Eh, dari kemarin tuh ke upload tapi draftnya belum selesai😫 tiba-tiba kepencet sendiri karena ga sengaja. Sorry gais🙏🏻🤍
****
Lula kembali disibukkan kembali dengan urusan kuliahnya. Namun, sudah sedari tadi urusan tersebut diselesaikan olehnya. Dan dia sudah menunggu lama sekali untuk Dava menjemputnya. Kata Dava, ia yang akan menjemput Lula di sini, tapi Dava tetap tidak menunjukkan batang hidungnya sedari tadi.
Lula menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia menggenggam handphone, menekan tombol untuk menelepon nomor Dava kembali. Namun jawabannya tetap sama. Nomor Dava aktif, tapi tidak mengangkat panggilan dari Lula itu.
Dengan perasaan yang dongkol, Lula pun pergi dari sini. Ia tidak akan menunggu Dava lagi nantinya. Cowok itu selalu membuat janji, tapi tidak pernah ditepati. Rasanya percuma untuk menunggu di sini sedari tadi. Dava pun juga tidak datang-datang. Dan ya, karena kekesalannya, Lula menekan tombol lift dengan kasar. Orang yang berada disekitarnya menjadi terkena imbasnya. Lula melayangkan tatapan penuh sinis pada orang yang satu lift dengannya. Walau orang itu merasa risih, Lula tidak peduli. Ia keluar lift dengan tergesa-gesa, berjalan menuju unit apartemennya.
"Shit!"
Suara umpatan seseorang tersebut berbarengan dengan bahu Lula yang tersenggol sangat kuat. Lula langsung mengusap-usap bahunya yang terasa sakit. Dengan tatapan tak bersahabatnya, Lula menoleh pada orang yang berlawanan arah dengannya.
Lula mendapati cowok itu yang juga terkejut dengan keadaan dirinya. Dava mendekat ke arah Lula, memanggil nama Lula. Namun yang dilakukan Lula adalah mengacungkan jari tengahnya dan buru-buru masuk ke unit apartemennya sebelum Dava ikut masuk ke sana.
"Fuck you." Lula mengacungkan jari tengahnya, lalu melanjutkan jalannya dengan cepat.
"La!" Dava ikut mengejar Lula masuk ke unit apartemennya. Cowok itu menahan tangan Lula yang hendak pergi lebih jauh darinya. "La, aku lupa... Aku baru inget tadi banget, La."
Lula tersenyum. Namun senyumannya malah terlihat mematikan. "Gapapa, kok. Aku ngerti."
Tingkah Lula yang seperti ini malah semakin membuat Dava was-was. Dirinya bukan bermaksud untuk melanggar janjinya yang mengatakan akan menjemput Lula, tapi ada suatu hal yang tidak dapat Dava jelaskan untuk saat ini pada Lula. Takutnya masalahnya akan berpengaruh juga pada Lula yang tengah stres akan kuliahnya.
"La... Maaf." Dava berusaha menangkup wajah Lula. "Aku nggak niat buat kamu nunggu, La. Aku ada urusan penting tadi."
Lula menghalau tangan Dava yang ingin menyentuh wajahnya. Ia masih tetap tersenyum ke arah cowok itu. "Iya aku nggak kenapa-napa kok. Santai aja."
"La—"
"Udah. Aku mau mandi dulu." Lula mencium Dava sekilas di wajah cowok itu. "Udah, ya."
Masih dengan senyuman mematikannya, Lula menatap Dava. Lalu cewek itu pergi beranjak menuju kamarnya, melepaskan seluruh bajunya hingga telanjang. Lalu pergi ke kamar mandi yang berada di dalam sana.
Jujur saja, Lula masih kesal pada Dava. Ia bersikap manis pun juga karena kesal akan cowok itu. Tapi ia juga tidak tau harus marah seperti apa karena kekesalannya ini. Dirinya sudah dibuat untuk menunggu lama, tapi Dava juga tidak kunjung datang. Bagaimana Lula tidak kesal? Ia pun kini menenangkan dirinya yang panas dengan shower yang mengucur ke seluruh tubuhnya.
Setelah selesai membilas sabun dan shampo di tubuhnya hingga bersih, Lula mengambil bathrobe yang tergantung di sana. Lula memasang bathrobe tersebut dengan cekatan hingga melekat di tubuhnya. Lula tak lupa mengambil handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya yang basah nanti. Kini dirinya terasa lebih segar dan lebih tenang setelah ritual mandi tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
LALULA
Novela Juvenil"Murahan banget, sih, lo." "Gak ada bedanya lo sama nyokap lo. Sama-sama pelacur." Cowok itu menghembuskan napas kasar. "Lo pikir gue bersikap baik sama lo gara-gara gue suka sama lo, huh?" "Gue cuma mau tubuh lo, anjing. Dan sekarang lo ngasih tu...