Bab 13

6.9K 748 17
                                    

Vote dan komentarnya jangan lupa. Terimakasih. Selamat membaca.
Yang semalam aku Up ke tuker draf yang lama. Dan ini udah aku rubah.

****

"Semalam, Ghani ketemu sama Mas Damar di depan, keliatan kusut banget. Kalian berantem?" tanya Ghani setelah menarik kursi meja makan.

"Enggak, kita baik-baik aja," kilah Naya seraya memyiapkan nasi goreng untuk mereka sarapan.

Ghani yang tentu saja tidak mudah percaya dengan kata 'baik-baik saja' dari kakaknya dan kelopak mata yang tampak dengan bentuk abnormal pun bertanya lagi.

"Semalem Teteh nangis, kan? Ghani denger suara Teteh bindeng."

"Teteh semalem kaya mau flu, Ghani. Makanya suara Teteh berubah. Dan supaya obat yang Teteh minum bekerja, Teteh cepet-cepet tidur." Naya berusaha menyakinkan. Walapun, yang dia katakan adalah sebuah kebohongan.

"Nih, nasi gorengnya." Naya memberikan piring yang sudah terisi nasi goreng pada adiknya.

"Wah, enak nih." Ghani menghirup asap yang mengepul dan beraroma lezat dari nasi goreng buatan kakaknya itu dalam-dalam.

Naya terkekeh dengan hal yang Ghani lakukan. Sebesar dan sedewasa apa pun Ghani, di matanya tetaplah anak kecil.

"Maaf ya, Teteh belum sempet belanja. Di rumah cuma telur sama nasi sisa ini," ucap Naya merasa bersalah. Belum sepenuhnya mampu memberikan yang terbaik untuk adiknya itu.

"Nggak apa-apa Teh, yang penting perut Ghani kenyang. Lagipula, nasi goreng yang Teteh masak ini enak banget. Ghani rela kok, kalau harus makan kaya gini tiap hari," sahut Ghani panjang lebar.

Naya mendecih sesaat. Pintar sekali adiknya itu menyenangkan hati orang lain.

"Nanti, kalau Teteh masak tiap hari begini kamu bilang tenggorokan kamu sakit? Ingat, nggak?"

Ghani menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tersenyum menampilkan deretan gigi putih nan rapinya.

"Itukan, dulu waktu SMP Teh. Ghani sekarang udah beda," dalihnya terlanjur malu.

"Tugas kamu banyak semalam? Malam banget pulangnya?" Naya mengalihkan pembicaraan.

"Lumayan," dusta Ghani, dia belum berani memberitahu kakaknya jika mempunyai pekerjaan lain selain bekerja di bengkel.

Setelah kedatangan Dinda ke bengkel demi memberikannya informasi tentang lowongan menyanyi di Cafe beberapa waktu lalu, akhirnya Ghani menerima pekerjaan tersebut.

Dan semalam adalah penampilan perdanaya menyanyi. Ghani sangat senang, karena dari hobinya itu bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah sebanyak dua kali lipat dari bekerja di bengkel.

Ingatkan Ghani untuk mentraktir gadis cantik yang membawa keberuntungan sekaligus adik tingkatnya di kampus itu nanti.

Bibir Ghani tertraik ke atas ketika mengingat bagaimana raut Dinda yang salah tingkah padanya dan saat mengatakan jika dirinya terlalu cuek sehingga tidak menyadari gadis itu ada.

"Kenapa kamu senyum-senyum?" Naya bertanya ketika adiknya tiba-tiba bertingkah aneh.

Ghani menggeleng lalu menyendok nasi goreng kemudian mengunyahnya dalam diam.

"Kerja di bengkel berhenti aja, ya? Teteh masih sanggup kok, bayar uang kuliah kamu. Dari pada nanti kuliah kamu ke ganggu." Naya berkata tiba-tiba.

Ghani menatap Naya dengan serius. "Teteh, nggak usah khawatir. Ghani masih bisa kok, atur waktu."

almost 30 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang