Ini pertama kali baginya. Tanpa persiapan mental sebelumnya. Betapa bodohnya Lula sekarang. Cewek itu bangun pagi ini dengan kesakitan di bagian intimnya.
Dan fakta yang Lula sesali, ia sekarang seperti jalang yang sudah ditinggal oleh penyewanya. Dan bahkan jalang masih mempunyai harga tarif, tidak sepertinya yang cuma-cuma.
Lula meringis, bagian intimnya sungguh perih dibawa jalan hanya untuk mengambil bathrobe di walk in closet.
Lula keluar dengan bathrobe yang membalut tubuhnya. Ia berniat mencari keberadaan Dava di rumah berbeda dengan pesta makan malam kemarin.
Kaki jenjangnya terbawa untuk menuruni tangga kaca yang ada di sana. Tanpa ba-bi-bu, Lula tiba di lantai dasar rumah ini.
Cewek itu sekarang merasa bahwa dirinya seakan menjadi ratu di sini. Halusinasinya berjalan dengan lancar sekarang.
"D-dava," panggilnya ragu-ragu saat tiba di taman dalam rumah yang luas itu.
Lula dapat melihat Dava dengan kaus santai dan juga celana pendek. Dan yang ia dapat lihat lagi, cowok itu berlari mengelilingi taman dengan airpods yang ada di telinganya.
Dan berarti, cowok itu tetap tidak akan mendengar Lula. Lula menjadi berfikir kembali, untuk apa ia memanggil cowok itu? Ia bukan makhluk yang peduli akan sesamanya.
Dengan itu, Lula mengambil duduk pada bangku di sana yang telah tersedia. Ia menyaksikan Dava yang sedang berolahraga itu.
Dava telah selesai dengan yang ia lakukan. Lula dapat melihat keringat yang memenuhi wajah Dava, menambah kesan seksi di sana.
Cowok itu berjalan dengan tangannya yang terus memainkan rambut.
"Sopir gue bakal nganter lo pulang," ucapnya dingin tanpa menoleh dan memfokuskan dirinya pada Lula.
Dava lalu berjalan melewati Lula, dan cowok itu menaiki tangga untuk menuju kamar atas.
Lula mematung. Ia merasa harga dirinya terluka, seakan kejadian semalam sama sekali tidak berarti apa-apa baginya.
Melihat tabiat Dava yang mempunyai banyak wanita, harusnya Lula tau itu hanya hal kecil bagi Dava. Dan sekarang Lula malah terjebak dengan bodohnya oleh kenikmatan semalam itu.
***
Setelah hari itu, semua berbeda. Lula dapat mengetahui apa yang berbeda, semua itu sangat jelas terlihat oleh dirinya sendiri. Sudah berjalan 2 minggu, dan Dava seakan tak peduli dengan apa yang mereka lakukan malam itu.
Dan sudah 2 minggu itu pula hubungan Marco dan Lula berakhir. Setelah Lula mengambil keputusan dan tanpa ingin mendengarkan penjelasan Marco yang akan menyakitinya.
Seharusnya Lula merasa lega dengan apa yang terjadi sekarang, Dava sudah tidak lagi mengusiknya. Dan jika mereka bertemu dengan tak sengaja, cowok itu menatap malas dan menghilang sendiri dari hadapan Lula.
Namun, yang terjadi saat ini malah menambah beban pikiran Lula. Harusnya Lula tidak peduli, seperti apa yang ia lakukan biasanya. Akan tetapi semuanya itu semua mengusik masuk ke dalam pikirannya.
Lula
|Dtg ke tmpt pertama kl kt ktmu
|Ad yg mau gue omongin sm lo
Lula langsung meneguk bir yang terdapat di gelas slokinya. Lula menarik rambutnya frustasi. Cewek itu lalu meminum bir itu lagi. Lula masih merasa belum puas, ia menambah kembali bir yang sudah habis di gelas sloki itu.
Bir yang berada di botol itu sudah habis, dan yang tersisa hanya pada gelas sloki tersebut. Lula langsung mengarahkan tangannya untuk kembali meneguk bir tersebut.
Gelas sloki itu sudah sampai pada ambang bibir Lula. Namun sensasi nyengat tercium di rongga hidungnya. Semuanya berubah menjadi memuakkan.
"Huek!" Lula langsung menaruh asal gelas sloki itu.
Dipegangnya perutnya yang merasakan mual. Perutnya kini seakan terkocok-kocok.
"Huek!" Sekali lagi bawaan ingin muntah timbul di ujung tenggorokannya.
Bersamaan dengan itu, pintu ruangan bar terbuka dan menampilkan Dava yang berada di sana. Cowok itu menatap datar Lula tanpa ekspresi sedikitpun.
"Kenapa?" tanya Dava dingin.
Lula tersenyum ketika melihat Dava yang berjalan ke arahnya. Semuanya sudah terpengaruh oleh alkohol di dalam dirinya. Dan ditepuknya space kosong yang ada di sebelahnya.
Dava duduk di sana, jarak yang lumayan jauh dari Lula. Langsung saja Lula mendekati Dava yang duduk di sana.
Lula baru saja ingin bergerak lebih dekat ke arah Dava, namun bahunya langsung didorong kasar oleh Dava.
"Lo tinggal ngomong, gak usah pake acara deket-deket gue, sialan!"
Otak Lula masih mencerna apa yang dikatakan Dava. Kemudian Lula tersenyum. Sisi lain dari dirinya telah menguasai dirinya sekarang.
Lula malah mendekat kembali, "Tapi gue maunya-"
"Ck!" Dava berdecak dan berdiri dari sana. "Murahan banget, sih, lo."
"Gak ada bedanya lo sama nyokap lo. Sama-sama pelacur." Cowok itu menghembuskan napas kasar. "Lo pikir gue bersikap baik sama lo gara-gara gue suka sama lo, huh?"
"Gue cuma mau tubuh lo, anjing. Dan sekarang lo ngasih tubuh lo secara cuma-cuma ke gue. Lo gak ada bedanya sama cewek-cewek di sekitar gue." Dava menatap sengit Lula, "sama-sama murahan."
"Lo gak lebih dari seorang jalang."
Dan Dava pergi dari ruangan itu, meninggalkan Lula yang masih belum siap menerima semua perkataan itu.
Lula tidak pernah menganggap seperti apa yang Dava bicarakan, namun hatinya merasa sakit. Dadanya seakan sesak mendengar kenyataan itu. Dan jelas harga dirinya terluka sekarang, lebih dari sikap dingin Dava kemarin.
***
Lula berjalan di sepanjang lorong sekolah. Sedari tadi, semua orang yang bertemu Lula dari ia masuk pintu sekolah, semuanya melihat ke arahnya. Ia menjadi pusat perhatian seluruh murid yang berada di sana.
Lula dengan sikap cueknya tidak memperdulikan sekitarnya yang terus memandang nya.
Cewek itu tiba pada ruangan kelasnya. Terlihat Caca yang dengan raut wajah yang sudah sangat khawatir tertuju kepadanya.
"Lula." Caca mendekat sebelum Lula mencapai tempat duduknya. "Lula gapapa kan, ya?"
Lula mengernyit tak mengerti dengan apa yang dibicarakan Caca. Ia menggeleng lalu pergi menuju tempat duduknya.
Saat tiba di sana, Abel langsung menyerobot ke belakang, berpindah tempat pada kursi tempat Caca berada.
"Ish Abel! Ini tempat Caca."
"Sewot amat si lo! Lagi urgent ini loh."
Abel lalu menempel ke Lula dan menunjukkan ponsel yang berada di tangannya.
"First off all gue gak masalah sebenernya. Gue cuma mau nanya aja soal ini, takutnya lo difitnah."
"Ini beneran, La?" bisiknya samar.
Atensi Lula teralihkan, ia langsung menatap Abel dan beralih pada layar ponsel tersebut. Ia mencerna apa yang ada di sana terlebih dahulu.
Seketika jantung Lula berhenti berdetak. Digesernya layar kedua oleh Abel untuk memperlihatkan yang selanjutnya. Dan ketika melihat itu, Lula dengan otomatis menjauhkan dirinya dan berdiri dari situ. Kulitnya meremang setelah melihat itu.
***
Gak srek bgt hahaha.
KAMU SEDANG MEMBACA
LALULA
Roman pour Adolescents"Murahan banget, sih, lo." "Gak ada bedanya lo sama nyokap lo. Sama-sama pelacur." Cowok itu menghembuskan napas kasar. "Lo pikir gue bersikap baik sama lo gara-gara gue suka sama lo, huh?" "Gue cuma mau tubuh lo, anjing. Dan sekarang lo ngasih tu...