Pagi-pagi sekali Martin sudah beranjak dari pembaringan nya, pria remaja itu berjalan keluar dari kamar tidur miliknya yang sudah sangat lama tak ia singgahi dengan penampilan rapih. Istana milik orang tua nya itu tak banyak yang berubah, hanya bertambah beberapa figura yang menampilkan wajah ibu dan adik tirinya yang terlihat senang
Senyum sinisnya terbit begitu tak menemukan satu pun foto Ibu kandungnya yang terpajang di dinding Istana. Ah pasti pria tua itu yang menggantinya, siapa lagi? Atau mungkin permintaan ibu tiri nya yang sok baik itu, padahal hatinya serupa dengan ibu tiri Cinderella.
"Tsk, dia benar-benar lancang! Baru berapa tahun saja lagaknya sudah seperti penghuni tetap, jalang tetap lah jalang!" gumam Martin mencerca istri baru Ayahnya itu, tak memperdulikan para pengawal serta maid yang berdiri di setiap sudut ruangan- melirik nya penasaran
"Ada yang bisa saya bantu tuan muda?"
Martin menghentikan langkahnya, menatap kepala pelayan setia Ayahnya. Tuan Abraham, pria tua pemilik netra semerah darah yang menghadang langkahnya
"Aku ingin berlatih dengan para perajurit." sahut Martin singkat,
"Tidak bisa, tuan muda. Yang mulia akan marah jika tahu anda akan berlatih dengan kondisi yang belum pulih. Anda harus kem... "
"Aku tidak meminta persetujuan mu atau pria tua itu, jadi... Jangan halangi langkah ku!" dengan tegas Martin menyela perkataan Abraham, tak ada siapa pun yang boleh memerintah nya. Ia memilih hak atas kemauanya
Martin kembali melanjutkan langkahnya, kali ini dengan kekuatan nya- remaja tampan itu melesat dalam satu kedipan mata. Ia tak mau bersusah payah ribut dengan para pengawal yang akan menghadang nya di pintu utama nanti
Pagi ini para perajurit di kejutkan dengan kehadiran Martin, putra kedua dari sang Raja yang kabur dari Istana. Mereka nampak berdiri dengan hormat kala Martin memasuki arena berlatih
"Aku ingin mengasah kemampuan ku, apa kalian keberetan jika aku ingin berlatih di tempat ini?" suara berat Martin mengalun, menyentak kesadaran para perajurit muda itu
"Silahkan tuan muda, kami sama sekali tak merasa keberatan."
Martin mengangguk dan berjalan mengamati berbagai alat yang biasa di gunakan para perajurit untuk berlatih. Ada pedang, busur panah, tombak, rantai, dan masih banyak lagi. Sebenarnya bagi kaum Vampir bangsawan sepertinya, Martin tak memerlukan alat-alat seperti itu. Hanya dalam kedipan mata pun ia mampu menumbangkan sepuluh Vampir seukuran prajurit. Namun tidak untuk melawan Vampir seperti Jack
Martin akui, ia terlalu gegabah melawan kekuatan kakak nya itu. Ia perlu menambah ilmu, baik dengan menggunakan alat, sihir, atau dengan tangan telanjang sekalipun. Maka dari itu sambil menunggu waktu yang tepat Martin akan mengasah dan menambah kemampuan nya
"Apa ketua kalian belum datang?" tanya nya sambil menarik sebilah pedang yang terlihat berbeda dari jajaran pedang lain. Martin yakini pedang di tangan nya ini memiliki magic
"Sebentar lagi dia akan datang tuan muda" sahut salah satu dari prajurit muda itu, mereka nampak terus menunduk takut dengan kehadiran Martin.
Meski terbilang muda, tapi aura Martin sebagai Vampir benar-benar menakutkan. Aroma nya mirip seperti aroma sang Raja- Ayahnya.
Martin mengangguk, lalu berbalik menatap mereka semua
"Bersikap lah seperti biasa, jangan sungkan. Anggap saja aku tidak ada." tukas Martin lalu membawa pedang yang dipilih nya ke tanah lapang
Beberapa menit kemudian, di tengah-tengah latihannya. Martin tiba-tiba saja membuang pedangnya membuat ketua prajurit yang tengah melatihnya terkejut melihat tindakan nya yang tiba-tiba itu
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Vampire Love Me
VampireDengan paras yang menyerupai bidadari, Aurora bagaikan bintang di mata para kaum adam. Bersinar dan memukau. Namun sayang, Aurora hanya di anugrahi kecantikan fisik, tidak dengan kepintaran otaknya Aurora begitu lugu, polos seperti kertas putih. Di...