Part yang sebelumnya keknya kaga pada baca dehh. Dikit bgt viewersnya brayy. Dibaca duls yg sebelumnya biar nyambung ke yg ini oke👍🏻
*****
Mendengar perkataan Lula, Dava sama sekali tidak dapat bereaksi apapun. Otaknya masih mencerna kembali apa yang sedang terjadi sekarang. Ia belum benar-benar meyakini bahwa hubungannya dan Lula akan berakhir malam ini juga. Bahkan ketika Lula sudah pergi lebih jauh darinya, Dava masih mencerna perkataan tersebut.
Namun setelah beberapa, otaknya kembali berfungsi dengan tubuhnya yang menolak semua perkataan dari Lula. Naasnya, Lula sudah hilang di depan matanya. Tubuhnya bergetar hebat mendapati kenyataan bahwa hubungan mereka sekarang sudah berakhir.
Dengan api yang menyulut matanya, Dava langsung berbalik menatap Callista.
"Sialan."
Sekuat tenaga, Dava menendang kaki wanita itu. Dava sudah tidak peduli dengan apapun. Dirinya sudah menggelap dengan api kemarahan. Jika tidak ada Callista, semua ini tidak akan terjadi. Hubungannya dan Lula akan baik-baik saja juga mulut sialan wanita itu tidak menggonggong.
"Argh! Apa yang kamu lakuin!" Callista meringis.
"Dava, kamu sudah kelewatan."
Kali ini Ayahnya lah yang ikut menimbrung dalam menegurnya. Tapi, nada bicaranya terlihat santai tidak seolah marah dengan apa yang Dava lakukan pada Callista.
"Ini semua gara-gara dia!" Dava menunjuk Callista. "Hubungan aku sama Lula hancur cuma karena dia."
"ARGH!" Dava meremas rambutnya frustasi.
Cowok itu menghembuskan napas kasarnya. Bibirnya digigit dengan sekuat tenaga. Matanya ikut terpejam memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk membereskan masalah ini.
Dengan napas yang gusar, Dava mengusap kasar wajahnya. Yang dilakukannya sekarang adalah pergi dari mansion tersebut. Dava melangkah menuju mobilnya berada. Ia menyalakan mobil tersebut, mengeluarkan dari perkarangan mansion.
Dengan kecepatan yang sangat cepat, Dava mengemudikan mobilnya sembari teliti mencari keberadaan Lula. Matanya jelalatan ke kanan dan ke kiri untuk mencari wanitanya itu. Sepanjang jalan sudah Dava lalui, namun hasilnya tetap nihil.
Secara spontan Dava langsung rem mendadak. Cowok itu membanting setirnya, memukul keras stir tersebut.
"ARGH, Sial! Anjing. Sialan."
Dava memukul kembali setir tersebut. Dirinya menggigit bibirnya kembali dengan sangat kuat. Kecemasannya akan Lula mulai menggerogoti dirinya sendiri. Gadis itu membuat Dava terbelenggu dengan dirinya. Dan Dava tidak bisa melepaskan ikatan tersebut. Yang ada, dirinya menjadi semakin tersiksa saat berusaha melepaskannya. Dava frustasi. Ia hilang akal. Dava menjadi temperamen kembali, terlebih pada dirinya sendiri.
****
Dava meneguk kembali alkohol yang sudah tidak terhitung berapa diminum olehnya. Cowok itu sudah tidak lagi meminum alkohol semenjak adanya keberadaan Lula di hidupnya. Namun, kepergian cewek itu lah yang membuatnya menjadi seperti ini. Dava masih terkejut dengan kenyataan yang diterimanya sekarang. Dirinya menolak berkali-kali takdir tersebut yang dituai untuknya.
"Ahh.." Dava menghembuskan napasnya, menikmati alkohol yang masuk ke dalam dirinya.
Buk
Dava menaruh dengan keras gelas sloki yang ia gunakan tersebut. Mata cowok itu perlahan-lahan mulai mengabur. Namun, goyangan kuat di pundaknya membuat Dava terperanjat. Dava menyipitkan matanya untuk melihat siapa yang menepuknya. Bayangan seorang pria berjas hitam terlihat di sana. Namun lama kelamaan bayangan tersebut menjadi jelas. Dava mulai bersorak ketika menyadari keberadaan orang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LALULA
Teen Fiction"Murahan banget, sih, lo." "Gak ada bedanya lo sama nyokap lo. Sama-sama pelacur." Cowok itu menghembuskan napas kasar. "Lo pikir gue bersikap baik sama lo gara-gara gue suka sama lo, huh?" "Gue cuma mau tubuh lo, anjing. Dan sekarang lo ngasih tu...