Bab 33

6.7K 703 9
                                    

Vote dan komentarnya jangan lupa, terimakasih. Selamat membaca.

Semoga ceritanya nggak ngaco, ya.

Hati-hati, typonya banyak. 😅

***


Naya mengekori Bian masuk kedalam Cafe yang terletak di kawasan puncak Dago. Dia sempat terdiam karena terpukau dengan pemandangan yang disuguhkan.

Naya menyapukan pandangannya ke sekeliling. Bintang-bintang imitasi yang terhampar luas membuatnya seolah berdiri di tengah lautan cahaya.

Senyum dari bibir Naya terus merekah, membuat sepasang mata tanpa sadar terus tertuju padanya tanpa berkedip.

"Mas Bian tahu tempat ini dari mana? Saya yang warga asli Bandung saja, baru tahu ada tempat secantik ini?" tanya Naya tanpa menoleh.

Bibir Bian tersungging tipis."Kamu terlalu banyak bekerja, sampai tempat seterkenal ini dan letaknya tidak jauh dari pusat kota pun tidak tahu?"

"Bagaimana ya, Mas? Kadang, kalau sudah sampai di rumah rasanya malas untuk pergi lagi keluar."Naya memberi alasan.

"Kata Ghani, dulu kamu suka muncak, benar?"

Naya mengerutkan keningnya penuh tanda tanya. Sejak kapan Ghani dekat dengan Bian? hatinya bertanya.

"Iya Mas. Terakhir, tiga tahun lalu ke Pangrango. Setelah itu tidak pernah lagi," ungkap Naya dengan arti yang tersirat cukup dalam.

Bian menyilangkan kedua tangannya di dada. Wajahnya nampak cerah mendengarkan Naya bercerita.

"Kamu suka tempat ini?" tanya Bian.

"Saya suka mereka," tangan Naya terangkat menunjuk cahaya-cahaya di hadapannya."Cantikkan, Ma...s?" perkataan Naya memelan ketika dia menolehkan wajahnya, ternyata Bian sedang menatapnya.

"Lebih dari itu," sahut Bian menguci tatapan mereka.

Naya membuang tatapannya lebih dulu dan menelan salivanya saat suasana berubah menjadi canggung. Sekelebat tatapan Damar tadi pun tiba-tiba terbayang-bayang dalam kepalanya.

"Apa yang Mas Bian ingin bicarakan tadi?" Naya mengingatkan Bian tentang tujuan awal mereka melalui pertanyaanya.

"Memang, tapi tidak disini." Bian menjawab dengan ringan.

"Lalu, untuk apa kita datang kesini?" tuntut Naya meminta penjelasan.

"Maksud saya, disana. Kita bicara di sana saja. Tempatnya lebih bagus. Kamu bisa melihat pemandangan ini lebih dekat." Bian berjalan lebih dulu menuju tempat yang dia sebutkan.

"Kalau Mas Bian bohong, saya pulangs saja, Mas!"Naya mengancam sambil mengikuti langkah lebar Bian.

"Saya tidak pernah berbohong."

Naya mendecih kecil. "Mas Bian berani saya iris kupingnya?"

Bian langsung berhenti sampai Naya berada sejajar dengannya.

"Ternyata, kamu mengerikkan," ucapnya kemudian berjalan lagi.

Naya hanya menganga di tempatnya. Bukankah tidak ada yang salah dengan perkataannya tadi? hatinya berkata.

"Yang mengerikan itu kamu, Mas!" Naya mencibir Bian yang sudah sampai menghilang diantara sekat Cafe.

***

almost 30 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang