Bab 38

8.7K 665 5
                                    

Vote dan komentarnya jangan lupa ya.

Terimakasih, selamat membaca.

Hati-hati typonya banyak.

***

"Jadi, sudah berapa lama kamu kerja disana Ghani!?"

Dengan tangan bertolak pinggang, Naya mengintrogasi sekaligus menghakimi adiknya.

"Tiga bulan." jawab Ghani dengan kepala tertunduk. Tidak berani menatap wajah sang kakak.

Bahkan cicak yang biasanya muncul didinding ruang tengah rumahnya pun mendadak menghilang.

"Lalu, selama itu juga kamu bohongin teteh? Hm? " lanjut Naya sarat dengan kekecewaan.

Mendengar hal itu, Ghani langsung mengangkat wajahnya."Teh, Ghani nggak maksud gitu. Ghani cuma,-"

"Cuma apa?! Cuma mau bantu keuangan teteh? Iya!" potong Naya tidak memberi kesempatan adiknya membela diri.

Ghani mengangguk lemah, lalu menundukkan kepalanya lagi.

"Teteh nggak minta Ghan! Bukan teteh nggak suka kamu bantu cari uang. Tapi teteh maunya kamu fokus sama kuliahmu! Kamu harus bisa jadi kebanggaan teteh, Apa, sama Ambu! Dapat kerja bagus, jadi orang hebat! Nggak kaya teteh, Ghani!"Naya menekankan dengan tegas. Walau suaranya nyaris tercekat. Sakit sekali rasanya memarahi adik kesayangannya itu.

Ghani memainkan ujung-ujung kukunya. Dia sangat merasa bersalah."Ghani tau teh. Ghani ngerti, tapi teteh itu perempuan. Yang seharusnya banting tulang cari uang itu, Ghani," katanya pelan. Tidak berani pula dia meninggikan suaranya.

"Tapi teteh nggak mau kalau kuliah kamu keganggu. Cukup kamu kerja di bengkel, dan itu juga teteh sebenarnya nggak kasih izin. Kamunya aja bandel!" ujar Naya terengah di akhir kalimatnya.

"Maaf," sahut Ghani melirih.

Naya menghela nafas kasar. Membuang wajahnya ke sembarang arah sejenak, kemudian kembali lagi pada Ghani.

"Terus, yang tadi siapa kamu? Pacar kamu? Siapa namanya tadi?" Naya memberondong Ghani dengan pertanyaan yang mengarah pada gadis yang menempeli adiknya tadi.

"Namanya Dinda." jawab Ghani cepat."Dinda adik tingkat Ghani di kampus, dia bukan pacar Ghani. Dia yang ngasih saran Ghani isi acara musik disana, karena dia tau waktunya nggak bakal ganggu waktu kuliah."

"Perhatian sekali. Yakin kamu, dia cuma adik tingkat?" ujar Naya belum puas.

Ghani mengangkat dua jarinya di atas kepala."Beneran sumpah demi Allah, Teh!Ngapain juga Ghani bohong."

"Oke." Naya menghela nafas sesaat.

"Teh, beneran Ghani nggak pacaran." Ghani menetap kakaknya dengan serius.

"Teteh nggak keberatan kalau memang kalian berdua pacaran. Itu hak kamu," jeda Naya menghela nafas lagi."Tapi, kamu tetap nggak boleh lalai sama kuliah kamu, Ghani. Dan ingat, kamu juga harus bisa menjaga diri dan Dinda dengan baik."

"Kita cuma temenan kok. Nggak lebih. Dinda sebenarnya keponakan pemilik Cafe. Dan dia juga kenal Mas Bian." Ghani terus menyangkal untuk meyakinkan sang kakak.

"Mas Bian?"

"Iya, Dinda saudara dari ipar sepupunya Mas Bian." jelas Ghani lebih rinci.

"Berarti, Mas Bian tahu lebih dulu kalau kamu kerja disana dari pada teteh?" Naya menyimpulkan.

almost 30 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang