan perasaannya padamu tapi kau telah menyudahi apapun hubungan kalian itu. Kau tidak tahu pernah tahu apa yang akan terjadi saat itu Zayn. Kau terlalu... emosi? Aku mengerti kau marah, kesal, emosi atau apapun itu. Tapi kau terlalu membiarkan emosimu itu mengambil alih dirimu. Dan itu tidak baik Zayn. Sangat sangat tidak baik. Aku yakin kau akan menyesal dengan keputusanmu. Aku 100 persen yakin.'
Aku ingat sekali perkataannya. Bahkan aku ingat aku yang ingin sekali memukul diriku saat mendengarnya berbicara begitu di rumah Harry. Aku memang meminta mereka datang ke rumah Harry karena rumah Harry sedang kosong. Tapi Niall tidak bisa datang dan aku baru menceritakannya di mobil tadi saat ingin membeli bunga.
Satu lagi yang aneh. Louis dan Harry tidak berbicara banyak saat aku bercerita. Yang aku ingat Louis bilang,
'Jangan buat dirimu menyesal Zayn. Cintanya tak selamanya untukmu kau tahu. Rosie itu... baik, pintar, dan ia cantik pula. Jadi kupastikan setelah ini akan banyak laki-laki lain yang akan mengejarnya.'
Aku mengutuk diriku sendiri saat itu. Ingin sekali rasanya aku menciptakan mesin waktu dan mengembalikan diriku ke semalam. Lalu aku tidak akan bertengkar dengan Rosie. Aku hanya akan menyuruhnya mendengarkan lagu Jai Waetford itu dan aku akan menunggunya mengatakan perasaannya padaku walaupun seribu tahun lamanya.
Saat itu Harry hanya menimpali perkataan Louis dengan 'Yeah she's a great person' atau semacamnya aku tidak begitu dengar. Dan itu sama sekali tidak membuatku lebih baik.
Aku lupa satu lagi, Niall.
Temanku itu bersemangat sekali saat ingin mengantarku membeli bunga. Ia mengira kalau itu untuk Rosie dan ia senang karena akhirnya aku dan Rosie mau jujur dengan perasaan kami. Karena aku tidak mau ia salah paham berkepanjangan, aku menceritakan semuanya ke Niall.
Ia langsung mengerem mobilnya saat itu. Aku hampir saja mencium dashboard jika saja aku tidak refleks memegang pegangan atas jendela.
Ia bilang seperti ini,
'Zayn kau bercanda kan? Kenapa kau menjadi bodoh sekali untuk melepasnya? Asal kau tahu ya, dia mencintaimu Zayn. Apa kau tidak sadar ya kalau Rosie itu mencintaimu? Ck, aku bingung padamu.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion // z.m [EDITING]
AcakThere are times when we have to stop lying to ourself. No matter how we try to continue to lie, lie it will be seen by itself, without us knowing.