Late and Kiss || Part 34

18K 1.5K 75
                                    

Sore ini, setelah kejadian mengenaskan siang tadi. Vita memutuskan untuk mengurung diri dikamar. Mengabaikan segala teriakan manja Gathan dan protes Tiara lewat ponselnya.

Namun, Vita yang pada dasarnya adalah wanita tangguh. Menyibukkan diri bermain game online, atau sekedar menonton film action. Dan kini, Gathan tengah menemani Vita diruang tamu. Menonton film ditemani semangkuk popcorn.

"Hiks!"

"Lo kenapa lagi nyet?"

"L-lo gak liat, dia nembak tapi gak kena!"

Gathan mencoba menahan hasrat ingin mengumpat, Vita mendadak labil layaknya anak baru gede pas lagi putus cinta. Tapi, itu benar.

"Astagfirullah, hubungannya apa?!"

"Ya sedih dong, Tan. Dia gak jadi mati," tutur Vita mengusap pelan pipinya yang lembab.

Dan Gathan hanya bisa untuk tidak membenturkan kepala Vita ditembok. Namun, karena keimanan Gathan yang setegar baja ia menahan dengan mengacak kasar rambutnya.

"Lo kayaknya mesti dibawa ke RSJ, kewarasan lo udah menipis, Vit. Gue takut jadi korban lo ntar."

"Lo kok jadi jahat gini, Tan? Mentang-mentang lo cowok, lo seenaknya nyakitin cewek gitu? Yang ngelahirin, nyusui, dan memberikan kasih sayang secara gratis ya emak lo. Hargai dikitlah gue sebagai cewek."

"Yee, yang nyusui juga emak gue. Emang kapan lo ngasih gue susu? Gak pernah 'kan? Yaudah jangan sok solimih."

"Najis gue bangke, nyusuin anak modelan kayak lo. Udah gak guna, idup pula. Sia-sia idup lo, Tan. Bermanfaat kagak, nyampah sih iya."

"Lo lama-lama minta ditonjok ya?" tutur Gathan memamerkan otot lengannya.

"Apa, maju kalau berani."

"Gak deh, ntar hospot lo mati lagi. Bisa berabe gue mah."

Ya walaupun candaan Gathan garing, tapi tetap saja suasana hati Vita menjadi lebih baik. Oke, mari kita tarik ucapan Vita yang berkata bahwa Gathan tak berguna.

Setidaknya Gathan lebih baik dibanding si buaya kelelep.

"Ntar malam gue mau ke caffe," ujar Gathan memakan sesuap popcorn.

"Ngapain? Malam mingguan? Udah lewat kali."

"Gue kerja, Vit."

Vita menatap Gathan dengan wajah tak percaya.

"Yang bener aja lo? Seorang Gathan kerja? Oh, impossible sekali."

"Lo aja yang kemana? Gue udah kerja seminggu disono," bela Gathan tak terima.

"Kerjaan apaan emang, jangan-jangan lo jadi kang parkir lagi."

"Sotoy lo, kang parkir juga halal aja tuh duitnya. Intinya gue jadi manajernya, hebat 'kan?"

Tawa Vita kembali pecah, aneh rasanya mendengar hal aneh seperti ini. IQ dibawah rata-rata, tapi Gathan telah menjadi manajer. Ia rasa orang itu punya utang nyawa dengab Gathan, dan mau tak mau sebagai jaminan Gathan diberi jabatan.

"Dah lah, lo kalau nipu jangan ke gue."

"Seriusan gue, lo ikut aja deh ntar malem. Biar ada yang temenin gue gitu," tutur Gathan menggerakkan alisnya naik turun.

"Liat aja ntar, kalau gue gabut."

**

06:28 pm

Seperti kemauan Gathan sore tadi, Vita bergegas mengganti piyama tidurnya dengan kaos putih dan celana jins hitam. Terakhir rambutnya dibiarkan terurai bebas, lupa bahwa dua minggu ia tak keramas sama sekali.

Berjalan menuju kamar Gathan, pemuda itu tengah sibuk rebahan dikamar.

"Tan, gak jadi?"

Pria itu menengok dengan tanya, melihat tampilan Vita yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

"Mau kemana lo, cakep-cakep?"

"Ye, kan lo ngajak ke Caffe. Gimana sih," kesal Vita berdecak.

Gathan dengan cepat bergegas mengganti baju tak lupa menggunakan parfum sebanyak mungkin.

"Gak mandi?"

"Hah, mandi? Gue mandi? Besok aja lah."

***

Saat motor Gathan meluncur bebas menuju jalan, Gathan kembali kepada hobinya. Bernyanyi sebebas mungkin, karna suara paripurnanya itu hanya ia yang dapat dengar. Apa lagi suara berisiknya mobil lalu lintas.

"WOI, KALAU NAIK MOTOR JANGAN NYANYI NYET, LIUR LO MUNCRAT!"

"HAH?!"

"LO MONYET!!"

"AH, IYA! MAKASIH."

Keduanya telah berada tepat diparkiran, Gathan yang sibuk bercermin dan juga Vita yang sibuk memperhatikan pria itu.

"Dah, cakep. Yok lah," gumam kecil Gathan. "Oh, iya. Lo katanya gak mau ikut, kok dadakan?"

"Nyari yang baru, kayak gak ada cowok lain aja."

"Yee, truss si Arion mau lo kemanain? Si Bara juga."

Alis Vita mengerut, kapan Gathan mengenal pria itu.

"Lo tau Bara?"

"Eh, anuu. Itu Tiara yang cerita!"

"Tiara cerita?"

"Hum, iya."

Vita menatap Gathan kian mendekat, melihat ada begitu banyak kebohongan dimatanya.

"Yaudah, let's go!"

Keduanya kini berada tepat didalam Caffe yang tampak tak begitu rame. Karna pada dasarnya ini bukankah malam minggu.

"Lo tunggu bentar, ntar gue pesanin. Kopi anti galau 'kan? Tenang aja, ntar gue suruh si Abdul nyanyi lagu kopi dangdut."

"Abdul, musik!" Ujar Gathan nyaring.

Jrengg! Jrengg!

"Untukmu, Terakhir."

"Mengapakah kita selalu berjauh hati?
Selalu sendiri dan terasa hati. Apakah kita tak sehaluan lagi?

Berat bagiku, berat bagiku. Apakah salahku kau buatku begini? Selalu sendiri, tinggal sendiri. Cinta yang ku pinta, kau balas dengan dusta.

Berat bagiku. Melepaskanmu, bukan mudah bagiku untuk melalui semua ini.

Pabila kenangan kita mengusik jiwa dan hati.
Kala malam tidurku tak lena mengenangkanmu. Ku cuba pertahankan. Separuh jiwaku hilang ikut terbang bersamamu, episod cinta hitamku kini berulang kembali.

Berulang kembali menguasai diriku ini. Oh Tuhan, ku mahu yang terbaik. Terbaik buatku, insan kerdil ini. Oh Tuhan, noktahkan kehilangan ini. Munculkan dia, dia terakhir buatku."

Gathan kampret, mengapa juga harus lagu yang tepat menusuk relung hati terdalamnya. Sampai seseorang mengantarkan sebuah kopi dengan gambar hati terpatah.

Meskipun sedikit kesal, kopi itu tetap Vita cecap. Rasanya pahit, layaknya kenyataannya saat ini.











Terakhir-Sufian Suhaimi🎵

Late and Kiss [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang