Bab 20

7.5K 763 14
                                    

Vote dan komentarnya jangan lupa, terimakasih. Selamat membaca.

Hati-hati, typonya banyak. 😅

***


"Kita boleh saja mempunyai rencana, teori dan keinginan. Tetapi jangan lupa, Tuhan adalah pengatur takdir setiap jalan kehidupan."

-almost 30-

***

Naya menyesap coklat hangat yang di buatnya beberapa saat lalu. Istirahat selama dua hari penuh, cukup membantu mempercepat pemulihan stamina tubuhnya.

Hanya saja, saat ini fikiran Naya terasa berat karena memikirkan kelanjutan hubungannya dengan Damar.

"Teh Naya yakin, nggak mau Ghani antar ke rumah sakitnya? Ghani masih bisa antar kalau mau," ujar Ghani saat keluar dadi kamarnya.

"Memang kamu nggak ada kelas hari ini?"

"Ada. Tapi jam tiga sore. Mau Ghani anter?"

Naya menggelengkan kepalanya."Teteh hari ini udah janji sama temen, mau jenguk Mbak Fani bareng," jelasnya.

"Yang kemarin nelfon Ghani, Teh?"

"Bukan, kemarin namanya Mas Bian. Sepupunya Mbak Fani. Kalau nanti yang dateng, namanya Desi," jelasnya lagi.

"Oh, jadi Teh Desi kesini dulu berarti?"

"Iya, dia kesini dulu."

"Ya udah deh, kalo gitu. Ghani berangkat ke bengkel, ya."

"Pulang jam berapa nanti?" tanyanya lagi

"Hari ini kayaknya pulang malem. Abis kelas selesai, balik ke bengkel lagi,"sahut Ghani tentu berbohong. Dia masih menyembunyikan pekerjaannyanya di Cafe.

Naya menghela nafas pendek. Ingin sekali dia melarang adiknya itu terus pulang larut malam. Tetapi, dia tidak ingin di cap sebagai kakak yang terlalu mengekang.

"Ya sudah, hati-hati di jalan," ucap Naya akhirnya.

"Siap!"

"Ingat jangan bandel!" pesannya.

"Ghani udah dewasa, Teh." Ghani berkelit.

"Justru, karena kamu udah dewasa. Jangan bandel!" Naya menekankan

"Iya, iya. Ghani tau, Ghani super tampan!"

Menunggu Desi datang, Naya mengisi waktunya dengan membereskan kamar Ghani dan juga miliknya. Namun dia terpaku saat matanya tertuju pada laci nakas tempat tidur.

Naya membuka laci tersebut dan meraih album foto yang sengaja dia buat tentang kebersamaannya dengan Damar.

Perlahan, Naya membuka lembar perlembar album itu. Kedua matanya mulai berair, pandangannya mengabur. Kebersamaan bersama Damar tergambar sangat manis selama tiga tahun terakhir. Hatinya perih, mengingat masalah yang hadir belakangan ini.

Bagi Naya, Damar adalah lelaki pertama yang mengenalkannya arti mencintai selain cintanya terhadap keluarga. Damar adalah lelaki yang selalu menjaganya dengan baik selain Ghani.

Meski permasalahannya semakin hari semakin rumit dan membesar, Naya tidak pernah menyesali pertemuannya dengan Damar. Karena hal itu bukanlah sebuah kesalahan.

Dan mencintai adalah hal yang suci. Satu tetes air matanya berhasil lolos, mengikuti arah tangannya yang bergerak membuka halaman album selanjutnya.

Air matanya semakin mengalir deras, membentuk aliran sungai memanjang di pipinya saat melihat sebuah tulisan pada bagian bawah potret dirinya yang tengah tertawa lepas di antara tanaman bunga Edelweis.

almost 30 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang