"Neng, aduh neng kalau main jangan lari-lari atuh. Nanti jatuh nyonya juga yang marah, neng."
Gadis manis itu terus berlari menghindari wanita paruh baya yang telah merawatnya sedari bayi.
"Bibi ayo kejar, masa bibi kalah sih?"
Dibawah terik mentari pagi, beberapa tetes keringat bahkan telah membasahi wajah tak muda sang bibi.
"Dera! Ngapain lari-lari? Kasian bibi udah capek itu. Udah ya bibi istirahat aja, biarin aja dia lari ntar juga jatuh sendiri." Suara wanita yang telah terdengar dewasa itu menggelegar disekitar taman rumah.
"Hehe, nyonya mah. Ntar nangis neng Dera'nya."
"Biarin aja bi, biar dia tau. Bandel banget dibilangin, ntar mama tanyain ayah loh ya, Dera suka banget gangguin bibi."
Gadis kecil yang biasa disapa Dera, mendongak melihat sang mama. Tampak terlihat wajah takutnya terhadap pria yang ia sebut ayah.
"Tapi Dera gak ngapa-ngapain ma~"
Vita lagi-lagi memutar mata jengah, ia tau betul sifat asli anaknya. Gadis kecilnya merupakan rubah licik yang memiliki watak sama persis seperti ayahnya.
"Masuk cuci tangan, kamu belum sarapan."
Setelah gadis kecil itu menghilang dibalik pintu, Vita mendekati sang bibi.
"Belum datang bi?"
"Belum nyonya, katanya nanti sore."
Vita mengangguk puas. "Sesuai yang saya maukan, bi?"
"Beuhh, tenang nyonya. Semuanya teh selesai terima beres!"
Kedua wanita itu sibuk berbisik-bisik dibawah guyuran cahaya pagi. Tak menyadari seorang pria dengan gadis kecil dalam gendongannya menatap keduanya tajam.
Merasa hawa tak nyaman, Vita menoleh mendapati wajah kecut suaminya dan senyum mengejek anaknya.
"Loh, kok belum sarapan sih?" Vita berjalan menyusul keduanya dengan senyum manis terpantri.
"Ngapain? Kamu ngapain disana?"
Entahlah, setelah keduanya menikah. Sifat posesif suaminya meningkat, padahal ia hanya hilang beberapa menit.
"Itu abis bahas selebriti, mas kayak gak tau aja urusan cewek."
"Gak gitu ayah, tapi Dera liat mama bisik-bisik sama bibi. Mungkin bahas tetangga ganteng yang kemarin."
Mata Vita melotot menatap putrinya kesal. Anak siapa sih dia?
"Gak gitu mas, serius. Kita cuma bahas paket yang belum sampe. Iyakan bi?"
"Eh, iya tuan. Nyonya mah gak mungkin gak setia, walaupun tetangga sebelah punya empat roti sobek, nyonya tetep milih tuan kok."
Ucapan bibi hanyalah menambah bensin pada api yang masih berkobar. Membuat tatapan suaminya kembali menatap Vita tajam.
"Vita? Masuk!"
Vita hanya menatap suami lalu putrinya, setelahnya menatap sang bibi yang hanya menunduk merasa bersalah.
Dan dengan enggan masuk kedalam ruang tamu, duduk meringkuk dengan perasaan tak menentu.
"A-anu loh mas, aku bisa jelas-"
"Sssttt!" Tangan sang suami mengapit bibir Vita.
Membuat tawa kecil Dera terdengar, ia hanya menatap geli pada mamanya lalu tersenyum manis pada ayahnya. Setelahnya memberi 2 jempol.
"Alasan kamu terlalu banyak."
Mengerut bibir tak senang, Vita memukul tangan yang masih mencapit bibirnya.
"Mas Derga mah gitu, gak mau dengerin dulu!" Setelah berucap Vita melangkah pergi menuju kamar, menutup pintu menggunakan kekuatan batin.
Brak!
"Oho~ tak tau mama dah marah, ini semua salah ayah!" Dera melompat turun dari gendongan menuju kamar dan juga membanting pintu.
Brak!
Berdiri dengan tatapan bingung, Derga menyusul ingin membuka kamar. Namun, sebelum tangannya memutar kenop, pintu terbuka. Menampilkan Vita yang penuh dengan bantal dan guling.
"Tidur diluar!"
Derga menangkap bantal yang dilempar, ia melempar bantal kesamping lalu mencoba menggebrak pintu yang terkunci.
"Vita ini masih pagi! Jangan nyari masalah!"
Pintu kembali terbuka. Namun, kali ini tampilan Vita membuat Derga sedikit tertegun.
"Hiks! Mas mah gitu," ujar Vita sesegukan lalu berjalan masuk kedalam pelukan suaminya.
"Kamu kenapa? Kok jadi nangis gini?"
"Gak tau!"
"Lah kenapa gak-aw! Kenapa nyubit?"
"Mas'nya nanya mulu."
Derga manangkup wajah Vita, mengusap pelan air matanya. Senyum diwajah Derga terpantri, ia mendaratkan beberapa kecupan dikening lalu berbisik maaf. Kembali mendaratkan bibir dikedua pipi, dan berakhir dibibir manis istrinya. Udah halal nih boss.
Sampai pintu kamar sebelah terbuka.
Ceklek!
"Ayah!"
Teriakan nyaring milik putri kedua pasangan itu menghentikan kegiatan adu mesra. Dera mendekat lalu menyeruduk sang ayah.
"A-apa yang ayah lakukan?! Ini semua kata guru Dera gak dibolehin! Nanti mama hamil ayah!"
Kedua pasangan itu hanya menatap putrinya bingung. Lah kecebongnya lewat mana?
"Kenapa ayah cium mama?!"
Tampilan marah Dera agaknya hanya mengundang tawa, tangan kecilnya berada dipinggang dengan mata melotot. Persis seperti Vita saat emosi.
"Guru Dera bilang, lawan jenis itu gak boleh cium-cium. Ayah sama mama, beda lawan jenis gak boleh cium-cium, kenapa ayah cium mama tapi gak cium Dera?!" Murka Dera setelahnya kembali memasuki kamar tak lupa menggebrak pintu.
Brak!
Vita balik menatap Derga lalu mendengus.
"Ini salah kamu mas! Tidur diluar!"
Brak!
Dan lagi, Derga ditinggal pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Late and Kiss [END]
Teen Fiction"I like your lips, can you give me your Kiss?" Ada apa ini? Mengapa dia harus mencium gurunya?! Jumlah part 43 + 4 extra part Status: END~ Start: 2 Juni 2020 End: 25 Maret 2021 @scorpio_nn Voment ya cantik-cantik ku.