Bab 29

6.8K 789 13
                                    

Vote dan komentarnya jangan lupa, terimakasih. Selamat membaca.

Hati-hati, typonya banyak. 😅

***


Rangkaian persiapan pesta pernikahan Devan selesai tepat waktu dengan hasil yang memuaskan. Naya sangat bangga pada timnya yang totalitas dalam bekerja.

Naya tersenyum lebar ketika sepasang pengantin baru yang satu jam lalu mengucap ikrar suci itu memberi ancang-ancang untuk melempar buket bunga pada sekumpulan tamu undangan, bridesmaids dan Groomsmen yang sudah bersiap menyambut buket bunga tersebut dengan harapan dapat segera menyusul ke pelaminan.

Melihat pemandangan itu, sekilas janji Damar untuk menikahinya muncul kepermukaan. Tetapi, janji tinggal lah janji.
Belum sampai pada tahap itu, semua telah usai.

Tiga minggu lagi usianya genap tiga puluh tahun. Dan sepertinya akan Naya lalui seorang diri. Harapannya untuk menikah sudah pupus sudah.

"Ngeliatinnya nggak usah kaya orang mupeng, Nay." Suara berat milik Bian mengenyahkan lamunan Naya.

Naya langsung menoleh pada asal sura. "Mas Bi-bian?" Dia cukup terkejut dengan kehadiran Bian yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya.

Naya menelisik Bian yang tampil berbeda malam ini. Lelaki itu tampak rapi dengan setelan jas seragam Groomsmen lengkap dengan sepatu pantofel dan potongan rambut baru yang membuat Bian terlihat lebih segar. Berbeda sekali dengan hari-hari biasa saat Naya menjupai Bian yang lebih santai dengan pakaian ber-style kasual.

"Iya saya Bian. Kenapa, lebih tampan?"

Naya terseyum tipis, lantas berkata. "Saya kira, Mas Bian ikut nunggu Mbak Rara lempar bunga sama yang lain."

"Kamu terlalu banyak melamun sampai tidak melihat saya yang dapat bunganya." Bian menunjukkan buket bunga yang Rara lempar pada Naya sebagai bukti.

"Ta-tapi, bagaimana bis-" Naya menggantung kalimatnya. Dia benar-benar tidak percaya. Tetapi bunga di tangan Bian memecahkan keraguannya.

"Kan saya bilang, kamu kebanyakan ngelamun."

Kata-kata Bian membuat Naya meringis.

Sementara Bian, diam-diam memuji kecantikkan Naya yang terus terpancar dengan make up tipisnya. Bian nyaris terhanyut tetapi dengan cepat menguasai dirinya.

"Saya kira Mas Bian tidak ikut, tadi."

"Saya memang tidak ikut. Malah saya sudah berusaha berdiri jauh dari kerumunan mereka. Tapi lemparan Rara cukup jauh."

Kalimat panjang Bian membuat Naya melongo. Tidak biasanya Bian berbicara panjang lebar.

"Kamu kenapa liatin saya seperti itu? Kamu  terpesona sama saya?"

Naya memutar matanya jengah ketika Bian kembali pada setelan pabriknya. Judes.

"Siapa bilang saya liatin Mas Bian?"

"Itu barusan."

"Mas Bian salah. Saya liatin Mas Devan sama Mbak Rara. Mereka bahagia banget ya Mas?"Naya menggiring Bian dengan tatapannya pada pelaminan.

"Pastinya. Kenapa? Kamu tidak sabar mau nyusul mereka?"celetuk Bian setelah memandang sepasang pengantin baru tersebut sekilas, lalu menancapkan lagi tatapannya pada Naya. "Bukannya kamu sudah ada calonnya?"

"Mungkin Mas Bian lebih dulu." Naya melirik buket bunga yang masih menempel di tangan Bian. Lalu melemparkan tatapannya pada beberapa tamu yang tertangkap indra penglihatannya.

almost 30 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang