Bab 24

6.9K 784 36
                                    

Vote dan komentarnya jangan lupa, terimakasih. Selamat membaca.

Semoga ceritanya nggak ngaco, ya.

Hati-hati, typonya banyak. 😅

***

Mematut dirinya di depan cermin, Naya mengoleskan lipstik berwarna nude sebagai sentuhan akhir make up pada bibirnya.

Siang ini, Naya mempunyai jadwal meeting dengan Rara dan Devan sebagai klien yang sedang dia tangani. Maka dari itu, Naya tidak ingin penampilannya terlihat kuyu atau acak-acakan saat bertemu dengan Rara, nanti.

Walaupun pada bagian kelopak matanya masih terlihat sedikit membengkak, sulit Naya tutupi dengan apapun.

Mengenyahkan tentang Damar adalah omongkosong. Pada kenyataanya, semalam penuh Naya menumpahkan tangisnya. Dan kini dia harus menanggung akibatnya.

"Huh ... Padahal udah di kompres tadi," gumamnya sambil mengusap-usap halus bagian atas kelopak matanya."Mudah-mudahan nnati siangan dikit hilang," harapnya.

Getar panjang pada benda pipih yang Naya simpan di pinggir meja rias, mengalihkan fokusnya.

Melihat nama Damar sebagai si pemanggil, Naya langsung menekan tombol merah. Menolak panggilan tersebut. 

"Seperti ini lebih baik. Ya, lebih baik. Tidak apa-apa Naya. Ini jauh lebih baik," dia berusaha meyakinkan diri jika pilihannya tidak salah.

Naya memeriksa lagi panggilan yang tidak terjawab dari Damar selama tiga hari ini. Dan dia cukup terhenyak melihat begitu banyak panggilan yang tidak dia jawab.

Begitu juga dengan pesan yang lelaki itu kirimkan sudah sangat menumpuk.

***

Duduk berhadapan dengan Rara, Naya tidak henti memandang kagum. Rara adalah sosok wanita yang cantik, ke ibuan dan penuh sopan santun.

Setiap tutur kata yang Rara ucapkan terdengar begitu lembut. Berkelas dan berkualitas.

Selera Devan dalam mencari pasangan, patut Naya acungi jempol. Naya bangga bisa mengenal Rara. Dan dia pun banyak belajar bersikap dari kliennya tersebut.

"Terimakasih banyak atas waktunya, Mbak Rara. Jika nanti masih ada hal yang kurang, Mbak Rara bisa hubungi saya lagi," ujar Naya menutup pembahasan mereka.

"Tentu, Naya. Asal kamu tahan sama aku yang banyak maunya ini," timpal Rara di akhiri senyum simpul yang menawan.

"Aku tidak keberatan, Mbak. Itu hak kilen bukan? Dan pihak kami hanya berusaha mewujudukannya semaksimal mungkin."

Naya dan Rara tertawa bersama. Pertemuan mereka yang masih bisa di hitung dengan jari tetapi sudah merasakan kenyamanan satu sama lain.

"Terimakasih juga atas kepercayaan Mbak Rara, pada kami."

Naya mengulas senyum lebar. Ikut berbahagia untuk Rara. Jika saja hubungannya dengan Damar baik-baik saja. Dapat Naya pastikan, dia pun akan segera menyusul Rara ke pelaminan.

Tetapi ... Naya rasa itu hanya akan menjadi angan saja.

"Sudah, sayang?"

Naya dan Rara serentak menoleh pada Devan yang berada di meja sebelah bersama Bian. Kedua lelaki itu sebelumnya terlihat sedang berbicara dengan sangat serius.

almost 30 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang