25. Postingan

4.6K 179 1
                                    

Sudah berjalan beberapa hari setelah mereka menjadi pasangan. Yang mereka lakukan selama tiga hari itu adalah bolos dari sekolah. Padahal, ini adalah waktu-waktu akhir sekolah bagi kelas 12 sebelum mereka melakukan ujian akhir.

Entah mengapa, diri Lula benar-benar membutuhkan refreshing. Dia seakan muak dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini dalam hidupnya. Namun pandangan muaknya berubah ketika Lula bersenang-senang dengan Dava, dan dirinya juga merasa nyaman.

Semua berjalan normal. Dava dan Lula saling mencoba mengerti satu sama lain. Berjalan layaknya pasangan biasa. Tawa, senyuman bahagia, semua itu tak luput menghiasi rumah Dava yang menjadi hunian mereka sekarang. Lula juga berusaha terbuka dengan apa yang ia rasakan. Walau dirinya masih sulit untuk berbicara lebih, tapi ia tetap berusaha.

Dan kini, Lula tengah memejamkan matanya pada kasur yang terasa nyaman di tubuhnya. Tangan dan makinya melingkar untuk memeluk erat Dava, menjadikan cowok itu sebagai guling.

"Lula."

"Eum.."

Lula menjawab masih dengan matanya yang tertutup. Ia tidak tidur sama sekali, hanya saja matanya ingin terpejam sebentar. Dan Lula mulai merasakan usapan-usapan lembut pada rambutnya.

"Nggak mau makan?" tanya Dava lembut.

"Nggak laper." Lula menggeleng. Ia kembali menyelam pada alam bawah sadarnya.

Ia memang belum memakan apapun dari tadi siang hingga sore ini. Perutnya tidak merasakan lapar sama sekali. Itu aneh.

Usapan Dava pada rambut Lula kini terhenti. Dava memandangi wajah tenang Lula sekarang. Lalu ia menguyel wajah Lula dengan gemas.

Cup

Dava memberikan kecupan hangat pada kening Lula. Ia lanjut membelai pipi Lula.

"Makan nggak. Udah dari siang nggak makan."

Lula membuka matanya kesal, "nggak laper!"

"Makan ih. Nanti kalo lo sakit, gue yang repot."

Mendengar apa yang Dava lontarkan membuat Lula menjadi kesal dan bertambah malas. Oke, baiklah jika dia hanya menyusahkan dan menjadi beban untuk cowok itu. Lula akan menjauh sekarang.

Lula melepaskan kaki dan tangannya pada tubuh cowok itu. Ia menatap datar dengan mata tajamnya pada Dava seperti dulu. Lula memundurkan tubuhnya, ia berniat berbalik dan pergi dari kasur ini.

Dava langsung menautkan alisnya bingung dengan sikap Lula. Apakah perkataannya ada yang salah? Sial. Otaknya baru merespon bahwa Lula salah tangkap dengan perkataannya yang berujung membuat gadis itu kesal.

"Nggak gitu, Lula, maksud gue." Dava langsung menarik Lula kembali agar berada di tempat semula.

"Lepas!"

"Sial. Maksud gue bukan gitu."

Dava langsung merengkuh tubuh Lula, memeluknya dengan erat, tidak membiarkan gadis itu pergi darinya. Cowok itu berkali-kali mengecup kening Lula supaya emosi pada diri Lula mereda.

"Maksud gue.. gue nggak mau lo sakit, Lula. Bukan elo ngerepotin atau apa. Malah gue seneng lo repotin. Kalo gue nggak suka, lo udah gue usir kali dari kapan tau."

"Jangan berlebihan pikirannya. Gue kalo ngomong suka nggak jelas emang."

Dava kembali mengusap rambut Lula. Kepalanya bertengger pada kening gadis itu sembari menunggu respon dari Lula. Lula tidak menjawab, ia masih diam tak berkutik.

"Denger nggak, La.."

Dava melirik ke bawah pada gadis itu. Pandangan mereka bertemu, namun Lula tidak mau menjawab perkataan Dava. Lula masih kesal dikatakan bahwa dirinya merepotkan. Ya, walau nyatanya tidak.

LALULATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang