"Shhh." Lula meringis kesakitan, matanya terpejam menahan sakit. "Dava, ini sakit banget—AKH!"
Jari-jari Lula dengan kuat mencakar tangan Dava. Cewek itu sudah itu kuat menahan sakit pada lehernya sekarang. Lula mencoba memejamkan matanya dan mengalihkan rasa sakit itu, namun hal itu cuma-cuma.
"D-dav, sakit." Lula semakin mencengkram erat tangan Dava. "AKH, SIAL!"
Dava yang melihat raut kesakitan kekasihnya, ia juga ikut meringis dan tak sanggup melihatnya. Dava menguatkan Lula dengan memberi usapan-usapan lembut pada tangan Lula yang mencengkramnya. Telapak tangan Lula pun dikecup oleh Dava.
"Sial, sakit." Lula semakin mencengkram kuat tangan Dava.
"Nice, udah selesai."
Begitu suara ceria tersebut terdengar, alat itu sudah tidak lagi menyentuh permukaan kulit leher Lula. Leher Lula terasa dilapisi plester dengan cepat oleh si pembuat tato.
Lula melirik ke belakang, semuanya sudah selesai. Cewek itu lalu menatap Dava bingung dengan apa yang harus dilakukannya selanjutnya. Dava pun malah menatap Lula tanpa menjawab raut bingung Lula.
Seperti mengerti dengan apa yang dimaksud dari tatapan sepasang kekasih tersebut, pembuat tato itu akhirnya buka suara kembali.
"Ganteng, cantik, ini udah selesai ya. Kalian boleh keluar dari sini. Makasih juga uang tipnya." Sang pembuat tato mengedipkan sebelah matanya ke arah Dava.
Dava ingin tertawa melihatnya, ia menyunggingkan senyum dan mengangguk. Tatapannya kembali lagi kepada Lula. Dengan inisiatif, Dava mengambil alih tubuh Lula dan menggendongnya, membawanya pada dekapannya.
"Sakit banget ya, La?"
Dava berjalan menuju lahan parkir mobilnya. Cowok itu menaruh kepalanya di bahu Lula dengan nyaman.
"Sakit banget, lah," jawab Lula sewot.
"Emang kamu nggak sakit?" Lula memundurkan kepalanya supaya dapat menatap Dava.
"Enggak terlalu—JANGAN DITEKEN, LULA."
Dava langsung berteriak ketika kulit leher yang dilapisi plester tersebut ditekan tanpa dosa oleh Lula.
"Katanya nggak sakit? kok teriak."
"Ya sakit lah, Lulaa. Tapi nggak se-lebay kayak kamu tadi."
"Nggak lebay, itu emang sakit." Lula semakin mengeratkan pegangannya pada tubuh Dava.
"Tapi ini hasil tulisan namanya bakal bagus kan, ya? Soalnya pas ngeliat punya kamu selesai, bentuknya aneh, jelek banget dilihatnya."
"Kan belum hasil akhirnya, Lula. Gimana sii." Dengan gemas, Dava membuka mulutnya dan menggigit gemas pipi Lula.
Sejak kemarin, Dava mengajak Lula untuk membuat tato pada leher mereka. Membuat tato tersebut menjadi rencana yang akan mereka lakukan sebelum pergi keluar. Dava mengusulkan tema yang akan dibuat dan disetujui oleh Lula, dan berakhirlah seperti ini.
Tato yang berada pada leher mereka bertuliskan nama mereka masing-masing yang berlawanan. Pada Dava tertulis Lalula, sedangkan punya Lula tertulis Sadava. Hanya tulisan kecil yang terdapat di sana, namun rasanya benar-benar sakit saat alat tersebut mengukir kulit mereka.
"Kok dibawa ke sini, Dav?" tanya Lula bingung saat mendapati Dava yang membawanya ke kursi kemudi, bukan penumpang.
"Biar gampang gesernya."
Dava mencium pipi Lula. Tangannya terulur untuk menundukkan kepala Lula supaya tidak terpentok. Cowok itu akhirnya duduk dengan Lula yang berada di pangkuannya. Dava mulai menyalakan mesin mobilnya setelah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LALULA
Teen Fiction"Murahan banget, sih, lo." "Gak ada bedanya lo sama nyokap lo. Sama-sama pelacur." Cowok itu menghembuskan napas kasar. "Lo pikir gue bersikap baik sama lo gara-gara gue suka sama lo, huh?" "Gue cuma mau tubuh lo, anjing. Dan sekarang lo ngasih tu...