Late and Kiss || Part 18

39.3K 2.4K 38
                                    

Sebelum itu, Jangan lupa Vote:)







[Avitha POV]

Rasanya panas, bukan. Ini bukan panas, melainkan rasa hangat yang memenuhi setiap rongga napas dan tubuhku. Aku tidak tau akan demam seperti ini.

Namun, benda hangat lain serasa menempel pada keningku. Sebuah kompres 'kah? Tapi, dimana suara tante Maura? Ia biasa mengomel saat aku demam seperti ini.

Kukerjapkan mata, mencoba menalisir silau dari cahaya mentari, karna kurasa ini telah pagi. Ruangan ini tampak asing, aku ingat dengan jelas bahwa ini bukanlah kamar tempatku rebahan bebas.

"Eughh," erangku pelan.

Kuraba keningku, menemukan selipat kain kecil yang terasa lembab. Aku juga menemukan bahwa pakaianku telah berganti, mencoba untuk terduduk. Aku mulai mengedarkan pandangan, pada ruangan nan minimalis tapi terkesan maskulin.

Ah, ini ruangan lebih tepatnya kamar pak Derga. Tapi kenapa aku selalu ada disini? Ralat, saat pingsan juga aku berakhir diranjang yang sama.

"Sudah lebih baik?"

Aku sedikit terkejut saat menemukan sesosok manusia dengan kaos dan juga celana kolor biasa. Itu adalah bentuk lain dari seorang Derga, yang kudapati selalu menggunakan kemeja rapi.

"Sarapan dan setelah ini makan obat."

Mengangguk kepala, aku rasa tenggorokanku kering. Ia menyodorkan bubur dan juga air putih, napan yang digunakannya diletakkan tepat diatas pahaku.

Mengucapkan terima kasih tanpa bersuara, aku perlahan mengambil sendok dan mulai mencicipinya perlahan. Secara hakikat, aku tidak begitu menyukai bubur, apalagi bubur ini terlihat tak berwarna kata lain dari hambar.

"Pak."

Aku yang sibuk memperhatikan bubur, tak mengira bahwa pak Derga telah mengambil alih sendok yang kuletakkan secara bebas.

"Hem?" ia membalas sekaligus mengambil alih bubur dan mulai menyuapiku dengan telaten tanpa kesalahan. Aku tidak tau dia tipe suami idaman seperti ini.

"Mau pulang," ujarku dan saat itu sesendok bubur menyapa mulutku.

Mengabaikan rasa hambar, kucoba telan dengan paksa.

"Setelah kamu baik." Balasnya dan kembali mengambil satu sendok bubur, lagi.

"Tapi, tante Maura?"

"Saya telah meminta izin untuk itu. Sekarang buka mulut." Aku terpaksa menerima sesuap lagi, dan mengambil air minum. Meneguknya hingga setengah.

"Gak enak."

Namun, seperti itulah pak Derga. Ia tetap akan menyuapiku meski mulutku terkunci rapat. Itu membuat mulutku secara langsung sangat berlepotan, layaknya bayi saja.

Dia menaruh bubur yang masih tampak banyak beserta air yang masih kupegang itu pada atas nakas. Pak Derga menatapku, tingkahnya mengejutkan. Ia maju perlahan, mengurungku dalam tubuh besarnya.

Semakin ia mendekat, itu membuatku semakin menutup mata, menahan napas dan mencoba menjauh. Tapi tindakan pak Derga membuat aku tertegun.

Cup

Ia lagi-lagi berani mencuri sebuah kecupan. Meski singkat, tapi itu berpengaruh besar pada kesehatan jantungku!

"Jangan lupa makan obatnya." Setelah berkata begitu, dia dengan entengnya keluar dengan langkah riang.

Heyy! Setidaknya, bertanggung jawablah dengan hatiku.

[POV end]

**

Pernahkah kau bertanya?
Seperti apa bentuk air tanpa wadah
Pernahkah kau mengira
Seperti apa bentuk cinta?

Rambut warna-warni bagai gulali
Imut lucu walau tak terlalu tinggi
Pipi chubby dan kulit putih
Senyum manis gigi kelinci

Membuatku tersadar, bentuk cinta itu...
Yaaa akuu

Vita tengah asik bersenandung sembari mendengarkan musik diponselnya, tanpa heandset seperti biasa karna ia tidak sedang dirumah. Menggunakan sosial media juga tidak ada gunanya, karna kuota Vita sedang dalam masa kritis.

Sedari pagi ia masih bergelung dikasur nyaman yang bukan miliknya. Ia dengan bosan berguling kesana kemari, mondar-mandir tanpa meninggalkan kamar. Tentu saja ia malu, bahkan sangat-sangat malu untuk sekedar menampakkan dirinya didepan Derga.

"Mau pulang, tapi buaya kelelepnya ada diluar gak yah?"

Diliriknya pojok kiri kamar. Vita benar-benar gerah, ia mencoba mengecek isi lemari. Yang dipenuhi kemeja dan hanya beberapa biji kaos biasa. Ia mengambil satu kaos dengan celana kolor yang tampak sangat jauh dari size tubuhnya.

Dengan pasrah, Vita melempar sembarang arah pada kasur dan mulai memasuki kamar mandi. Tubuhnya terasa lengket, ia dengan mudah mengisi bath up dan segera menceburkan diri dengan nyaman dan tenang.

Mengabaikan Derga yang nyatanya tengah berada didepan pintu. Bersiap untuk mengajaknya makan siang bersama, tapi tak menemui sang gadis. Ia beralih pada kamar mandi, mencoba mengecek apa yang tengah Vita lakukan.

Ceklek!

"Vita?"

















Nikahin atuh pak Derga! Pak Derga mah gitu:(

Late and Kiss [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang