Perasaan Lula saat ini benar-benar tidak tenang. Bagaimana bisa lelaki itu memasuki kelasnya? Kini lelaki itu sudah berada di depan bersama guru yang mengajar saat ini.
Lula menatap malas pemandangan di depannya, ia sama sekali tidak tertarik dengan perkenalan diri lelaki itu. Luka tertarik jika lelaki itu musnah dari dunia ini.
Tanpa memperdulikan, Lula memfokuskan pikirannya dengan mencoret-coret bukunya, walau pikirannya saat ini melayang kemana-mana.
"Silahkan kamu perkenalkan diri," ujar guru tersebut.
Terdiam sebentar, lelaki itu melirikan matanya ke penjuru arah. Tiba tatapannya pada Lula yang tidak peduli padanya. Melihat Lula yang tidak peduli, lelaki itu bergedik.
"Halo," sapa lelaki itu pada seisi kelas.
"Pasti kalian udah tau, kan, gue siapa," ujarnya terlalu yakin.
Siswi yang berada di kelas itu langsung mengiyakan pernyataan lelaki itu. Berbanding terbalik, siswa kelas tidak terlihat tertarik dengannya.
Hanya Lula saja yang tidak merespon lelaki itu, Lula tetap fokus pada maha karya yang sedang ia buat melalui coretan saat ini. Namun, semua itu tercoret panjang oleh senggolan Caca pada.
Sorot mata Lula berubah menjadi tak bersahabat, hatinya seakan dongkol karena telah diusik.
"La!" seru Caca.
"Apaan, sih," sahut Lula ketus.
Caca yang mendengar itu langsung bergidik ngeri, namun hal itu tidak membuat Caca memberhentikan hal yang ia ingin bicarakan.
"Lo tau gak?"
"Gak," jawab Lula dengan cepat tanpa menunggu lanjutan omongan Caca.
"Sadava pindah ke kelas kita, La!" ujar Caca dengan semangat.
"Apaan, sih," ujar Lula sekali lagi tetap tidak peduli.
Tapi tunggu dulu. Lula menghentikan coretannya pada buku itu, ia menyadari satu hal. Dengan cepat Lula mengarahkan pandangannya pada murid baru itu.
Benar dugaan Lula. Setelah menyadari maksud perkataan Caca, Lula mengetahui lelaki itu adalah Sadava yang dikenal dengan Dava. Cowok yang mengetahui rahasia Lula itu adalah cowok populer di gedung sebelah dengan banyaknya siswi-siswi yang mengelilinginya. Dan cowok itu pindah ke kelasnya kali ini.
Genggaman pulpen pada tangan Lula semakin ia eratkan, menyalurkan perasaan kesalnya. Dava yang ia tatap memberikan senyum menggoda ke arahnya. Sungguh, Lula saat ini ingin menjahit mulut lelaki itu agar tidak dapat mengeluarkan sepatah katapun dan tersenyum seperti itu lagi.
***
Lula memilih untuk pergi ke dance room untuk meredakan pikirannya, sembari mengadem di sana. Tadi, dengan terburu-buru Lula lanhsung pergi setelah bel istirahat berbunyi, tidak mau bertemu apalagi berpapasan dengan lelaki sialan bernama Dava itu.
Lula memejamkan matanya sejenak, punggungnya bersender pada kursi yang sedang ia duduki. Di dalam hatinya masih terdapat sesuatu yang mengganjal akibat Dava yang mengetahui rahasianya. Bagaimana jika Dava membeberkan semua itu? Dan di dalam pikiran Lula, ia masih bertanya-tanya darimana Dava tau hal ini.
Sesuatu yang sudah jauh Lula tidak ingin ingat dan kenang kembali, kini hal itu dengan mudah dibuka oleh lelaki sialan itu.
Lula memijat keningnya, seakan pusing dengan semua ini.
Tanpa Lula sadari Caca, Abel, dan Yolla, sudah masuk ke ruangan ini mencari keberadaan Lula. Mereka menghampiri Lula yang masih terpejam matanya.
"La," panggil Abel memecah fokus Lula.
KAMU SEDANG MEMBACA
LALULA
Fiksi Remaja"Murahan banget, sih, lo." "Gak ada bedanya lo sama nyokap lo. Sama-sama pelacur." Cowok itu menghembuskan napas kasar. "Lo pikir gue bersikap baik sama lo gara-gara gue suka sama lo, huh?" "Gue cuma mau tubuh lo, anjing. Dan sekarang lo ngasih tu...