Bab 18

6.7K 755 15
                                    

Vote dan komentarnya jangan lupa, terimakasih. Selamat membaca.

Hati-hati, typonya banyak. 😅

***

"Jangan pernah membuat seseorang menunggu, dan membuatnya khawatir."

***

"Kamu kabari lagi adikmu kalau kita sudah jalan pulang. Kasian nanti dia jemput kamu ke rumah sakit, tapi kamu tidak ada disana." Bian memberi saran setelah setengah perjalanan mereka lalui.

"Baterai ponsel saya habis, Mas," ujar Naya jujur. Ponselnya benar-benar mati kehabisan daya.

"Pakai punya saya. Kamu ingatkan, nomornya?" Tanpa ragu, Bia memberikan ponsel miliknya.

"Tapi,-" Naya menatap ponsel itu ragu-ragu dan segan.

"Tidak ada tapi Naya, jangan pernah membuat seseorang menunggu dan membuatnya khawatir," tekan Bian, terdengar lebih tegas.

Naya mengigit bibir bagian dalamnya tetap meragu. Tetapi perkataan Bian ada benarnya. "Terima kasih, Mas Bian," menerima ponsel tersebut sungkan.

Bian mengangguk sebagai jawaban, lalu kembali fokus pada jalanan.

"Hallo, Ghani," ucap Naya setelah telponnya berhasil tersambung.

"Ini Teteh, Ghani. Ponsel Teteh mati, jadi pinjem punya temen. Kamu nggak baca pesan Teteh?"

Bian menyunggingkan senyum tipis saat Naya mengatakan kata teman, memangnya sejak kapan mereka berdua berteman? Walaupun sebenarnya Bian tidak keberatan jika harus menjadi teman Naya.

"Iya, kamu nanti nggak usah ke rumah sakit, Teteh udah jalan mau pulang."

"Ya sudah. Teteh tutup, ya? Waalaikumsalam." tukas Naya mengakhiri panggilannya saat Ghani menyebut nama Damar. Memang sikapnya sangat tidak sopan. Tetapi dia tidak ingin mendengar nama itu untuk saat ini.

"Mas Bian maaf, saya sudah lancang menyebut ki-"

"Kita berteman?" sergah Bian melengkapi perkataan Naya.

"Iya," sahut Naya dengan tertunduk.

"Tidak masalah," balas Bian singkat.

Naya langsung mengangkat wajahnya. Terasa aneh, tapi salahnya juga sudah berkata demikian."Te,-terimakasih, Mas."

"Tidak masalah, Naya. Dan terimakasih kembali," ujar Bian. Entah mengapa hatinya pun tidak keberatan.

"Jadi adik kamu masih di mana?"

"Adik saya masih mengerjakan tugas sama teman-temannya, Mas."

"Dia tidak baca pesan kamu, kan?"

"Dia baru baca, Mas."

Bian menyeringai tipis. Tebakannya tidak meleset.

"Adik kamu siapa namanya?"

"Ghani, Mas." Naya menatap Bian dari samping penuh tanya.

"Tolong, kamu simpan nama adik kamu di kontak saya."

"Untuk?" Naya terheran-heran dengan maksud Bian.

"Kerjasama Devan dengan Mbak Fani belum selesai. Saya masih mengurus pesta pernikahan sahabat saya itu kalau kamu lupa. Dan karena sekarang Mbak Fani melahirkan, maka otomatis kamu harus siap-siap untuk menggantikan Mbak Fani."

almost 30 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang